~BAB I

20 4 2
                                    

5 tahun telah berlalu.
Sejak peristiwa ‘aneh’ itu terjadi, ekosistem dunia berubah drastis. Kekuatan aneh yang mulai bersemayam di tubuh manusia menjadikan mereka spesial. Sebuah ledakan misterius di samudra pasifik, menyebarkan kekuatan aneh. 
Aku tahu ini aneh, mungkin beberapa orang tua menganggap itu semua sebatas dongeng ataupun mitos belaka. Namun, beberapa tahun belakangan ini, sebuah fenomena ‘aneh’ lainnya terjadi kembali.
Munculnya portal-portal di penjuru kota.
Tak terhitung banyaknya, diperkirakan akan terus muncul.
Para monster keluar dari portal itu.
Pihak berwajib kewalahan menghadapinya, bahkan pihak militer tak sanggup membasmi para mosnter itu.
Dunia membentuk organisasi untuk mengatasi fenomena aneh tersebut.
Dibentuklah organisasi yang beranggotakan orang-orang yang terkena kekuatan aneh dari 5 tahun lalu.
Peristiwa ini disebut-sebut sebagai dari ‘awal berdarah’, banyak warga sipil yang menjadi korban. Banyak kota yang tak sempat diselamatkan telah menjadi lautan api. Mungkin, fenomena ini akan segera berakhir, tetapi, seluruh saksi mata yang berhasil selamat akan mengalami trauma terhadapnya.
Dunia telah mengapresiasi kinerja mereka.
Lantas dunia memperkenalkan mereka sebagai pemburu. Mereka adalah profesi baru bagi orang-orang yang terkena kekuatan aneh itu. Sejak peristiwa ini berkahir, banyak orang yang menjadi pemburu karena telah terinfeksi kekuatan aneh ini.
Tak terkecuali aku.
Namun, sepertinya jalanku sebagai pemburu agak berbeda.

“Kak, bangun! Katanya ada pekerjaan pagi ini, kalau nanti telat, terus gak dapat uang, pintu rumah akan kukunci.”
“Eh,”
Aku masih ingin tidur.
Badanku masih terasa pegal berkat pekerjaanku. Aku resmi menjadi pemburu tahun ini.
Aku tak mengira akan diberi pekerjaan seberat itu walaupun masih pemula.
“Kenapa mukamu itu? Hahaha, kupikir memang kamu tidak cocok menjadi pemburu. Masa’ membawa tas saja tidak bisa.”
“Bodo amat! Lagian, kalau aku tak menjadi pemburu, darimana aku bisa membayar sewa apartemen ini. Kau juga takkan makan, mau?”
Sena mendengus dari sofa.
“Iya, iya, kakakku memang terbaik. Aku sudah siapkan sarapan, jangan lupa makan sebelum berangkat.”
“Ah, uang sekolahmu sudah kubayar bulan ini. Jadi kau bisa mengikuti tesnya, jangan lupa belajar juga.”
Waktu berjalan begitu lambat.
Aku melihat sekelompok anak muda yang sedang mengobrol santai, lalu aku membayangkan di belakang mereka para mosnter muncul dari portal dan menyeret mereka tanpa tersisa.
Aku sering berkhayal sejak mendapat kekuatan ini.
“Hei! Perhatikan langkahmu dong!”
“Ah, maaf.”
Aku baru saja menabrak seorang pria kantoran yang sepertinya sedang terburu-buru.
Aku melihat jam tanganku, pukul 7 pagi.
Sepertinya masih agak pagi untuk pekerja kantoran masuk.
Tapi, waktunya sudah mepet dengan pekerjaanku.
Aku berlari melewati gedung-gedung kota yang tinggi menjulang. Sinar matahari seolah selalu mengejarku.
Aku sampai di sebuah bangunan proyek yang setengah jadi.
Cukup dingin sehinnga aku bisa berteduh sebentar. Setidaknya, aku ingin berteduh sebentar.
“Hei, Yuki, siapa suruh kau berteduh di sini?! Kami semua sudah menunggumu daritadi!”
Semua orang menatapku dengan wajah suram nan kecut.
Orang bertubuh besar memberiku tas besar yang berisi peralatan-peralatan tempur seperti pedang, busur, dan perisai.
“Kau tidak lupa tugasmu kan?”
Ya, pekerjaanku adalah sebagai kurir, em, lebih tepatnya seorang budak mungkin?
Ya, untuk tingkatanku sekarang, pekerjaan ini yang paling menghasilkan uang banyak. Aku tak perlu terjun ke medan perang, melawan para monster itu. Bahkan, aku tak bisa mengayunkan pedang sekalipun.
Kami semua berangkat mennuju portal.
Portal ini adalah peringkat d, setahuku, monster di sini levelnya tak jauh berbeda dengan peringkat e. Aku mengikuti rombongan dari belakang, menyediakan minuman dan senter.
Lagipula, portal ini memanjang seperti gua bawah tanah.
Cukup pengap dan pandangan semua orang menjadi terbatas.
“Sejauh ini belum ada monster yang kelihatan, walau begitu, kita harus tetap berhati-hati.”
Sang kapten mulai bersuara untuk meningkatkan semangat lainnya.
Akhirnya moral mereka kembali lagi.
Sudah sekitar 10 menit tim ini menelusuri portal, belum ada tanda apapun dari monster-monster rendahan maupun ruangan bos. 
Di depan, ada dua jalan yang terpisah. Kapten memutuskan untuk membagi tim menjadi dua. Tim kapten berjumlah 8 orang sedangkan yang satu lagi berjumlah 12 orang termasuk aku.
“Aku rasa, ini bukan ide bagus kapten.”
“Ini yang terbaik.”
Ah, rasanya ucapanku tak dianggap.
“Lihat si Yuki, sebenarnya aku kasihan melihatnya membawa barang begitu banyak. Walaupun dia ikut bertarung, mungkin dia yang menjadi santapan pertama kali.”
“Ya, lagipula, dia itu peringkat e yang paling bodoh. Aku tak pernah melihat orang bodoh seperti dia.”
Aku hanya mendengarkan dan, lebih baik kupendam saja.
Suatu hari nanti, aku pasti akan menjadi kuat dan menghajar mulut mereka.
“Baiklah, ayo berpencar!”
Semua tim langsung bergegas menelusuri dua jalan bercabang itu, yang entah ada apa di ujungnya.
Sementara di timku, kami mengalami kondisi yang cukup buruk.
Bebatuan menimpa beberapa anggota di depan dan kami cukup sulit untuk mengangkat bebatuan itu.
Walaupun aku tak ikut membantu, hehe.
Aku bersandar di dinding yang setidaknya takkan runtuh jika terkena beban. Aku menyoroti bagian belakang, takutnya ada sesuatu yang diluar kemungkinan.
Wakil kapten yang mengomandoi tim ini berusaha keras mengangkat bebatuan, dia seorang pria tangguh. Dia terus-terusan berteriak dan itu membuatnya terlalu menggema.
“Pasti berat ya?”
Ini Noir, seorang pemburu yang mempunyai kelas penyembuh. Aku tak begitu akrab dengannya. Karena kami sama-sama berjalan di barisan belakang, Noir kadang-kadang menyapaku.
“Kita sudah menghabiskan banyak waktu di dalam sini. Bahkan aku tak yakin bisa menyelamatkan semuanya.”
“Kelas penyembuh, ya? Kau tahu, kelasku bahkan tak bisa terlihat. Jadi, misalnya aku suatu saat memiliki kelas, mungkin aku bisa maju ke medan perang.”
Noir tertawa cekikikan.
Dia sedang menertawai tekadku.
“Kalau tak salah, terakhir kali kau berada di peringkat d bukan? Apa yang akan kau lakukan setelah penyerbuan ini selesai?”
“Aku? Mungkin aku tetap akan menjadi penyem-“
Gua ini berguncang-guncang kembali hingga menyebabkan beberapa batuan dari atas runtuh dan mengenai separuh rombongan.
6 orang takkan kuat mengangkat batu-batu besar sialan itu.
Wakil kapten tampak gelisah karena situasinya yang tak kunjung membaik. Kalau sampai begini terus, semua rombongannya akan mati.
“Noir, kami butuh bantuanmu!”
“Baiklah, aku segera kesana! Yuki, aku akan kembali nanti.”
“Ya, aku tahu.”
Aku melemparkan sebotol minuman saat dia berlari menuju yang terluka.
Aku membuka isi tas untuk mengecek persediaan obat-obatan dan mungkin beberapa suplai makanan untuk dibagikan. Sebelum itu, aku harus melapor kepada wakil ketua.
“Ah, kalau tak salah namamu Yuki kan? Ada apa kau kemari?”
“Saya meminta izin untuk membagikan suplai makanan dan beberapa obat.”
“Kalau begitu, tinggalkan saja tas itu di sini, aku punya hal lain yang lebih penting untuk kau laksanakan.”
Sebuah misi rahasia.
“Baiklah.”
Setelah aku menaruh tas yang sangat berat itu, wakil kapten mengajakku menjauh dari rombongan.
“Sip, sepertinya yang lain takkan mendengar.”
Wakil kapten mengeluarkan selembar kertas yang tergulung dan tersegel.
“Ini tugasmu, antarkan surat ini ke rombongan kapten.”
“Baiklah...tapi, apa isi surat ini?”
“Kau tidak perlu tahu. Yang harus kau lakukan adalah mengatar surat ini sampai kepada kapten, paham?!”
“Paham!”
“Baiklah, aku mengandalkanmu.”
Wakil kapten kembali ke rombongannya dengan wajah yang agak santai sekarang. Beberapa kerutan di wajahnya hilang setelah ia mengeluarkan sepucuk surat ini.
Semakin penasaran, semakin ingin aku membukanya.
Tetapi aku harus menaati perintah, aku segera berlari dengan membawa satu senter tangan menelusuri jalan gua.
“SSSH”
Aku baru saja mendengar desisan.
Tetapi sepertinya aku tak melihat apapun sejauh mata memandang, atau...memang hanya aku yang berkhayal saja.
Sesampainya di rombongan kapten, aku melihat pemandangan yang jauh berbeda ketimbang rombongan milik wakil kapten.
Mereka terlihat bersantai-santai sambil menginjak-injak bahkan memotret beberapa bangkai monster berbentuk laba-laba.
Saat kapten melihat kedatanganku, dia terlihat sedikit was-was dan khawatir.
“Kenapa kau disini? Bagaimana dengan rombonganmu? Jangan bilang kau kabur dari mereka dan tersesat sampai disini.”
“Tidak, itu tak mungkin terjadi. Aku hanya melaksanakan perintah dari wakil kapten.”
“Leonard menyuruhmu kemari? Ada apa dengannya? ”
“Sepertinya sesuatu yang sangat penting untuk kapten. Ini, surat dari wakil kapten. Tenang saja, aku sama sekali belum melihatnya.”
Kapten langsung menyambar surat itu dari tanganku.
Aku menerka-nerka apa isi surat itu dari raut wajah sang kapten.
Mula-mula wajahnya terlihat biasa saja, namun sekarang berubah menjadi dingin.
Aku semakin penasaran dengan isi suratnya.
“Pasukan, segera berkumpul! Setelah ini, kita akan berkumpul dengan wakil kapten untuk menuju ke ruangan bos. Kita tak boleh menghabiskan banyak waktu, mereka sudah sampai batasnya.”
“Apa...apa yang akan terjadi dengan mereka?”
“Aku tak tahu...tetapi, jika Leonard berkata seperti itu, maka itu akan menjadi kenyataan.”
6 orang ini bersiap-siap berangkat menuju ujung lain dari gua ini.

“Apa yang terjadi di sini?!”
Semua orang terkejut melihat kondisi dari rombongan wakil kapten.
Sejujurnya, akupun masih tak percaya bagaimana ini semua bisa terjadi.
“Yuki, apa kau melihat sesuatu yang aneh sebelum meninggalkan rombongan.”
“Sesuatu yang aneh?”
“Ya, semacam..suara aneh.”
Aku teringat desisan itu. Hanya saja, aku tak yakin apakah aku mendengarnya atau suara itu hanya sekadar hal lazim di gua bawah tanah.
“Kumpulkan barang-barang yang masih tersisa! Bagaimanapun caranya, kita harus bisa mengidentifikasi mayat-mayatnya.”
Semuanya telah menjadi kubangan darah.
Berbau anyir, dan juga membuat perutku bergetar tanpa sebab.
Reaksi kapten terlihat biasa saja, sepertinya dia tak mau membebani lainnya. Dia tahu bahwa hal seperti ini bisa saja terjadi kapan saja kepadanya.
Dia menepuk pundakku sambil sambil menatap lurus.
“Yuki, kudengar kau peringkat e, benarkah itu?”
“Ah, ya, memang benar aku peringkat e. Ada apa memangnya kapten menanyakannya?”
Kapten membalas pertanyanku dengan senyuman ledekan.
Aku tahu kapten, aku memang tak bisa berbuat apapun.
“Bukan apa-apa.”
Terasa ada nada getir barusan di suaranya.
“Yuki, kau bantu yang lainnya membersihkan area ini. aku akan menelusuri jalan depan terlebih dahulu. Kau masih punya senter?”
“Ah, ini.”
“Sampaikan ke Marcus, ‘aku duluan’.”
Getaran besar terjadi lagi.
Kali ini cukup besar hingga membuatku terjatuh kehilangan keseimbangan.
Setelah kutengok kembali, kapten sudah menghilang.
Jangan bilang jika kapten sengaja membuatnya untuk menyembunyikan jejaknya.
Daripada memikirkan itu, aku harus cepat bergabung dengan lainnya.
“Hey, cepat bantu angkat ini!”
Para anggota lainnya saling berteriak. Walaupun mereka hanya 6 orang, aku merasa bahwa mereka punya tenaga setara dengan satu squad penuh.
Aku sudah mencoba membantu mengangkat batu-batu besar itu. Alhasil beberapa tulang belakangku terasa patah dan membuatku tak bisa benar-benar mengangkatnya.
Marcus juga menyuruhku untuk melakukan hal lainnya seperti memunguti barang-barang yang sekiranya masih berharga.
Dari percakapnku dengan Marcus tadi, sepertinya ia sudah memprediksi jika kapten akan bertindak sembrono.
Dilihat dari sikapnya, sepertinya Marcus adalah tangan kanan kapten setelah wakilnya.
Bicara soal wakil kapten, aku belum melihat mayatnya.
Seharusnya ia memakai baju zirah yang paling mencolok karena kuyakin tugasnya adalah memancing para monster.
Aku memutari wilayah ini berkali-kali, sampai aku mendengar rintihan ‘meminta tolong’.
Aku melihat kearah anggota lainnya, sepertinya mereka masih sibuk mengangkat batu-batu itu. Marcus juga terlihat telah berusaha keras memenuhi tanggung jawabnya. Dia terus-terusan memberi perintah lainnya.
Awalnya, aku mengabaikan suara rintihan tadi.
Lama-kelamaan, rintihan itu membuatku terasa terbebani.
Aku menerima sebuah pandangan yang sangat berbeda. Pandangan yang hanya bisa terlihat di barisan depan, barisan penunggu maut.
Aku melihat segerombol monster laba-laba yang tibatiba menyerang saat orang-orang sedang mencoba mengangkat batu-batu besar yang menimbun beberapa orang di bawahnya.
Lalu pandangan ini berubah lagi.
Sekarang aku melihat adegan kejar-kejaran dengan mosnter laba-laba tadi. Orang ini melaju kencang kearah ujung lainnya dari gua ini.
Kalau tidak salah, kapten menyebutkan dia akan pergi ke ruang bos setelah ini
Lalu pandangan itu berhenti, dan rintihan itu juga menghilang.
Aku menyandarkan tubuhku ke dinding gua.
Aku mengatur nafasku yang tersenggal akibat melihat pandangan megerikan tadi.
Aku mencoba tak membayangkannya jika orang itu adalah aku.
Sungguh mengerikan.
Sangat sangat tak bisa dibayangkan.
Pasti aku akan menjadi santapannya yang pertama.
Aku meraba bagian punggung belakangku, lalu aku teringat jika tasku kutinggalkan sebelum aku berangkat menuju rombongan kapten.
Berarti semua barang-barangku ada di sana.
Masalahnya, aku tak melihatnya sedari tadi.
Saat aku mencoba berdiri setelah cukup beristirahat, sebuah tangan tiba-tiba menyentuhku.
Tubuhku tak bisa bergerak, itu yang kurasakan.
Bukannya tak bisa bergerak secara artian yang sebenarnya, hanya saja sekarang rasa takut menjalar ke semua tubuhku.
“Tenang saja Yuki, ini aku.”
Suara ini terdengar cukup familiar di telingaku.
Ah, aku baru saja mendengarnya tepat sebelum aku meninggalkan rombongan.
“Noir? Apakah itu kau Noir?”
“Ya, ini aku.”
“Kalau begitu syukurlah kau bisa-“
Kata-kataku terhenti.
Aku tak bisa melanjutkannya padahal sudah ada di ujung lidahku.
Mataku tak bisa menoleh lagi saat aku melihatnya.
Keadaan Noir yang sangat buruk.
Tubuh bagian atasnya terlihat masih utuh, tetapi tubuh bagian bawahnya sudah hilang saja. Dia berbicara dengan cukup lancar padahal kondisinya sedang sekarat.
Darah mengalir pelan dari ujung bibirnya.
“Simpanlah ini, ku..kumohon.”
Noir menyerahkan sebuah kotak yang sepertinya sudah ia lama bawa padahal kondisinya sedang berada di ambang kematian.
Hatiku sesak seketika.
“Ini, titipan dari wakil kapten. Katanya harus kuserahkan....kuserahkan kepadamu untuk-“
“Untuk apa? Hei Noir, Noir?!”
Noir sudah tiada, tanpa harus dijelaskan bagaimanapun aku sudah bisa melihatnya.
Dia masih melakukan tugasnya sampai nafas terakhirnya.
Aku mengambil kotak itu dari tangannya.
Kotak ini terkunci.
“Apa yang harus kulakukan dengan kotak ini Noir?”
Tak terasa aku mengeluarkan air mata di depannya.
Kami belum lama dekat.
Dia yang selalu tersenyum kepadaku.
“Kenapa? Kenapa aku harus kehilanganmu sebelum kita sempat menjadi teman?”
Marcus berteriak memanggilku.
“Selamat tinggal, Noir.”

Setelah membereskan sisa-sia mayat dan batuan besar itu, kapten datang entah darimana dan langsung memberikan perintah untuk berkumpul.
Kapten berencana untuk menyerang bosnya langsung, hanya dengan 6 orang.
Tentu saja, semuanya setuju dengan rencanaya. Mereka semua percaya kepada kaptennya.
Sebelum berangkat, kapten sempat berbisik sesuatu kepada Marcus.
Aku tak bisa mendengarnya.
Kupikir tak baik menguping, jadi aku bersikap acuh saja setelahnya.
Kami sampai di ruangan bos yang sangat besar.
Aku tidak berekspektasi ruangannya akan sebesar ini.
Ukurannya bahkan jauh lebih besar dari taman kota.
Tetapi di dalamnya sangat gelap bahkan jauh lebih gelap dari jalan-jalan sebelumnya.
“Cukup sepi di sini, aku jadi curiga. Semuanya, ayo kita berpencar!”
“Baik!”
Eh, aku tak tahu harus ikut dengan siapa.
Semuanya cukup antusias dengan perburuan ini.
“Kenapa, kau kelihatannya bingung?”
“Ah, Marcus. Begini, aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Aku bahkan tak bisa bertarung. Mungkin aku malah merepotkan kalian semua.”
“Kau merasa terbebani ya. Baiklah, kurasa kau boleh ikut denganku.”
“Eh, tapi aku akan merepotkanmu, bukan, aku pasti akan merepotkanmu.”
“Tidak masalah, lagipula sepertinya aku juga butuh teman mengobrol.”
Marcus tersenyum menanggapiku.
Dia tak terlihat terpaksa atau memandang diriku itu tak berguna.
“Curang. Mana bisa aku menolaknya.”
“Kalau begitu, ayo kita periksa daerah sini. Tolong terangi jalannya ya.”
Marcus terlihat santai padahal aku lihat semuanya tampak tegang.
Kupikir dia sangat dewasa sekali.
“Kau tahu Yuki, sekarang kapten sangat tertekan sekali.”
“Kapten? Tertekan? Tapi saat aku melihatnya, dia tampak sama sekali tak bermasalah.”
“Begitulah dia, kapten selalu saja menanggungnya sendirian. Kuyakin pasti dia yang akan merasa bersalah dengan meninggalnya rombongan wakil kaptennya, apalagi sampai kehilangan tangan kanannya yang berharga. Aku tak pernah melihat kapten sepercaya itu kepada seseorang selain wakil kapten.”
“Itu, hal yang tak kuketahui.’
“Benar, kan. Lagipula kapten itu sangat menyusahkan kalau  dirinya sudah tertekan.”
“Masa, kupikir dia sangat hebat.”
“Hei, Yuki. Kuberitau kau satu hal yang sangat penting.”
Marcus memberhentikan langkahnya dan menatap tajam mataku.
Dia mengambil senter dari tanganku dan menyoroti wajahnya sendiri dari bawah.
“Kapten itu adalah manusia, tak lebih dan tak kurang. Kalau kau merasa bahwa seorang kapten bisa melakukan apa saja tanpa bantuan bawahannya, kau salah. Dia selalu bergantung kepada bawahannya. Dia hanya terlalu berusaha menjadi yang terbaik.”
“Manusia, ya. Aku tak tahu betapa beratnya tugas kapten. Bahkan akku tak tahu betapa mengerikannya menjadi petarung. Berhadapan langsung dengan jurang kematian yang bisa saja berhembus tanpa kita mengetahuinya.”
“Baguslah kalau kau berpikir seperti itu.”
Saat itu, aku tak tahu apa yang dimaksud oleh Marcus.
Aku hanya mengutarakan pikiranku yang dari tadi berputar-putar tak jelas.
Sepertinya aku hanya ingin melupakan Noir saat itu.
Kami terhenti karena kami sudah mencapai ujung ruangan.
Sepertinya yang lainnya juga sudah mencapai ujung.
Kapten berteriak dari tengah ruangan sambil mengibarkan bendera grupnya.
“Ayo, kita harus segera berkumpul.”
Marcus menarik tanganku.
Lalu dia berari dengan sangat kencang.
Sementara kapten menjelaskan situasinya kepada lainnya, aku mengamati sebuah batu yang terletak di depan pintu masuk.
Saat memasuki ruangan ini, semuanya mengacuhkan batu itu.
Kupikir mereka akan bertaruh bahwa itu hanyalah sebongkah batu biasa.
“Sedang apa kau Yuki? Kelihatannya kau sedikit senang saat bersama Marcus. Walaupun dia terlihat dingin, sebenarnya dia orang yang mudah diajak berteman.”
“Aku sama sekali tak menganggapnya begitu. Dia memnag orang yang mudah terbuka. Dia juga menceritakan beberapa tentang kapten lho.”
“Eh, tentangku?! Dia tidak membicarakan hal aneh-aneh tentangku kan? Kan?”
Kapten terlihat lucu sekali.
Marcus benar, kapten juga hanyalah manusia.
“Kapten, tulisan ini dibaca seperti apa?”
“Ah, kau tidak bisa membacan tulisan kuno ya. Baiklah, emm,”
“SELAMAT DATANG, MANUSIA.”
Suasananya berubah menjadi tegang.
Jujur saja, aku juga terkejut saat aku mencoba melihatnya. Tulisan itu semacam mengeluarkan warna aneh dan saling bercampur satu sama lain.
“Yuki? Barusan, kau mengatakannya kan?”
“Mengatakan apa?”
“Bukan, bukan apa-apa. Kupikir kau tadi yang bersuara, untung saja jika itu bukan kau.”
Aku, tak tahu apa yang baru saja terjadi.
“Baiklah, jadi tulisannya mengatakan seperti ini, ‘Selamat datang, manusia. Aku adalah Orb Queen, penguasa gua ini. Perhatian lebih lanjut, jika ada seseorang yang menyentuh batu ini, maka aku akan terbangun.”
“Menyentuh batu ini? Huh, untung saja aku tadi sempat ragu untuk menyentuhnya. Jadi kapten-“
Waw, wajahnya terlihat sangat tegang.
Kupikir tulisan itu tak sebegitu menakutkan.
“Eh, kapten?”
“Jadi, begini, aku...aku tak sengaja waktu aku membacanya. Kau terlihat sangat antusias jadinya aku juga ikutan seperti itu.”
“Maaf kapten, penjelasanmu terbelit-belit jadi aku tak paham apa yang ingin kau katakan. Kalau boleh, kau bisa menjelaskannya secara rinci kepadaku. Au tahu aku bodoh, tapi, setidaknya aku ingin berguna di grup ini.”
“Yuki, kau..kau ingin berguna kan?”
“Eh, tentu saja. Kapten tahu sendiri kan aku tak bisa bertarung di garis depan, jadinya aku takut akan menjadi beban semua orang.”
“Kalau begitu, pergilah!”
Kapten mendorongku dengan keras hingga membuatku jatuh menghantam lantai.
“Maaf, aku tadi menyentuhnya.”
Itu kata-kata terakhir kapten sebelum sebuah dinding memisahkan antara aku dan kapten, serta ruangan itu. ∑

KSATRIA & KEBANGKITAN (VOL I) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang