4. Because of Me

271 21 0
                                        

"Tuli!" Teriak seorang pria yang sukses membuat Renjun menghentikan langkah-nya.

Renjun membalikkan tubuh-nya, menatap Jeno yang sedang duduk di pinggir lapangan.

Melihat lambaian tangan Jeno, yang mengisyaratkan diri-nya untuk datang, Renjun langsung menghampiri Jeno. Ia tidak mau terkena masalah dengan Jeno. Jadi, dia langsung menghampiri Jeno.

"Ada apa?" Tanya Renjun.

"Belikan aku ice choco 5, aku tunggu dalam waktu 3 menit." Ucap Jeno, seraya melempar beberapa lembar uang ke hadapan Renjun.

Tanpa tunggu, Renjun langsung memungut uang yang berserakan, lalu pergi ke kantin.

"Ahjussi, tolong ice choco-nya 5." Ucap Renjun yang sedabg terengah karena berlari.

Sang penjual pun segera melayankan pesanan Renjun. "Jangan lama-lama ya Ahjussi." Pinta Renjun yang masih berusaha mengontrol pernapasan-nya.

Bayangkan saja, kelas mereka baru saja menyelesaikan pelajaran olahraga. Tapi dia malah langsung di suruh berlari.

Renjun mendecak, kaki-nya bergerak gelisah. Sedari tadi ia melihat jam yang ada di ponsel-nya, agar mengetahui waktu yang telah di tentukan Jeno.

"Ahjussi, tolong percepat sedikit ya." Pinta Renjun.

Renjun terus menunggu dengan keadaan gelisah.

"Ini non." Ucap sang penjual.

Renjun langsung mengambil ice choco, dan memberikan uang ke penjual. "Kembalian-nya ambil aja Ahjussi. Kalau kurang, nanti aku kembali." Ucap Renjun yang langsung pergi dari kantin.

Renjun mulai berlari secepat kilat, sampai akhirnya ia tiba di hadapan Jeno. "Ini-- ice choco yang kau pinta." Ucap Renjun dengan terpatah-patah.

Jeno yang melihat itu pun langsung mengambil satu gelas ice choco. "Yang 4 itu kau minum. Aku akan kasih waktu selama satu menit. Kalau tidak habis? Ada hukuman yang menanti diri-mu." Titah Jeno.

Renjun langsung meminum ice choco, sesuai perintah Jeno. Minum ice choco dengan tergesa.

*uhuk uhuk* Renjun tersedak karena minum-nya yang terlalu cepat.

Baru saja Renjun ingin meminum minuman yang ketiga, Jeno sudah lebih dulu mengambil dua minuma yang ada di tangan Renjun.

Membuka tutup gelas itu, dan langsung menuangkan-nya ke atas kepala Renjun. "Kau gagal. Waktu yang telah di tentukan habis, tapi kau belum menghabiskan ice choco-nya." Ujar Jeno.

Renjun terkejut, ia langsung menundukkan kepala-nya, ketika ice choco itu jatuh di atas kepala-nya.

"Maafkan aku." Ucap Renjun.

"Bodoh! Untuk apa kau minta maaf kalau ujung-ujungnya kau mengulangi-nya lagi?!" Sentak Jeno.

"Maafkan aku." Ucap Renjun sekali lagi. Ia tidak tau harus mengucapkan kata apalagi untuk Jeno.

Jeno mendecih. "Tch! Dasar tuli tidak berguna!" Maki Jeno, lalu pergi dari hadapan Renjun.

"Hffftt. Aku tidak membawa shampoo." Lirih Renjun.

Renjun langsung bergegas pergi dari lapangan menuju loker-nya. Sampai di loker, Renjun langsung mengambil baju ganti, handuk kecil, dan sisir. Setelah selesai, ia langsung pergi ke kamar mandi.

Sampai di kamar mandi, Renjun langsung membilas kepala-nya yang terkena ice choco. Terasa sangat lengket. Apalagi Renjun tidak memakai shampoo karena ia lupa membawa-nya.

*cklek* suara pintu kamar mandi yang terbuka, sempat membuat tindakan Renjun terhenti.

"Ini untuk diri-mu." Ucap Jaemin, yang baru saja masuk, seraya memberikan satu sachet shampoo untuk Renjun.

"Terima kasih. Kau bisa kembali ke kelas." Titah Renjun, mengambil shampoo pemberian Jaemin, lalu mengusir Jaemin.

"Kenapa tidak di lawan Njun? Kau menguasai berbagai jenis bela diri. Kenapa tidak kau lawan?" Tanya Jaemin.

"Kau tidak tau bagaimana rasa-nya Na. Kau bisa berbicara seperti itu, karena kau tidak merasakan apa yang orang lain rasakan." Balas Renjun.

"Renjun--"

"Pergilah. Nanti orang lain melihat atau mendengar percakapan kita. Aku tidak mau memasukkan-mu ke dalam masalah-ku. Appa bisa mengomel." Peringat Renjun.

Jaemin terdiam, lalu menghela nafas-nya kasar. "Baik-lah, jaga diri-mu baik-baik." Titah Jaemin, yang lebih memilih untuk mengalah, dan menuruti apa perkataan Renjun. Ia memilih untuk pergi dari kamar mandi.

Renjun menghela nafas-nya lega begitu melihat Jaemin telah pergi. Ia tidak mau memasukkan orang lain ke dalam masalah-nya.

Setelah selesai membersihkan rambut-nya, Renjun langsung bergegas mengganti baju-nya. Dari pakaian olahraga, menjadi seragam biasa.

Setelah mengganti baju, Renjun langsung bergegas untuk kembali ke kelas-nya.

Berjalan menelusuri koridor sekolah, sampai akhir-nya ia tiba di depan pintu kelas-nya. Di ketuk terlebih dahulu pintu kelas-nya, untuk memastikan apakah ada guru atau tidak.

"Yang terlambat? Jangan ikut ke dalam pelajaran Ibu!" Teriak dari dalam.

Helaan nafas keluar begitu saja dari mulut Renjun. Padahal ia hanya ingin bersekolah serta belajar di sini dengan tenang. Tapi kenapa tidak bisa? Dan rasa-nya sangat sulit untuk menggapi itu.

Perlahan, Renjun langsung mendaratkan kaki-nya menuju kantin sekolah. Sungguh, tadi pagi ia belum sempat sarapan. Sudah di suruh olahraga, dan di suruh Jeno. Untung saja fisik-nya kuat, sehingga ia tidak pingsan. Bisa repot kalau pingsan. Tidak akan ada yang mau menolong-nya, dan Renjun yakin diri-nya akan berada di tempat semula, karena tidak ada yang membawa-nya ke uks. Maka dari itu, dengan sekuat tenaga Renjun bertahan untuk tidak pingsan.

Renjun mulai memesan makanan pada petugas kantin. Ia tidak perduli kalau waktu makan belum tiba. Yang terpenting diri-nya mempunyai uang untuk membeli makanan.

Ia bersyukur kepada sang Appa. Walaupun Appa-nya membenci diri-nya, ia tidak pernah untuk tidak memberikan uang jajan kepada Renjun. Ia selalu memberikan uang jajan kepada Renjun. Ya walaupun tidak sebanyak yang Appa-nya berikan kepada Jaemin. Ia cukup bersyukur akan hal itu.

Ah, mengenai sang Appa membenci diri-nya? Renjun tidak tau apakah Appa-nya benar-benar membenci diri-nya atau tidak.

Yang jelas, Appa-nya pernah berkata kepada diri-nya kalau Appa-nya membenci diri-nya, karena dia-lah yang sudah membuat Eomma-nya pergi.

Sang Eomma yang lebih memilih pergi untuk menyelamatkan diri-nya. Padahal Yuta sudah memberitahukan kepada sang Eomma dan sang dokter. Selamatkan Ibu-nya, jangan anak-nya. Karena anak bisa di buat, tapi kalau istri tidak - begitu kata Yuta.

Bagaimana perasaan Renjun kala mendengar itu? Tentu saja sakit. Keberadaan dan kehadiran-nya tidak di harapkan oleh sang Appa.

Dia masih bertahan di kediaman rumah Nakamoto, serta bertahan di dunia ini karena surat wasiat yang Winwin berikan kepada Yuta. Winwin, sang Eomma meminta Yuta untuk merawat dan mengurus Renjun.

Karena surat itu, Yuta dengan terpaksa merawat Renjun melalui baby sister. Tidak dengan Yuta yang secara langsung merawat-nya.

DIFFERENT - NORENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang