"Mel, kamu di panggil bu Mawar tuh di ruangannya" Melati dan Daisy sontak menatap satu sama lain. Seolah sedang berbicara lewat tatapan.
"Mau ngapain ya Li?" tanya Melati pada rekan kerjanya yang bernama Lia itu.
"Mana aku tau, aku cuma disuruh panggilin kamu aja suruh ke ruangan bu Mawar"
"Saya mencium bau-bau PHK disini" Ryujin langsung menyambar pembicaraan mereka. Membuat Melati mendengus kesal, "Diem lo bangke!" Melati lalu menoleh ke arah Daisy yang dari tadi diam saja, "Kalo gue sampe di PHK, lo Daisy harus membiayai hidup gue sebagai gantinya" tunjuk Melati pada Daisy. Setelah itu ia pergi untuk menemui anak bosnya itu.
"Gila serem amat Melati kalo lagi marah" ujar Ryujin bergidik ngeri melihat tatapan tajam yang di lemparkan Melati pada Daisy tadi.
"Lah tadi dia marah?" tanya Lia.
"La lala syalala la la" Ryujin kembali ke meja kerjanya lagi. Tidak ingin berurusan dengan si lemot Lia Choi. Bisa-bisa nanti ia di buat naik darah oleh kelemotan Lia.
Melihat Ryujin pergi, Lia berganti menatap Daisy untuk meminta jawaban atas pertanyaannya tadi.
"Gue sibuk" seakan tahu apa yang akan Lia katakan. Daisy langsung pura-pura menyibukan dirinya.
Karena tidak ada orang lagi yang bisa ia mintai jawaban, Lia dengan rasa kecewanya kembali ke meja kerjanya. Mungkin ia akan menanyakannya langsung pada Melati setelah Melati keluar dari ruangan Mawar.
🌹
🌹
🌹
🌹
🌹
~🌹~
'Took tookk'
Melati mengetuk pintu ruangan Mawar. Entah kenapa ia merasa akan ada hal buruk yang menimpannya setelah ini. Ia yakin sesuatu yang buruk itu akan terjadi. Apalagi setelah kejadian ia jatuh di depan Mawar.
"Masuk!" Melati membuka pintunya dengan hati-hati.
"Tutup pintunya!" Melati menurut, menutup pintunya.
Mawar duduk dengan angkuh, tangannya ia lipat di depan dadanya. Jangan lupakan tatapan tajam yang ia layangkan pada Melati. Sedangkan Melati hanya bisa menunduk saja. Tidak berani menatap Mawar langsung.
"Kenapa menunduk?!! Apa saya menyuruh kamu untuk menunduk?!"
Melati sontak segera menggeleng.
"Liat wajah saya!!" dengan perasaan campur aduk Melati menegakkan kepalanya dan menatap Mawar.
"Kamu bekerja disini sebagai apa?" bisa saja Mawar mencari tahu sendiri, tapi ia terlalu malas untuk mencari tahunya. Lebih baik ia bertanya langsung pada orang yang bersangkutan.
"Akuntan" jawab Melati singkat, pandangannya belum beralih dari Mawar.
Mawar mengangguk, "Ok, mulai sekarang kamu akan bekerja sebagai OB disini" refleks Melati membuka mulutnya lebar. Matanya ia kerjapkan beberapa kali, masih belum percaya dengan apa yang di katakan oleh Mawar barusan.
"Haha haha ibu bercanda kan bu? Iyalah pasti ibu bercanda. Haha ha yakali dari Akuntan jadi OB haha ha" Melati memegang perutnya, bercandaan Mawar membuatnya ingin terus tertawa.
Mawar melemparkan tatapan aneh pada Melati. Tidak ada yang lucu sama sekali dengan ucapannya tadi, tapi kenapa Melati tertawa?
"Saya tidak sedang bercanda. Kamu pikir perkataan saya tadi candaan?!" Mawar menaikkan nada bicaranya. Menurutnya sikap Melati sangat tidak sopan padanya. Bagaimana tidak? Melati menganggap perkataanya adalah sebuah candaan. Tentu saja Mawar tidak terima itu.
Melati langsung membungkam mulutnya. Sudah berhenti tertawa. Anak bosnya itu pasti sangat murka sekarang padanya. Bisa-bisanya ia menganggap perkataan Mawar sebagai candaan. Dalam hati Melati merutuki kebodohannya sendiri. Ingin rasanya ia mengumpat. Nasibnya sekarang sedang berada di ujung tanduk.
"Maaf bu" ucapnya menunduk.
"Siapa yang nyuruh kamu nunduk?!!"
'Salah lagi salah lagi gue' batin Melati kesal.
"Maaf"
Mawar membuang nafas kasar, "Sekarang buatkan saya kopi"
Melati sudah tidak memiliki keberanian lagi untuk membantah perintah Mawar, "Baik bu" dengan setengah hati Melati menuruti perintah anak bosnya itu.
'Gila baru hari pertama kerja aja udah ngatur-ngatur gue tuh cewek!'
'Baru jadi anak bos aja udah sombong'
'Cih!'
Sepanjang jalan menuju dapur Melati tidak berhenti mengumpati Mawar.
Ia dengan kesal mengambil kopi dan memasukkannya ke dalam gelas.
'Gue kasih racun lo tau rasa'
'Dasar cantik-cantik gak punya hati'
'Dia gak tau apa gimana susahnya gue dapetin posisi sebagai Akuntan di perusahaan ini'
'Emang ya semua anak orang kaya tuh nyebelin, suka semena-mena'
'Awas aja lo kalo di kehidupan selanjutnya gue yang kaya, gue bales perbuatan lo!' Melati terus menggerutu. Masih tidak terima posisinya di turunkan begitu saja oleh Mawar.
'Namanya Mawar, hati Rafflesia Arnoldi'
"Siapa yang kamu maksud namanya Mawar hati Rafflesia Arnoldi?!" Melati tersentak kaget mendengar suara dari arah belakangnya. Ia dengan segera menoleh ke belakang, "Eh bu Mawar, ngapain ke sini bu?"
"Memangnya kenapa?!! Saya tidak boleh ke sini?!!" ingin rasanya Melati menghilang saja dari bumi. Di mata Mawar dia selalu salah. Entah ada dendam apa Mawar padanya?
"Bukan gitu bu maksud saya" Melati menggaruk kepalanya yang tidak gatal, bingung harus pakai bahasa apa agar si Mawar Mawar itu paham dengan perkataannya. Sepertinya kalau hanya menggunakan bahasa manusia Mawar belum tentu paham dengan maksudnya. Nantinya bukannya paham, Mawar justru salah paham, kan bahaya kalau begitu.
"Cih! Udah ngatain bos di belakang, sekarang ngatur-ngatur lagi! Disini siapa sih yang jadi bosnya?! Saya apa kamu?!"
"Ibu" jawab Melati lirih. Dari tadi Mawar terus memarahinya, memangnya Mawar tidak lelah apa? Ia saja yang mengdengarnya lelah.
"Bagus kalo kamu tau itu. Jadi jaga sikap kamu!" setelah itu Mawar keluar dari dapur. Tadi ia hanya ingin memastikan saja jika Melati tidak memasukkan racun ke dalam kopinya. Ia tidak mau mati muda.
Sepeninggalan Mawar, Melati mendengus kesal. Ia menendang tong sampah yang ada di depannya.
'Dasar bunga bangke!!' masih tidak kapok saja Melati mengumpati anak bosnya itu.
~🌹Flowers🌹~
"Berikan senyumanmu padaku walau hanya sekali saja
Tak bisakah kau memberikannya?
Meskipun itu bukan cinta"***
KAMU SEDANG MEMBACA
Flowers🌹
FanfictionTiap kali aku memikirkan puisi tentangmu Aku ingin menghafalnya Agar aku mengingatmu ~Flowers~