Musim Bencana

25 10 1
                                    

Terindah di antara yang terbaik.

••••• ••••• ••••• •••••

Duduk termenung di sudut ruang tamu. Hawa dingin sedikit demi sedikit menyentuh kulit. Agh! Gigitan nyamuk, cukup mengganggu. Ah, aku lupa membakar obat nyamuk. Kebiasaan pelupa terkadang membuat, muak. Segera aku beringsut menuju dapur, membakar obat nyamuk lalu kutempatkan di bawah kolong kursi.

Di luar rumah aku mendengar suara katak seakan bersenandung. Baru kuingat, tadi sore hujan turun sangat lebat. Namun, hujan di tahun ini datang terlambat. Beberapa bulan yang lalu, kemarau panjang. Mungkin di tempat lain ada sumber air, tapi tidak di tempat tinggalku. Satu ember pun sulit diisi. Untunglah, kesengsaraan ini tidak terlalu lama. Musim hujan cepat datang.

Aku banyak mengeluh bukan? Ya, aku kurang menyukai musim hujan dan kemarau yang berlebihan. Hal itu mengganggu.

Namun, ibu memarahiku.

"Kalau tidak ada musim kemarau. Bagaimana bajumu cepat kering!"

"Bisa dikeringkan pakai kipas kan, Ma," jawabku.

Ibu menghembuskan napas berat. Lalu berkata."Setiap musim itu anugerah. Jika dalam satu tahun tidak ada musim kemarau. Hujan terus. Banjir," ucap ibu kemudian ia melanjutkan kembali perkataannya,"jika dalam satu tahun tidak ada musim hujan. Kekeringan di mana-mana."

Seketika aku menyadari. Musim kemarau dan musim hujan, bukanlah bencana. Manusia yang menganggap, kedua musim itu bencana. Aku, salah satu manusia itu.

-----
Sudut ruang tamu
23.00
8.12.21
-----

Limerence, Memories Never DieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang