Aku menerima brosur fax dari Choji dan langsung shock! What the fvck! Salinan pengajuan kursus Hinata yang sesungguhnya membuatku langsung terserang migrain. Aku perlu bicara dengan Shikamaru. Sekarang! Kupikir tadi Ashura cuma halu, eh, ternyata, malah aku yang dikadalin.
(*Kampus Le Cordon Bleu di Paris, sumber pinterest.)
.
.
"Kau tidak bilang kalau sebetulnya kursus di Le Bleu bisa satu tahun?!" Aku memandang Shikamaru sengit, demi Neptunus kesukaan Spongebob. Kalau saja aku tadi tidak bertemu dengan si begundal Ashura di penerbangan dengan first class-ku dari Dubai, pasti aku tidak tahu bahwa Hinata sekolah selama setahun. Bangsat memang bojo presenter acara kriminal ini.
"Astaga bos?! Seriously? Kau menanyakan itu sekarang? Setelah kau baru balik dari Perancis??" Wajah Shikamaru menjadi jelek dan mulutnya terbuka seolah siap dimasuki lalat.
"Ya kan katamu Hinata kursus singkat, bisa sampai enam bulan. Terus kenapa kau malah memberiku informasi hoaks macam itu?!" Kesal sekali ternyata aku justru dibohongi oleh orang yang paling kupercaya ucapannya. Aku merekrutnya sebagai asisten karena kecerdasan dan juga kuatnya intuisi. Bukan malah lelaki lambe turah yang kadang memeberikan fakta bohong.
.
"Bos? Apa ponselmu rusak? Atau kehabisan kuota? Wifi di rumahmu mati?" Ketika menanyakan pertanyaan ini, aku benar-benar ingin mencekik Shikamaru karena wajah tengilnya yang seolah mengatai aku bodoh.
"Apa urusannya lama sekolah Hinata dan perkara hape dan jaringan internetku??" Aku menyemprot jengkel.
.
.
"Tentu! Kalau kau punya waktu untuk meniduri istrimu yang katamu oh so bahenol itu, masak kau tak pernah terpikir untuk bertanya kapan dia bisa pulang??" Shikamaru berdesis kesal, "apa kau juga tidak bisa browsing, setidaknya gunakanlah smartphonemu supaya kau terlihat lebih pintar dari benda yang kau beli."
"Yak! Dasar kau sekertaris sialan!" Aku berniat melemparinya dengan sepatuku tapi dia sudah pura-pura tersakiti.
.
"Ya Tuhan... Mimpi apa aku semalam?!" Shikamaru bergidig horor. "Kau yakin tidak menghamilinya? Soalnya kau seperti perempuan yang sedang mood swing karena hamil. Bisa saja kan kau yang merasakan ngidamnya."
Aku mencebik, memberikan si kepala nanas itu death glare.
.
"Apa?!" Ucapnya tanpa dosa, "apa spermamu buruk? Apa kau kurang greng di ranjang?"
"Bangsat! Mulutmu itu ya. Aku berkali-kali melakukannya dan dia puas!" Aku mendengkus penuh jumawa.
"Makanya itu! Harusnya dari milyaran sperma itu pasti ada satu yang super dan bisa berenang ke indung telur. Tapi kenapa satu saja tidak ada yang lolos. Katamu Hinata tidak menjalani kontrasepsi."
KAMU SEDANG MEMBACA
wabi-sabi (侘寂)
FanficDimulai dari perkenalan lewat mak comblang, kisah Naruto dan Hinata menjadi sangat plot twist dan bergejolak seperti naik kora-kora. Bayangan pernikahan ideal langsung ambyar. Meski dari luar kehidupan pernikahan tampak sempurna. Naruto seorang CEO...