Jaemin memperhatikan Jeno yang sesekali meliriknya, sepertinya itu Haechan yang menghubungi terdengar Jeno yang beberapa kali menyebut nama Haechan. Jaemin mengelus dengan lembut kalungnya, menarik napas dalam-dalam, dan berjalan menghampiri Jeno di dalam kamarnya.
"Haechan?"
Jaemin bertanya kepada Jeno tanpa mengeluarkan suaranya, dan Jeno hanya mengangguk. Jaemin langsung mengambil ponsel Jeno, dan mendekatkannya di telinganya.
"Chan..."
"Nana?"
"Iya ini Nana, Chan. Izinin Jeno di rumah aja ya, sekarang. Nana mau ditemanin Jeno."
Suara Jaemin dibuat seimut mungkin, terdengar Haechan menghela napasnya lelah.
"Tapi lo enggak papa, kan? Lo enggak sakit, kan?"
"Nana enggak papa kok, enggak sakit juga."
"Kalau gitu, ada syaratnya."
"Apa?"
"Lo harus mau ketemu kak Mark, tiap kali dia minta ketemu lo. Selama sebulan, enggak pakai nolak."
"I-iya deh."
"Oke kalau gitu, jangan sakit bayik."
"Iya Echan."
Sambungan telfonnya terputus, Jaemin mengembalikan ponsel Jeno. Setelah Jeno memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celananya, Jaemin langsung melingkarkan tangannya di pinggang Jeno. Jaemin menatap Jeno, tinggi mereka yang tidak berbeda jauh membuat wajah mereka berdua sangat dekat.
"Haechan bilang apa?"
Jeno hanya membiarkan Jaemin memeluknya, tanpa berniat untuk membalasnya."Dia bilang syaratnya enggak boleh nolak kalau Kak Mark ajak ketemuan."
Jaemin tersenyum setelah mengatakan kalimatnya, Jeno hanya memasang wajah datarnya. Tetapi tangan Jeno terangkat, merapikan rambut hitam Jaemin yang terlihat berantakan.
"Na, jangan diilangin lagi cincinnya. Bukan karena harganya, Na, kalau cuma karena harganya doang aku enggak bakal marah. Itu cuma uang, aku bisa cari uang kok. Tapi pikirin siapa yang ngasihnya, pikirin apa artinya, pikirin kenapa aku kasih cincin itu untuk kamu."
Jeno menjeda kalimatnya, kini tangan kanannya membelai pipi Jaemin dengan lembut. Jaemin hanya diam, ia mendengarkan segala ucapan Jeno sambil memperhatikan wajah tampan kekasihnya itu.
"Kamu harus anggap kalau itu hati aku, aku ingin kamu menganggap cincin itu berarti, Na. Bukan cuma sebagai aksesoris doang, kalau kamu kehilangan cincinnya, kamu mau kehilangan aku juga..."
Cup~
Jaemin mengecup bibir Jeno sekilas, dan membuat perkataan Jeno terhenti.
"Enggak mau, jangan ngomong gitu dong. Aku bakal jaga baik-baik, aku pastiin enggak hilang lagi."
Jaemin memasang wajah memelasnya, persis seperti anak kucing yang minta di belai. Suasana menjadi hening sejenak, kedua pemuda itu saling mengagumi satu-sama lainnya.
Keterdiaman itu berlangsung beberapa menit, hingga Jeno sedikit menyeret Jaemin yang masih saja memeluknya, menuju ranjang. Lalu Jeno membaringkan tubuh mereka berdua, dengan Jaemin yang berada di bawahnya. Jeno menindih Jaemin, ia menggunakan kedua sikunya untuk menahan tubuhnya agar tidak menghimpit Jaemin.
Jeno memfokuskan penglihatannya kepada leher Jaemin sebelah kanan, terlihat dengan jelas bekas gigitannya. Tampak membiru, lengkap dengan cetakan giginya di sana. Jeno meringis, ia membayangkan betapa sakit gigitan itu. Pantesan saja Jaemin berteriak sangat keras tadi.
Jeno mencium bekas gigitannya berkali-kali, dan membuat Jaemin tertawa kecil, ia merasa geli. Tangan Jaemin mendorong Jeno dengan lembut, hingga wajah Jeno menjauhi lehernya.
"Sakit tahu."
Jaemin mengadu, ia masih merasakan sakit di bagian lehernya. Jeno tersenyum tampan."Makanya jangan bikin kesal."
Jeno kembali mendekatkan wajahnya ke leher Jaemin."Nghhm... Jenhm..."
Jaemin melenguh saat Jeno kembali menciumi lehernya, sesekali Jeno juga akan menyesap kulit lehernya hingga meninggalkan tanda di sana. Merasa puas dengan hasil karya yang ia buat, tanda merah keunguan menghias hampir di seluruh leher hingga bahu Jaemin.
Jeno beralih ke puting Jaemin yang menegang, ia kembali menjilati puting sebelah kiri Jaemin.
"Ahhh... Jen... jangan di situ, masih pedih loh."
Jaemin terlihat sangat menahan rasa pedihnya, Jeno menyadari itu dan beralih ke puting sebelah kanan Jaemin.
"Ahh...nghmm..."
Sepertinya besok Jaemin akan merasa tidak nyaman saat mengenakan pakaiannya. Jeno yang sedang menghisap putingnya akan sangat susah untuk di suruh berhenti, dan Jaemin hanya akan menikmatinya saja.
Jeno menyudahi acara menghisap puting Jaemin, setelah menghabiskan waktu lebih dari 30 menit. Ia menegakkan sedikit tubuhnya, menatap wajah Jaemin yang memerah dan berkeringat. Jaemin benar-benar sangat seksi.
"Mau lanjut?"
Jaemin bertanya sambil menatap Jeno, bukannya Jeno tidak mengerti dengan apa yang Jaemin maksudkan. Jaemin memberikannya izin untuk melanjutkan permainan mereka, tetapi Jeno menggeleng dan berbaring di samping Jaemin.
"Kalau udah nikah aja, aku enggak mau ngerasa enggak enak sama Papi kamu."
Jeno memeluk Jaemin dengan erat, menyembunyikan kepalanya diceruk leher Jaemin dan sesekali menciuminya."Jen, aku pakai baju dulu ya? Dingin"- Jaemin.
"Biasanya kamu tidur juga enggak pakai baju, gini aja."- Jeno.
"Iya, tapi sekarang aku dingin."- Jaemin.
"Kan aku peluk, aku pengen nyentuh kulit kamu langsung."
Jeno menarik selimut tebalnya, untuk menyelimuti mereka berdua."Apanya nyentuh secara langsung? Kamu aja masih pakai baju gini."
Jaemin benar-benar merasa tidak nyaman saat kulitnya menyentuh pakaian Jeno, biasanya saat Jeno 'menyusu' padanya, Jaemin tetap mengenakan baju dan kepala Jeno berada di dalamnya.
"Ralat deh, pengen lihat kamu enggak pakai baju."
Jaemin hanya menghela napasnya, sepertinya Jeno benar-benar tidak akan melepaskannya kali ini.(Jangan dibayangkan ya)
.
.
.
.
Seperti yang Jeno bilang ya guys, kegiatan 'malamnya' di tunggu sampai nikah 🤭
re-publication: 17 September 2023
TBC...
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Message
FanfictionNarendra Jaemin tiba-tiba mendapatkan pesan dari seorang pemuda tampan, yang mengaku sebagai calon pacarnya. "Jeno SIALAN."- Jaemin. "Love My Bunny 😘."- Jeno. Akankah kisah cinta mereka dapat terjalin?