#MERCY - BERTERAS RUSUK

26 6 0
                                    

(Segala bentuk alur mundur berakhir di sini.)

Hari ketiga penculikan Elvin.

Elvin refleks menutup matanya dengan rapat, di kala Dzaky mulai menarik pelatuk pistol hingga membuat suara nyaring dalam ruangan. Namun, Dzaky tidaklah bodoh mau mengikuti amarahnya dengan membunuh Elvin begitu saja tanpa penjelasan sedikit pun.

"Pistol ini tak punya peluru, kau pasti tahu artinya apa?" ucap Dzaky melantang. Dengan suara beratnya yang mendominasi dalam ruangan, Dzaky kembali berkata, "itu artinya aku tak mau kehilangan orang yang sama sekali belum ku peras."

"Aku sudah bilang, aku hanya disuruh Alindra! Jika tak menurut, Ayahku akan dibuat bangkrut! Tak lebih dari itu! Jadi apa lagi yang kau inginkan dariku?!"

Elvin berteriak sejadi-jadinya, ia muak akan semua pertanyaan Dzaky yang masih saja terdengar sama dalam gendang telinganya. Setelah berteriak, Elvin kembali tenang. Kini ia menyeringai lalu berkata, "Ibunya Alindra itu bukan main, jika kau berurusan dengannya, maka kau akan ... mati."

Mendengar seluruh omong kosong yang tampak seperti angin bagi Dzaky, membuatnya ingin membakar lelaki angkuh yang nyatanya jauh lebih muda darinya itu.

Kini Dzaky berjalan menuju pintu, menyeret kapak sepanjang kakinya, lalu berdiri di hadapan Elvin. Sedangkan Elvin? Jangan ditanya, ia ketakutan setengah mati melihat kapak yang diseret oleh Dzaky kian mendekat padanya.

"Berterima kasihlah sebab kau orang pertama yang akan kusiksa sampai mati dengan kapak ini," pinta Dzaky mengelus surai hitam pekat milik Elvin.

Setelahnya, ia mulai menjambak Elvin hingga ia mendongak menampakkan sosok Elvin yang sangat ketakutan. "Ceritakan semua yang kau lihat di hari kematian Djaya," titahnya pada Elvin.

"Tanpa melewatkan satu adegan pun."

★★★


Hari kematian Djaya, Juli 2017.

"Djaya rangking satu lagi, Sial?!" gerutu anak perempuan kaya pemilik nama Alindra itu. Hampir tak ada yang luput darinya, bahkan kesempurnaan pun menghampiri nasibnya.

Sedangkan anak lelaki yang tengah menjadi bahan cibiran para siswa Sekolah Seni Rhode itu, malah menjadi kebalikan dari seluruh siswa di sana. Djaya asmanya, rupawan wajahnya, cerdik otaknya, lihai jari jemarinya. Ya, anak itu lagi-lagi merebut posisi pertama di penentuan peringkat siswa Sekolah Seni Rhode itu. Disusul oleh Markatian di peringkat kedua dan Alindra di peringkat ketiga.

Djaya seharusnya mendekati kata sempurna, jika Tuhan memberkatinya dengan bakat berbicara. Sejak lahir ia memang memiliki kelainan, bisu serta tak begitu bagus dalam hal pendengaran.

Namun Tuhan tidak semata-mata membuatnya memiliki kekurangan tanpa sebuah kelebihan. Djaya begitu pandai dalam memainkan berbagai alat musik. Walau ia tak bisa bernyanyi, setidaknya ia menguasai berbagai pelajaran terkait kesenian.

Di antara semua hal itu, yang paling diinginkannya hanyalah menjadi seorang pianis terkenal suatu saat nanti. Ia miskin, bisu, serta yatim piatu, apa yang lebih menyedihkan dari hidup seorang Djaya.

Sebab mimpi besarnya itulah, Djaya kian dipijak oleh orang-orang dari kalangan atas, dicibir kesana-kemari, diperbudak hingga ditindas setiap hari. Bagaimana tidak, Djaya merupakan salah satu siswa yang berhasil masuk Yayasan Seni Rhode sebab bantuan beasiswa berbasis tes kepintaran, yang berarti ia miskin serta dirasa tak pantas bersekolah berdampingan dengan anak orang kaya.

"Oi, Bisu!" Di tengah bisingnya ruang kelas, Djaya menoleh kala mendengar teriakan tepat di telinganya. Padahal ini sudah menjadi ketiga kalinya ia dipanggil, tapi tak kunjung menyahut sebab kurangnya fungsi indra pendengarannya.

MERCY (Tanpa Ampun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang