~BAB III

3 3 0
                                    

“Apa yang terjadi!”
Semua orang panik tetapi mereka tetap dalam formasi.
Aku berada di barisan depan, dekat sekali dengan pintu yang baru saja terbuka itu.
Aku bisa melihat raut wajah kengerian yang dirasakan semuanya.
Bahkan aku juga masih bisa merasakannya.
Tanganku gemetar memgang pedang dan perisai, seakan-akan senjata ini sama sekali tak berguna untuk melawan mosnter itu.
“Tetap fokus! Jangan tinggalkan formasi! Terus waspada terhadap monsternya!”
Vina, sang pemburu wanita itu terus-terusan memberi perintah walaupun sedang dalam keadaan darurat.
Kharismanya sebagai pemimpin sangat terlihat, bahkan sepertinya lebih bagus daripada kapten. Bukan berarti aku tak mengakuimu, kapten.
Monster itu mengeluarkan aumannya kembali.
Kami berusaha menahan kencangnya aumannya itu.
Beberapa pemburu barisan depan terpental sampai ke bagian belakang.
Para penyembuh langsung bergerak cepat menelamatkan mereka.
“Hei! Sudah kubilang jangan-“
Vina terlambat memperingatkan mereka.
Sebuah tentakel keluar dari pintu itu.
Para penyembuh yang berniat menyelamatan malah menjadi bumerang.
Tentakel-tentakel itu menusuk tepat di jantung mereka.
Lalu tubuhnya di ambil.
Semua orang melihatnya sambil memasang tatapan kosong.
“Bagaimana jika itu terjadi padaku?”
Itulah kekhawatiran yang sedang melanda seluruh pasukan.
Bahkan kulihat pak tua merasakan hal yang sama.
Aku menelan ludah dan memeperbaiki postur tubuhku.
Aku juga masih mempunyai tanggungaan di rumah.
Uang sekolah Sena.
Biaya apartemen.
Dan juga, aku masih memiliki masa depan yang panjang.
Sia-sia jika aku mati di sini, Sena pasti akan sedih.
Jadi aku mempunyai haarapan agar aku bisa bertahan hidup.
Sementara itu, Vina juga terlihat ragu untuk memilih keputusan.
Apakah kita akan menyerang atau terus-terusan bertahan seperti ini hingga kita kehabisan semangat dan tenaga.
Pak tua memberikan dukungan moral kepadanya.
Lau dia membisikinya sesuatu.
Aku hanya bisa berharap bahwa keputusannya bisa menguntungkan kita.
“Dengar semuanya, ketua punya strategi untuk mengalahkan bosnya. Jadi kuharap semuanya bisa berkontribusi, baik barisan depan maupun barisan belakang.”
Vina menjelaskan rencananya di depan semua pasukan.
Tentu saja itu arahan langsung dari pak tua.
Setelah selesai melakukan pengarahan, kami langsung bergerak maju ke pintu itu saat monster itu sedang tak mengaum.
Rencananya adalah untuk memancingnya keluar dari sarangnya.
Lalau dipasanglah jebakan yang akan aktif saat semua pasukan sudah keluar memancingnya.
Aku terbagi dalam kelompok mempersiapkan jebakan.
Tentu saja pak tua itu yang memimpin kelompok pemancingnya, sedangkan Vina ditugaskan untuk memastikan jebakannya berfungsi atau tidak.
Kami membuat lubang yang cukup dalam, dengan bantuan sihir membuatnya terasa lebih mudah. Kami juga  menggantungkan beberapa batu yang akan jatuh saat monster itu masuk ke dalam lubang.
Terakhir, kami akan menyerangnya secara bersamaan selagi dia rubuh.
Aku mencoba membantu mengangkat batu-batu, namun kekuatanku masih sama, bahkan aku belum bertambah kuat sekalipun.
Pria berbusur yang tadi bersama pak tua itu melihatku kesusahan mengangkatnya, jadi ia berinisiatif untuk membantuku.
Jujur saja, itu membuat aku tak melakukan apapun.
“Hei, kau! Cepat kemari!”
Sepertinya aku dipangil oleh Vina.
“Paman, aku duluan ya. Aku sangat berterima aksih atas bantuanmu, kalau boleh aku akan menraktirmu makan siang lain kali.”
“Oh, aku akan pegang janjimu lho.”
Akhirnya aku sampai di tempat Vina.
Aku berlari cukup kencang untuk membuatnya tak marah karena menungguku.
Dia sedang melihat sekitar, seperti sedang membuat simulasinya sendiri di dalam otaknya. Dia sangat terlihat hebat.
“Ah! Kau mengejutkanku! Bilang dong kalau kau sudah sampai.”
“Maaf, hanya saja aku tak mau menganggu konsentrasimu.”
“Eh! I-itu tak perlu dipikran.”
Barusan dia seperti sungkan terhadapku, atau terlihat seperti ‘malu’ denganku.
Atau dia merasa jijik dneganku ya?
“Jadi, ada apa memanggilku kemari?”
“Kau sebelumnya pernah melihat ukuran bosnya belum? Ya, maksudku, kau sebelumnya juga sudah pernah berada di sini kan?”
“Sekali lagi, aku meminta maaf. Walaupun aku pernah berada di sini saat monster itu pertama kali muncul, aku saat itu dipaksa keluar dari ruangan ini oleh kaptenku sendiri. Mungkin dia bermaksud untuk mencari bantuan.”
“Jadi, aku belum pernah melihatnya?”
Aku menggeleng.
Tampaknya Vina juga terlihat sedikit kecewa.
Seorang pemburu mengabarkan sesuatu kepadanya.
Ekspresinya langsung berubah setelah mendengar kabar itu.
“Akhirnya aku mengetahui besarnya.”
“Maksudmu?”
“Ya, dengan mengetahui besar bosnya, aku cukup membuat lubang yang dalam dan kulumuri beberapa minyak tanah untuk mencegahnya keluar. Sepertinya ini akan menjadi kemenagan kita.”
Vina bisa mengatakannya dengan serius.
Berarti dia memang tak main-main dengan pekerjaannya.
“Dengarkan para penyihir, segera buat lubang sedalam 100 meter, dan jangan lupa lumuri pinggirannya dengan minyak tanah. Para pemburu lainnya yang sedang mengangkat batu diharapkan menjauh terlebih dahulu.”
Semuanya langsung bereaksi dnegan perintahnya.
Beberapa penyihir sudah siap di posisi.
Semuanya serentak merapalkan mantra dan...
BUM!
Ledakan dahsyat membuat lubang yang sangat dalam.
“Bolehkah aku bertanya?”
“Boleh saja, asalkan kau tidak bertanya yang aneh-aneh.”
“Dengaan lubang sebesar itu, di mana jalan untuk pasukan pemancing lewat? Kurasa mereka takkan muat melewati pinggiran lubang itu.”
“Ya, tentu saja mereka takkan melewati pinggirannya. Aku akan membuat pelapis jebakan untuk para monster. Cara kerjanya cukup mudah, nanntinya itu akan terlihat seperti permukaan tanah biasa, manusia yang menginjaknya takkan mengaktifkan jebakannya. Hanya para monster yang bisa mengaktifkannya. Jebakan batu itu juga menggunakan trik yang sama.”
“Apakah semua ini adalah ide pak tua-eh, maksudku, ketua?”
“Ya, ini semua ide ketua. Aku hanya melakukan apa yang diperintahkannya.”
Semua jebakan telah siap.
Lubang itu benar-benar tersamarkan oleh pelapisnya.
Aku juga sudah mencoba menginjaknya, keras seperti tanah.
“Semuanya, bersiap di bagian masing-masing. Setelah monster ini jatuh ke dalam jebakan dan tertimpa btau dari atas, tugas kita adalah membuatnya tak berdaya dengan menusuknya memakai tombak yang telah dilapisi obat tidur.”
Vina membagikan tombak yang telah dilapisi obat tidur.
Semua orang mendapat 1 saja.
Lalu kami bersembunyi di balik tumpukan tanah bekas ledakan lubang, kami menunggu aba-aba dari Vina.
Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya pasukan pemancing keluar dari ruangan itu.
Semuanya bersemangat untuk menarik monster itu keluar.
Bahkan ada yang sampai berteriak kegirangan.
Sesaat, aku terpana melihat wujud sang Queen itu.
Dia terlihat sangat besar, berbeda dari monster laba-laba yang dibunuh oleh kapten.
Wujudnya sama seperti laba-laba kebanyakan, namun aku merasakan sesuatu yang janggal. Seperti sang Queen sedang dikendalikan oleh seseorang.
“Hei, pertahankan konsentrasimu. Kalau kau melamun sedikit, bisa-bisa nyawamu akan melayang seketika.”
“Baik!”
Aku menghilangkan pikiran negatifku tadi.
Setelah pasukan pemancing berhasil melewati jebakan itu, sekarang giliran si monster laba-laba ini yang akan jatuh kedalamnya.
Pelapis itu retak sedikit demi sedikit.
Lalu akhirnya sang Queen jatuh kedalam lubang.
Dia seperti sedang mengerang kesakitan.
Jelas suaranya berbeda dengan auman yang tadi terdengar.
Aku juga memperhatikan semua kakinya dengan seksama.
Semuanya adalah kaki laba-laba asli, dan juga berjumlah 8.
Aku heran darimana tentakel yang itu muncul?
“Semuanya, tusuk bosnya sekarang! Jangan biarkan dia pulih kembali!”
Kami bersama-sama menghunuskan tombak yang sangat panjang ini.
Kira-kira panjang tombak ini juga tak masuk akal.
Aku berhasil menancapkannya di tubuh mosnter itu.
Tetapi beberapa orang terjungkal karena tak sanggup menahan badannya saat menusuknya menggunakan tombak super panjang itu.
Vina langsung berekasi dengan melempar tali tambang yang sepertinya sudah ia siapkan sebelumnya.
Dia menoleh kepadaku sambil tersenyum dingin.
“Kukira kau juga akan terjungkal. Makanya aku sudah siapkan tali yang lebih panjang untukmu.”
Dia sungguh menakutkan.
Aku juga tak berharap terjungkal kedalam lubang itu.
Para penyihir langsung berkumpul dan merapalkan sebuah mantra.
Akhirnya ini bagian penyelesaiannya.
Pak tua itu menghampiriku dengan wajah yang senang seperti melihat anaknya masih hidup.
Dia mengelus-elus kepalaku sambil berkata...
“Kerja bagus!”
Aku jadi bernostalgia.
Aku melihat ayahku sedang mengelus-elus kepalaku saat aku berhasil mendapatkan nilai sempurna saat waktu SMP.
Kira-kira, apakah dia juga akan melakukan ini?
Setelah rapalan sihir sudah selesai dilakukan, muncul beberapa meteor dari langit-langit. Meteor itu keluar dari lingkaran sihir yang diciptakan saat mereka sedang merapal tadi.
Meteor itu jatuh tepat di lubang itu, membuat seisi lubang bersama sang Queen terbakar.
Sang Queen seperti sedang mencoba berteriak.
Matanya yang merah seperti sedang mengisyaratkan sesuatu.
Lalu saat api di dalam lubang itu padam, tubuh sang Queen mengabur bagaikan serpihan kristal.
Itu menandakan akhir dari perburuan kali ini.
Setidaknya, aku berharap seperti itu. ∑

KSATRIA & KEBANGKITAN (VOL I) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang