Apa Kabar

28 9 4
                                    

"Aku suka kalimat pertama kali kamu saat bertemu denganku dulu."

"Apa itu?"

"Hai, apa kabar?"

Lima tahun lalu. Aku bertemu denganmu di koridor sekolah. Kesan pertama, kamu begitu mudah bergaul. Tawamu begitu segar saat berkumpul dengan teman-teman. Aku, hanya bisa mengagumi dari kejauhan. Sejak hari itu. Aku, menjadi seorang pengagum rahasia.

•••••
Ujian semester kelas dua belas. Tinggal beberapa hari lagi. Aku begitu panik karena catatanku, kosong melompong. Apa yang aku lakukan? Bodoh sekali. Hari aktif di kelas hanya tidur dan tidur. Saking paniknya, aku harus menghampiri satu per satu teman di kelas supaya dipinjami catatan.

"Vid, aku pinjam catatanmu," mohonku pada David, teman sebangku.

"Gak akan kupinjami. Kamu malas." David mengalihkan pandangannya, angkuh.

Aku menatap tajam David. David, diberi kesempurnaan otaknya yang encer. Sayangnya, sifat pelitnya membuatku ingin meninjunya. Selama istirahat berlangsung, aku berbaring malas sambil menggumam kejelekan David dengan keras-keras di sampingnya.

BAGH! David malah memukuli kepalaku dengan buku catatannya.

"Buruan. Waktumu hanya dua puluh empat jam. Lewat hari itu aku ambil buku catatannya." David memberikan buku catatannya kepadaku.

Aku melongo melihat ketebalan buku catatan David. Sepertinya, David mencatat semua perkataan Guru di kelas tanpa terlewati sekalipun.
Aku pun mengambil buku catatan David.

"Ya ya ya. Aku kembalikan besok. Makasih, Bro."

Aku bangkit kemudian memukul keras bahu David. David meringis sakit. Aku mendengar omelannya menggema di kelas.

"Aku salin catatan David di kantin saja sambil makan."

Segera aku melangkah cepat menuju kantin. Namun, tak sengaja rambut seseorang menyentuh pundakku. Aku berbalik. Ternyata, kamu. Kamu berlari tergesa-gesa. Aku ingin menyapamu, tapi kuurungkan.

"Eh, kamu!"

Aku berhenti. Jantungku tiba-tiba berdegup kencang. Kamu memanggilku.

"Halo, apa kabar?"

Aku tersentak. Apakah kamu mengenaliku? Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?

"Baik. Kamu kenal aku?"

"Ya, aku kenal kamu. Yuan.
Kita pernah satu kelas waktu SD. Aku teman sebangkumu," katamu.

Aku mengingat kembali masa sekolah dasar. Seketika aku ingin menganga. Bocah gendut pipi bakpao itu, kamu.

"Kamu ingat aku!?" Aku mengamati gadis semanis buah persik di depanku.

Kamu tertawa terbahak.
"Tentu saja. Kamu cowok yang selalu menempelkan permen karet di atas mejaku."

Aku menggaruk dahi. Malu. Tubuhku seakan menciut menjadi kecil. Dalam benak, aku mengenang kembali perlakuan jahatku kepadamu ketika itu.

"Ya udah. Aku balik dulu, yah."

Kakiku sedikit bergetar. Perasaan malu dan merasa bersalah. Bercampur jadi satu.

"Tunggu!" Aku berteriak.

Kamu menghentikan langkah. Lalu, berbalik menatapku dengan raut wajah kebingungan.

"Maaf Sarah atas perlakuan buruk ke kamu dulu." Kata-kata keluar begitu saja dari bibir.

Namun, tiba-tiba kamu menghampiriku. Jantung berdegup lebih kencang. Jarak aku dan kamu hanya setengah meter. Kamu merogoh saku rok. Mengeluarkan sesuatu.

"Ini permen karet buat kamu." Kamu memberikan sebungkus big babol.

Sejak peristiwa itu aku mulai berani mendekatimu. Tiap istirahat-- menuju kantin. Aku sengaja berpapasan supaya dapat menyapamu. Setiap kali menyapamu, kamu yang selalu memulai percakapan dengan kalimat. Apa kabar.

••••

Ketika aku menceritakan pertemuan itu. Kamu menutup mulut dengan tangan kanan. Raut wajah menunjukkan raut kaget.

"Ya ampun. Itu kata sapaanku. Itu hal umum bukan?" ucapmu.

"Tidak. Kalimat itu yang membuatku. Mengenalimu."

° Selesai °

Sabtu, 8 Januari 2022
01.38

Limerence, Memories Never DieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang