2. Why?

358 29 0
                                    

"Oke anak-anak, pelajaran sampai sini. Jangan lupa kerjakan tugas dari saya. Kalau kalian tidak mengerjakan tugas dari saya, kalian tidak boleh mengikuti ujian praktek. Mengerti?!" Ucap Sooyoung, guru bahasa.

"Baik bu." Jawab semua siswa secara serentak.

Semua siswa pun akhir-nya bergegas meninggalkan ruang kelas mereka. Termasuk Renjun yang saat ini sudah selesai memasukkan alat tulis-nya ke dalam tas, dan bersiap untuk jalan keluar kelas.

Jika siswa lain dengan mudah dan gampang-nya keluar kelas begitu bel pulang, berbeda dengan Renjun.

Renjun selalu di hadang oleh para siswa yang ada di sini. Tidak perduli apakah itu perempuan atau laki-laki, pasti ada saja yang mencegah Renjun. Entah hanya untuk menyuruh dirinya untuk membawakan tas, atau membuli diri-nya.

Sama hal-nya dengan apa yang di lakukan Jeno saat ini. Saat ini, Jeno sudah menarik Renjun menuju ruangan yang sangat sepi di sekolah ini.

Ehem, baru saja Renjun melangkahkan kaki-nya satu langkah ingin keluar, tangan-nya sudah di tarik. Renjun yang takut dengan Jeno pun hanya bisa diam, dan mengikuti ke mana Jeno membawa diri-nya, serta berdoa supaya tidak terjadi hal buruk kepada diri-nya.

"Jen----Jeno. Ada apa membawa-ku kemari?" Tanya Renjun dengan tergagap, seraya kepala yang terus menunduk sedari tadi. Tidak memiliki kekuatan untuk mengangkat wajah-nya. Ia terlalu takut untuk melihat Jeno.

"Bisa gak sih lo pindah?" Sarkas Jeno, menatap geram Renjun yang terus menunduk.

"Jeno maaf, aku tidak bisa mengabulkan keinginan-mu yang satu itu." Ucap Renjun penuh penyesalan.

Kalau boleh ia memilih, ia lebih memilih pindah dari sekolah ini. Ah tidak, bahkan Renjun berniat pindah dari negara ini. Tapi ia tidak bisa! Appa-nya tidak mengizinkan dia pergi dari sini.

"Kenapa tidak bisa bodoh?! Aku sudah mengatakan dari awal bukan? Dari awal kau masuk ke dalam sekolah ini, aku sudah memberitahu-mu untuk pergi dari sini! Kenapa tidak mendengarkan aku?!" Geram Jeno yang makin menyudutkan Renjun.

Renjun menunduk, tubuh-nya sudah sangat bergetar karena Jeno. Mendengar teriakan Jeno yang sangat berat.

"Aku---aku juga sudah berusaha meminta kepada Appa-ku untuk pindah. Tapi--"

"Bukan-kah aku sudah katakan kepada-mu, aku sangat tidak ingin mendengarkan alasan apapun yang keluar dari mulut-mu?!" Teriak Jeno, yang langsung menarik paksa alat pendengar yang ada di telinga Renjun. Membuang-nya ke bawah, lalu menginjak alat itu hingga hancur.

"Lebih baik kau tidak mempunyai alat ini, kalau kau tidak bisa mendengarkan-ku. Dasar tuli! Sangat menyebalkan sekali berbicara kepada-mu." Sarkas Jeno.

"Argh--- Jeno, sakit." Rintih Renjun di saat Jeno menarik rambut-nya kua-kuat.

"Tch! Aku harap orang tuli seperti diri-mu, cepat di musnahkan dari dunia ini!" Ucap Jeno, yang langsung menyentakkan tangan-nya kuat-kuat, lalu pergi meninggalkan Renjun.

Renjun meringis. Ia langsung memegang kepala bagian belakang-nya . Dapat ia rasakan ada seduatu yang mengalir dari belakang kepala-nya, begitu kepala-nya terbentur dinding, karena ulah Jeno.

Setelah memastikan Jeno sudah pergi dari sekolah, baru-lah Renjun bergegas jalan keluar sekolah.

Menapakkan kaki-nya menelusuri jalan menuju halte bus. Sampai di halte bus, Renjun langsung naik. Kebetulan ketika Renjun sampai, bus sudah ada di sana. Jadi, Renjun langsung naik ke dalam bus.

---

Setelah beberapa menit menempuh perjalanan pulang, Renjun pun akhir-nya sampai di rumah-nya.

"Aku pulang." Teriak Renjun, yang sangat percuma.

Pasal-nya tidak ada yang perduli dengan kepulangan-nya, kecuali satu orang.

"Injun-ah, kau sudah pulang?" Pekik seorang wanita yang baru saja datang dari arah dalam.

"Apakah masih sakit? Tadi aku melihat Jeno mencengkram rambut-mu sangat kuat. Sini aku periksa." Ucap wanita itu yang langsung memeriksa rambut belakang Renjun.

"Ssshh. Pelan-pelan Nana." Peringat Renjun kepada Jaemin, atau yang sering di panggil Nana.

"Ya ampun tuhan!" Pekik Jaemin yang terkejut melihat darah yang mengalir di kepala belakang Renjun.

Tanpa menunggu apapun, Jaemin langsung membawa Renjun duduk di sofa ruang keluarga.

"Kau tunggu di sini. Aku akan mengambilkan p3k untuk-mu." Ucap Jaemin, yang langsung pergi meninggalkan Renjun.

Renjun yang tidak tau apa yang di katakan Jaemin, dia hanya bisa diam, menunggu kedatangan Jaemin.

Renjun juga memeriksa kepala-nya yang ternyata darah-nya masih mengalir, walaupun tidak sebanyak tadi. Sungguh, ia sangat pusing saat ini. Daritadi, kepala-nya sungguh pening.

"Sangat sakit ya?" Tanya Jaemin yang baru saja datang, melihat Renjun yang tengah meringis.

Jaemin langsung duduk di samping Renjun. Menaruh kotak p3k di atas meja, lalu membalikkan tubuh Renjun menjadi membelakangi diri-nya, agar dia bisa lebih mudah mengobati-nya.

Dengan telaten, Jaemin mengobati luka Renjun. "Kenapa tadi tidak mau di bawa ke UKS. Kalau kau mau-kan jadi tidak seperti ini Injun-ah." Ujar Jaemin.

Tidak ada sahutan dari Renjun, sukses membuat Jaemin terdiam sejenak. Jaemin langsung melihat telinga Renjun. Tidak ada alat pendengar-nya.

"Jung Jeno!" Geram Jaemin. Jaemin sudah tau kalau Jeno yang mengambil atau bahkan menghancurkan alat pendengar Renjun.

Akhir-nya Jaemin memutuskan untuk diam, mengobati luka Renjun.

Setelah selesai, Jaemin langsung membereskan obat dan peralatan lain-nya yang telah ia keluarkan.

"Segera istirahat. Aku akan membawakan makanan, minuman, serta obat pereda pusing untuk-mu. Ingat! Jangan membasahkan dulu rambut-mu sampai luka-nya mengering. Arraseo?" Ucap Jaemin melalui bahasa tubuh, atau yang lebih tepat-nya bahasa untuk tuna rungu.

Renjun menganggukkan kepala-nya di sertai senyuman yang mengiasi wajah-nya. "Terima kasih Nana." Balas Renjun, melalui gerak tubuh juga.

Renjun langsung bergegas masuk ke dalam kamar-nya, sementara Jaemin pergi menaruh kotak p3k ke tempat semula.

Sampai di kamar, Renjun langsung mendudukkan bokong-nya ke atas kursi ruang kamar-nya. Menghela nafas-nya dalam-dalam, lalu menghembuskan nafas-nya secara kasar.

Netra-nya langsung menangkap foto sang Eomma yang terpampang di dinding kamar-nya.

"Eomma, Injun sangat lelah." Ucap Renjun, yang langsung berbicara terus terang kepada foto mendiang sang Eomma.

"Apakah benar Injun tidak pantas hidup di dunia ini? Lantas, kenapa tidak Injun aja yang pergi? Kenapa harus Eomma yang pergi? Bukan-kah Eomma yang lebih pantas hidup di dunia ini? Kata Appa, Eomma itu orang yang sangat sempurna. Tidak ada kecacatan di tubuh Eomma. Tapi kenapa dokter malah menyelamatkan aku di banding Eomma?"

DIFFERENT - NORENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang