BAB 7 - TAKDIR YANG MENYEDIHKAN

29 3 0
                                    

LULA membuka laptopnya, masuk ke folder foto. Di dalam folder itu terdapat banyak folder lagi. Ia membuka folder yang bertuliskan 'Foto SMA' yang berisikan lebih dari 100 foto.

Lula mengeceknya satu persatu dan menemukan beberapa foto saat bersama Ale, Fabian dan Jeni. Seperti yang dikatakan Jeni kalau mereka sahabatan dari SMA, berarti itu benar.

Muncul pertanyaan di kepala Lula, kenapa ia tidak bisa mengingat Ale? Bukankah itu aneh?

Lula menutup matanya, berusaha fokus. Apa kemarin ia memang tidak sengaja kejedot pintu atau jatuh di kamar mandi, lalu amnesia ringan sehingga ia tidak bisa mengingat beberapa hal? Seperti yang pernah ditanyakan Ale sebelumnya.

Berapa kali pun memikirkannya, tapi hal itu sama sekali tidak pernah terjadi padanya.

TOK-TOK! Pintu diketuk dari luar.

“Iya, masuk.” jawab Lula sambil menoleh ke pintu. Pembokapnya yang berusia sekitar 50-an muncul dari balik pintu. “Ada apa, Mbok?”

“Ada Mas Fabian di bawah, nyariin Non.”

“Iya Mbok. Makasih.”

“Saya permisi dulu, Non.” kata pembokapnya sambil mengangguk sopan, lalu melangkah pergi.

Lula berkaca di cermin, merapikan baju dan rambutnya biar kelihatan cantik sebelum bertemu Fabian. Ia menutup pintu dan berjalan menuruni anak tangga. Fabian sudah duduk di ruang tamu dengan pakaian rapi.

“Lho... Sayang, kok belum siap-siap?” heran Fabian melihat Lula turun dengan memakai piyama. “Jangan bilang kamu lupa lagi, kita ada janji sama Jeni dan Ale mau makan di luar.”

Lula menepuk jidat. Benar, ia lupa. Entah sejak kapan, ia punya penyakit pikun. Padahal umurnya belum masuk seperempat abad. Ah, sepertinya akhir-akhir ini, Lula melupakan banyak hal.

Lula nyengir. “Dua puluh menit, Sayang. Aku siap-siap dulu.”

Seketika itu juga, Lula mempercepat langkah menuju kamarnya yang berada di lantai 2.

--- ooo ---

MOBIL Fabian berhenti di sebuah kafe. Lula turun setelah Fabian membukakan pintu untuknya. Ia mengandeng tangan cowok itu seraya menuju kafe. Baru tiba di teras kafe, langkah Fabian terhenti.

“Bentar Sayang. Kayaknya hape aku ketinggalan di mobil.” kata Fabian sambil meraba saku celananya. “Kamu masuk duluan aja.” Cowok itu berlari kecil menuju parkiran.

Lula berbalik. Saat itulah, tanpa sengaja ia menabrak seseorang dan jatuh terduduk. Sebuah tangan putih dengan lekuk indah terjulur ke arahnya.

Thank’s.” kata Lula sambil menyambut uluran tangan itu, lalu berdiri. Ia menoleh melihat si pemilik tangan, seorang cewek cantik yang memiliki lesung pipi di kedua pipinya.

“Oh, hai La.” sapa Ale yang muncul dari belakang cewek itu. Membuat mereka menoleh padanya. “Kebetulan, gue mau ngenalin lo sama cewek gue, namanya Rani.” tangan Ale merangkul mesra pundak cewek bernama Rani itu.

“Gue Rani.” Cewek itu tersenyum sambil menjulurkan tangannya.

Lula balas tersenyum sambil menyambut uluran tangan cewek itu. “Lula.”

BZZZT!

Tangan Lula bergetar hebat saat bersalaman dengan Rani. Asap hitam keluar dari tangannya, membuat Lula harus menarik tangannya karna terkejut. Tapi hanya Lula yang merasakan dan melihat asap itu.

Aneh!

Samar-samar, Lula kembali mengingat semuanya, tentang Ale. Ia ingat Ale selalu ada di semua kenangannya waktu SMA. Ia juga ingat saat hari pertama masuk kuliah bersama Ale. Ia ingat semunya. Dan... ingatan Lula mulai melayang-layang, membuat kepalanya pusing.

99 DAYS (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang