▰𝙴𝚗𝚊𝚖 𝚋𝚎𝚕𝚊𝚜

525 47 0
                                    

════════ ◖◍◗ ════════

“Pagi, Clara?”

Nampak ragu. Dari ekspresi dan nadanya saja aku sudah tahu. Tapi aku hanya mengangguk. Duduk dengan tenang dan mulai menyantap sarapan pagi ini. Seperti biasa, masakannya enak.

“Kamu... nggak apa-apa?”

Aku meliriknya, berhenti menyuapkan nasi ke mulutku. “Apa?” tanyaku.

Dia menggeleng, kelihatan sekali tengah menutupi sesuatu. “Ah, enggak. Makan saja.” Tapi aku mana peduli. Maka seperti katanya, aku kembali tenang menyuapkan sesendok demi sendok sarapanku.

“Hari ini, aku pulang cepat.”

Joshua yang baru saja menyelesaikan sarapan itu mendongak, “Ha?” tak memperhatikan. Aku benci itu.

“Jam 10. Tolong jemput aku tanpa terlambat. Aku mau cepat sampai di rumah dan tidur.”

Tanpa menunggu reaksinya, aku berdiri lebih dulu dan memasuki mobil. Meninggalkannya yang masih berkedip mencerna informasi yang begitu tiba-tiba dariku.

▰Thouchin'▰

Joshua meremat rambutnya tak tenang. Ponsel yang berdering ada di telinga kanannya. Ia bersandar pada dinding, di lorong fakultasnya sebelum memasuki kelas. Lantas deringan itu berganti menjadi suara seseorang, sang ayah, mengangkat teleponnya.

“Ayah!”

Sentakan Joshua terdengar kalut. Sang ayah mengerutkan alisnya dan bertanya dengan lembut. Kenapa?

“Aku... sepertinya sudah gagal?”

Lagi, sang ayah semakin bingung. Bukannya terlalu cepat untuk kamu bilang gagal? Joshua, kamu kelihatannya sudah melakukan sesuatu, iya?

Dengkusan lemah Joshua menunjukkan bahwa tebakan sang ayah benar. Namun sesuatu itu bukan hal yang bagus. Kamu melakukan apa? tanya sang ayah tenang.

Joshua menyentuh keningnya, menyibakkan poninya untuk tak menutupi pandangan lesunya. “Aku...” Astaga, Joshua tak mungkin bilang jika ia telah mencium anak dari teman baiknya kan? Tanpa persetujuan hingga pingsan. Ah, ini masalah.

“A-aku... sudah menyentuhnya. Lalu... dia pingsan, pagi tadi sikapnya dingin sekali. Lebih buruk dari awal ketemu...” jelasnya ragu. Memilah kata rupanya sulit juga.

Sang ayah perlahan memahami. Tapi ia tertawa, begitu renyah untuk didengar. Joshua sekarang yang bingung. “Itu masalah kan, Ayah? Aku secara nggak langsung sudah paksa dia kan?” serunya khawatir.

Tugas kamu memang begitu kan, Joshua? Tugas kita... memang begitu. Kamu sekarang sedang praktik langsung, Clara itu pasienmu. Itu kenapa ayah suruh kamu cari tahu sendiri apa keluhannya. Sekarang kamu sudah mengerti, lalu tindakan kamu setelah ini apa? Tetap buat dia jaga jarak ke kamu, atau?

Ayah Joshua sengaja memotong kalimatnya, memberikan anaknya mencari jawaban sendiri.

“Jadi... aku harus paksa dia?”

Joshua masih ragu rupanya.

Perlahan ya, Joshua? Kamu pastinya tahu, bagaimana caranya perlakukan seseorang yang kamu cinta.

Telepon diputus sepihak. Sang ayah percaya, Joshua pasti tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya. Tapi lucu juga, anaknya itu terlalu khawatir hingga membuatnya lupa akan semua materi yang telah ia pelajari di kampusnya.

Memang, kelihatan sekali siapa yang paling jatuh cinta.













“Ah, buat jatuh cinta, ya?” Joshua tersenyum tipis. “Sepertinya akan susah.”

Tawa hambar itu menyedihkan. Tapi kenyataan bahwa cintanya telah menaruh rasa pada orang lain itu yang membuatnya ragu.

“Aku pikir kamu suka aku, Clara.”

════════ ◖◍◗ ════════

Friday, 17 december 2021

Monday, 14 february 2022

a/n

ow, shua is sad in the valentine day :(

𝙏𝙤𝙪𝙘𝙝𝙞𝙣'  ▍𝙃𝙤𝙣𝙜 𝙅𝙞𝙨𝙤𝙤Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang