9. Bad Word

297 21 1
                                    

Hari pernikahan yang tidak di inginkan Renjun dan Jeno pun tiba.

Iya! Mereka berdua gagal dalam membatalkan pernikahan ini. Jeno yang sudah melakukan berbagai cara kepada Renjun, agar Renjun membatalkan pernikahan ini. Serta Renjun yang gagal membujuk sang Appa untuk membatalkan pernikahan ini.

Renjun mendapat berbagai luka di tubuh-nya karena Jeno yang tidak pernah jerah membully-nya untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Ia juga mendapat cambukan di tubuh belakang-nya karena sang Appa, yang tidak menginginkan pernikahan-nya batal.

Pernikahan-nya di hadiri oleh banyak orang. Dari kerabat Jaehyun dan Taeyong. Berbeda dengan Yuta yang hanya mengundang beberapa orang yang khusus sudah tau kalau Renjun anak-nya. Selebihnya? Ia tidak mengundang.

Yup, memang hanya beberapa saja orang yang tau kalau Renjun anak-nya Yuta. Itu juga terjadi karena kecelakaan yang tidak di sengaja.

Jeno yang tidak mengundang teman-temannya. Begitu juga dengan Renjun. Karena memang Renjun tidak mempunyai teman di sekolah.

Acara pun berlangsung dengan aman dari awal jalan-nya acara pernikahan, sampai di pengujung acara pernikahan.

"Kalian tidak mampir dulu ke rumah Mommy?" Tanya Taeyong yang saat ini sudah ada di depan lobby.

"Tidak Mom. Kami lelah." Jawab Jeno. Dia benar-benar lelah karena harus duduk, berdiri, duduk, berdiri dan seterusnya hanya untuk menyapa para tamu undangan.

"Baiklah. Ingat Jeno! Renjun-nya jangan di apa-apain dulu! Dia masih sekolah!" Peringat Taeyong.

"Hm." Balas Jeno seadanya lalu masuk ke dalam mobil terlebih dahulu, setelah pamitan dengan Taeyong dan Jaehyun.

Ke mana Yuta, Jennie dan Jaemin? Mereka sudah lebih dulu pulang, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Kecuali Jaemin yang memang pamit pulang kepada Renjun dan kedua orang tua Jeno.

"Sayang. Kalau Jeno memperlakukan kamu tidak baik? Kau bilang ke Mommy ya. Jangan sampai tidak! Mommy tau kalau Jeno masih tidak menerima pernikahan ini." Bisik Taeyong, tepat di samping telinga Renjun. Di saat mereka tengah berpelukan.

"Ne Mommy. Kalau begitu Injun pamit pulang ya. Malam Mom, malam Dad." Pamit Renjun yang juga masuk ke dalam mobil.

Jeno langsung menjalankan mobil-nya meninggalkan hotel pernikahan mereka.

Di sepanjang jalan, tidak ada yang berniat membuka suara. Baik Renjun dan Jeno sama-sama menutup mulut-nya. Mungkin karena lelah, atau memang ada alasan lain.

Sampai akhir-nya mereka tiba di gedung apartemen. Memarkirkan mobil-nya di basement. Barulah mereka masuk ke dalam.

Berjalan menuju lift, lalu masuk ke dalam lift. Menekan angka 23, di mana lantai kamar-nya berada di sana.

*ting* suara pintu lift yang terbuka. Jeno dan Renjun langsung keluar, dan masuk ke dalam kamar bernomor 07.

"Kau tidur di kamar tamu." Titah Jeno yang langsung masuk ke dalam kamar utama. Tidak memperdulikan jawaban atau balasan Renjun.

Renjun terdiam, menghela nafasnya kasar. Lalu masuk ke dalam kamar-nya dengan menyeretdua buah koper besar.

Sampai di dalam kamar-nya, Renjun langsung membuka salah satu koper-nya untuk mengambil pakaian ganti milik-nya.

Masuk ke dalam kamar mandi, guna mengganti dress-nya. Susah payah mengganti dress yang sangat menyusahkan pun akhirnya usai.

Renjun akhirnya keluar kamar mandi setelah selesai mengganti baju dan membersihkan riasan-nya.

Merebahkan tubuh-nya di atas kasur berukuran queen size. Lalu segera menuju alam mimpi.
***
"Yak Tuli! Kau sedang apa?!" Teriak Jeno yang sedang bergegas menuju arah dapur.

"Brengsek! Kau mau menghancurkan apartemen-ku?!" Teriak Jeno begitu tiba di dapur.

Jeno marah begitu lihat dapur-nya sangat berantakan. Pecahan piring serta makanan berserakan di bawah.

Jeno melihat Renjun yang terus menundukkan kepala-nya pun geram. Ia yang sudah kesal karena sedang bersantai di kamar-nya pun langsung menghampiri asal suara pecahan, dan ternyata pelaku-nya Renjun. Ia langsung menghampiri Renjun dan meremat kedua bahu Renjun dengan sangat keras.

"Kau apakan dapur-ku?!" Sentak Jeno.

"Maafkan aku. Aku tidak berniat menghancurkan dapur-mu, apalagi apartemen-mu. Tadi aku masak. Masakan-ku sudah selesai dan tinggal taruh di piring. Namun semua-nya berantakan karena tangan-ku tergelincir karena tidak kuat menampung banyak-nya bawaan yang aku bawa." Jelas Renjun dengan apa ada-nya. Tanpa di lebihkan, atau di kurangi.

Namun tetap saja kejujuran Renjun tidak membawa rasa simpati ataupun iba untuk Jeno. Jeno yang kadar membenci-nya sudah melampaui batas? Ia langsung menoyor kepala Renjun secara berulang kali, di sertai beberapa kalimat kasar lain-nya.

"Kau kalau udah tuli, jangan di tambah bodoh bisa tidak sih? Kehadiran-mu di dunia ini sungguh merepotkan! Kenapa kau tidak menyusul Eomma-mu saja sih?! Atau tukar kehidupan-mu dengan Eomma-mu! Kehadiran-mu di dunia ini tidak di inginkan siapapun! Jadi, untuk apa kau ada di sini kalau hanya bisa menyusahkan orang?!" Sarkas Jeno tepat di hadapan Renjun.

Renjun terus menunduk dan meremat baju yang ada di kedua sisi-nya. Toyoran Jeno memang sakit. Tapi ia lebih sakit ketika mendengar ucapan Jeno.

"Kau ini hanya tuli! Bukan lumpuh ataupun bisu! Tapi kenapa kau tidak pernah becus dalam mengerjakan sesuatu?! Dan kenapa kau selalu diam ketika aku sedang bertanya?! Apakah kecacatan-mu menjalar?!" Sambung Jeno.

Renjun terus memejamkan mata-nya. Ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak mendengar semua ucapan yang di lontarkan Jeno. Tapi tetap saja ia tidak bisa! Semua ucapan Jeno terus masuk di dalam telinga-nya. Rasa-nya ia ingin sekali melepas alat pendengar-nya. Agar ia tidak bisa mendengarkan semua kalimat menyakitkan yang keluar dari mulut Jeno.

"Tuli! Aku peringatkan sekali lagi kepada-mu! Jangan pernah menyentuh barang di dalam apartemen ini tanpa seizin-ku! Kau boleh memasak! Tapi kesalahan ini untuk terakhir kali-nya! Kalau sampai aku melihat kekacauan yang kau perbuat lagi? Aku tidak akan segan-segan memberikan perhitungan kepada diri-mu! PAHAM?!" Ujar Jeno, seraya teriak di akhir kalimat, ketika kata 'Paham' di lontarkan.

Renjun menganggukkan kepala-nya. "Paham. Sekali lagi maafkan aku." Ujar Renjun dengan suara yang bergetar.

Jeno mendecih, melepaskan tangan-nya dari bahu Renjun dengan cara di sentak ke samping. Membuat Renjun terjatuh, dan tidak sengaja tangan-nya tertusuk pecahan kaca.

"Bereskan itu! Dan kalau sampai kejadian ini terdengar di telinga Eomma? Aku akan membuat hidup-mu tidak akan tenang!" Ancam Jeno, lalu pergi dari hadapan Renjun.

Renjun meringis ketika dirinya berusaha mencabut pecahan kaca yang menusuk tangan-nya. Setelah terlepas, baru-lah dia membereskan kekacauan yang telah ia lakukan.

DIFFERENT - NORENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang