Terdengar suara tepukan tangan.
Lalu seseorang keluar dari ruangan itu.
Kami semua terdiam saat dia keluar.
Mataku tak bisa lepas darinya, seperti dipaksa untuk melihatnya.
Walaupun aku terus-terusan menatapnya, seluruh aura tubuhnya diselimuti kegelapan.
Dia berjalan mendekatiku, suara langkah kakinya serasa menjadi sebuah getaran yang membuat tubuhku lemas.
Dia menggenggam kerah bajuku.
Lalu dia merundukkan badannya sambil berkata agak keras ke telingaku.
“Itu tadi adalah pertunjukan yang bagus, Yuki.”
Aku terkaget, bukan....bukan hanya aku saja yang terkaget saat ini. Vina, dan seluruh pemburu lainnya menatapku heran.
Jelas-jelas orang aneh ini menyebut namaku.
Setelah dia melepaskan genggamannya, dia berjalan lagi kearah pak tua itu sekarang.
Aku merasakan hawa keberadaan yang aneh darinya.
“Ah, lama tidak bertemu..ketua.”
Apa-apaan itu, sepertinya mereka adalah kenalan lama.
Kegelapan yang menyelimutinya menghilang.
Sekarang aku bisa melihat wajahnya...itu adalah wajah yang tak asing bagiku.
Wajah kapten.
Aku dengan emosi berlari, mengepalkan tanganku yang serasa takkan lepas jika aku belum memukulnya.
Aku tahu tak boleh bertindak sembarangan.
Mungkin saja ada penyebab lainnya.
Tapi pikiranku sudah tak bisa diajak kompromi.
Aku sudah tak bisa mengendalikan diriku.
Aku terus mendekatinya...
Hingga akhirnya secara tak sadar, tanganku lepas kendali, memukul orang itu.
“Itu gak baik lho Yuki, memukul orang yang baru saja kau temui.”
Aku tahu itu.
Tapi, aku juga merasa bersalah tak bisa menyelamatkan kapten dan semuanya.
Dia terlihat mengamatiku.
“Ah, maaf...apa kau mempunyai hubungan dengan badan yang sedang kugunakan ini?”
Pak tua itu memukul kepalanya.
“Setidaknya jelaskan apa yang terjadi, dasar.”
“Maaf, maaf. Sebenarnya aku ingin saja menjelaskannya, tapi keadaan portal ini sudah tak stabil. Sebaiknya kita harus segera keluar sebelum kita terjebak disini.”
Akhirnya pak tua memberikan perintah untuk segera keluar dari portal ini.
∞
Sudah berjam-jam sejak aku masuk ke dalam portal.
Hari sudah mulai sore.
Matahari juga sudah mulai terbenam.
Semua orang sedang sibuk membereskan peralatan berburu.
“Hei, Yuki. Ini bagianmu.”
Aku diberi amplop yang cukup tebal.
“Maaf, pak tua. Bukannya aku kurang sopan atau tak menghargainya, apa ini tak terlalu banyak untukku?”
Dia malah tertawa daripada harus menanggapiku.
“Tidak, malahan itu belum cukup untukmu.”
“Tapi, ini bahkan jumlahnya dua kali dari jatahku!”
“Terima saja.”
Dia menggenggam kedua tanganku bersama amplop itu.
“Sebaiknya kau berhenti saja menjadi pemburu, carilah hidup yang lebih baik dengan uang itu.”
Pak tua itu menghilang dalam keramaian.
Akhirnya, aku pulang dengan uang sebanyak ini.
Aku pun belum sempat mendengar penjelasan orang itu.
Itu memang wajah kapten, aku pun tak bisa menganggap bahwa itu adalah tiruan.
Aku masih penasaran.
Tapi aku memutuskan untuk tak memikirkannya terlebih dahulu.
Sebelum pulang, aku akan membelikan pizza kesukaan Sena.
∞
“Kak! Kau kesiangan lagi!”
Baru sepagi ini Sena sudah teriak-teriak.
Padahal aku tidak ada pekerjaan hari ini, mungkin akan berlaku juga untuk beberapa hari kedepan.
Kemarin grup Seven Blade secara resmi dibubarkan karena semua anggotanya yang meninggal. Bahkan sampai berita lokal sempat menayangkannya.
Grup Pusat semakin ketat dalam menilai kelayakan portal sesuai tingkatannya.
Mereka juga tak mau kejadian seperti itu terulang kembali.
Aku juga masih memikirkan perkataan pak tua itu.
Apa aku harus berhenti dari pekerjaan ini?
Kalau begitu, apa yang bisa kulakukan?
Sembari memikirkannya, aku memakan sisa pizza kemarin yang sudah dipanaskan oleh Sena.
“Kak, kemarin saat aku melihat berita, kudengar ada grup yang terbantai habis di portal. Sunnguh mengerikan. Untungnya kakak tak masuk ke portal yang berbahaya itu kan?”
Sena tak mengetahuinya.
Fakta bahwa aku bekerja di grup itu.
Dan sepertinya berita tentang orang yang selamat juga tidak diungkit.
“Ah...i-iya.”
Sena terlihat memainkan pizzanya.
Wajahnya juga terlihat murung.
“Kak, boleh aku bertanya sesuatu? Ah...mungkin lebih tepatnya, aku inigin berbicara sesuatu denganmu.”
“Boleh saja, lagian hari ini aku tak ada pekerjaan. Bagaimana kalau di kafe yang baru saja buka di pinggir kota? Aku akan menjemputmu nanti.”
“Dengan senang hati.”
Sena langsung bergegas berangkat sambil membawa sepotong pizza.
Setelah membereskan meja makan, aku berpikir untuk meringankan pikiranku.
Mungkin aku butuh penyegaran tubuh, seperti jalan-jalan di luar.
Aku membawa tas kecil yang sudah lama kupakai, aku juga memasukkan ponsel dan dompetku di sana.
Aku berencana untuk keluar sampai siang.
Sekalian menjemput Sena nantinya.
Saat hendak mengambil ponselku yang berada di meja kamarku, aku melihat sebuah kotak yang aku dapatkan dari Noir kemarin.
Aku juga lupa kalau aku dititipkan kotak seperti itu olehnya.
Bahkan aku pun belum mengecek isinya sama sekali.
Karena aku penasaran dengan isinya, aku sekalian membawanya di dalam tasku.
Aku mengunci pintu rumah.
Aku juga berpesan kepada tetanggaku kalau kamarku kosong sampai nanti sore.
Suasana kota yang begitu ramai.
Suasana itu membuatku lupa dengan perasaan santai seperti ini.
Aku juga sudah lama menjadi porter beberapa grup.
Tapi aku selalu pindah-pindah karena mereka tidak membutuhkan porter tetap untuk portal tingkat d kebawah.
Aku memutuskan untuk mencari lowongan porter tetap.
Dan akhirnya aku bergabung di grup Seven Blade
Memikirkan semua itu hanya membuatku mengingat kejadian kemarin.
Tujuan pertamaku adalah taman.
Ini adalah tempat yang sering kukunjungi bersama Sena.
Sebelum kami berpisah dengan orang tua kami, kami sekeluarga sering mengunjungi taman di akhir pekan.
Aku duduk di bawah pohon yang menutupiku dari sengatan panas.
Untung saja aku memakai kaos oblong.
Aku mengeluarkan ponselku dari dalam tas.
Karena suasana taman yang tenang, aku jadi sedikit mengantuk.
Ada pesan masuk dari Sena.
“Hari ini semua siswa pulang lebih awal, jadi, bisakah kakak datang menjemputku lebih awal juga?”
“Tak masalah. Sekarang aku berada di taman dekat apartemen, sebentar lagi aku akan kesana.”
Aku harus segera menjemputnya.
Saat aku hendak memasukkan ponselku ke dalam tas, sekilas aku melihat kotak yang diberikan Noir itu bercahaya.
Aku kira itu hanya imajinasiku saja.
Karena penasaran, aku mengambilnya dan membuka isi kotaknya.
Tidak ada yang bersinar dan, sepertinya itu memang imajinasiku saja.
Tapi aku tidak melihat ada yang aneh dengan isi kotaknya. Sebuah kunci dengan lambang naga di pegangannya.
Aku menebak kunci apakah ini.
Lalu aku teringat dengan Sena.
Aku segera berlari menjemputnya.
Aku tak ingin kena marah.
∞
“Ah, maaf. Aku membuatmu menunggu lama ya?”
Nafasku terengah-engah karena terus-terusan berlari dari taman. Padahal jarak antara apartemen dan sekolah itu lumayan jauh.
“Tak apa, lagian aku juga yang menyuruh kakak untuk menjemput lebih awal.”
Pandanganku tertuju kepada gadis yang ada di belakang Sena.
“Apa itu temanmu?”
“Ah, iya. Katanya dia penasaran dengan kakakku. Jadi aku berencana membawanya juga bersama.”
Sena menariknya paksa dari belakangnya.
“Ayo, perkenalkan dirimu.”
Dengan malu-malu, gadis itu memperkenalkan dirinya.
“Namaku-“
Aku tak bisa mendengar namanya.
“Maaf, bisa kau ulangi sekali lagi? Aku tak bisa mendengar dengan jelas tadi.”
Dia tampaknya juga malu untuk mengulanginya.
“Kak, gak baik untuk membuat wanita mengulangi perkataannya.”
“Ah, benar juga. Maaf ya karena tadi aku tidak fokus. Aku malah memikirkan yang lainnya saat kau sedang memperkenalkan dirimu. Sebagai tanda maafku, aku akan memperkenalkan diriku.”
Aku membungkuk di hadapannya.
“Namaku Yuki Miyamizu.”
Entah hanya perasaanku atau tidak, dia terkaget saat mendengar namaku.
“Ayo, kita langsung pergi ke kafenya! Kakak tidak keberatan kan kalau aku membawanya?”
“Baiklah, aku akan mentraktir kalian berdua hari ini.”
Sena dan gadis itu berjalan duluan di depanku.
Mereka terlihat sangat bersenang-senang.
Tanpa kusadari, aku mulai melirik ke arahnya.
Rasanya aku pernah melihat rambut pirangnya itu, tapi aku melihatnya dimana ya? Kukira itu hanya perasaanku saja.
Lagipula di dunia ini banyak wanita yang berambut pirang.
Dalam beberapa detik yang singkat itu, kami berdua bertatap mata.
Aku merasakan getaran aneh di dalam tubuhku.
Bukan...itu bukan getaran aneh. Jantungku berdegup sangat kencang.
Aku terus-terusan memikirkannya hingga kami tiba di kafe.
Sena memilih untuk duduk di teras lantai 2.
Katanya dia mau menikmati angin sore.
Aku memesan kopi latte dan beberapa hidangan pembuka. Sena memesan milkshake vanilla, sedangkan temannya masih berusaha untuk memesan.
Setelah pesanan kami datang, Sena langsung memotret beberapa makanan dan minuman untuk diabadikan di galerinya.
Mereka berdua terlihat sangat akrab.
Karena aku tak ingin mengganggu mereka, aku memutuskan untuk melihat-lihat forum resmi pemburu.
Biasanya terdapat info dari pemburu peringkat atas. Info itu terkait nama, grup, dan biasanya kelasnya. Kadang juga ditulis total jumlah perburuannya.
Tapi aku seperti biasa tak tertarik dengan papan peringkat itu.
Aku masih memikirkan kejadian kemarin.
Aku mencari berita tentang grup yang terbantai habis di portal b.
Tak banyak beritanya di forum.
Aku melihat beberapa komentar dari pemburu lainnya.
Tak ada yang menarik, semuanya fokus membahas tentang heroiknya grup pusat yang mengalahkan bosnya.
Semua komentarnya kebanyakan membahas itu, sampai aku menemukan sebuah komentar dari akun yang nickname-nya aneh.
“Kudengar ada pemburu yang selamat dari grup itu. Kemungkinan dia melarikan diri saat melihat teman-temannya dibantai. Hahaha, dia tak pantas jadi pemburu.”
Ah, aku menjadi kesal melihat komentarnya.
Sepertinya tak banyak yang menanggapinya.
“Kak, kau kenapa? Wajahmu terlihat sangat...aneh mungkin?”
Bisa-bisanya Sena mengatakanya dengan tertawa.
Rasa kesalku hilang melihat senyumannya.
“Oh iya, Lina. Bagaimana kalau menginap di rumahku malam ini?”
“Heh, tapi kan ada kakakmu.”
“Jangan khawatir, kalau dia macam-macam denganmu, aku akan menghajarnya.”
Wah, aku merasa rendah sekali ya sepertinya.
Ternyata namanya Lina.
Entah kenapa nama itu seperti memberiku kesan nostalgia.
Tapi kepada siapa ya?
“Aku tak masalah, lagipula ini sudah menjelang malam. Tapi bagaimana dengan orang tuamu? Setidaknya kau harus bertanya dulu.”
“Ah, baik.”
Aku tak tahu apa yang terjadi, Sena mendekatiku dengan wajah agak kesal.
Dia menyikutku sambil berbisik.
“Kakak bodoh, orang tuanya itu sudah meninggal juga tahu. Sekarang dia tinggal bersama kakek dan kakak perempuannya.”
“Eh, ya aku minta maaf. Aku kan tidak tahu latar belakangnya.”
Lina tersenyum enggan kepadaku saat aku dan Sena berbisik.
“Ah, aku tak keberatan kok, sungguh! Aku juga minta maaf telah menyinggung tentang orang tuamu.”
“Tak apa, aku juga sudah terbiasa. Lagipula keadaan keluargamu juga seperti itu kan?”
“Ya, begitulah. Aku menjadi pemburu untuk bisa membiayai sekolahnya Sena. Kami memang tidak punya keluarga lainnya yang bersedia menampung kami, kau beruntung ya punya kakek yang penyayang.”
“Kakekku memang menyayangiku dan kakakku. Lagipula dia juga sudah terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Ah, kakaku sudah membalas pesankuu. Katanya aku boleh menginap di tempatmu, Sena.”
“Yeay, malam ini kita akan berpesta.”
Sena memeluk Lina dengan gembira.
“Jangan sampai larut malam. Walaupun besok kalian libur kesehatan kalian juga harus tetap dijaga.”
Sementara Sena dan Lina bersenang-senag di kamar, aku memutuskan untuk mencari tahu tentang kunci yang ada di kotak pemberian Noir.
Jujur saja, jika ini item drop dari sebuah bos, berarti ini item yang sangat langka.
Aku hanya mengetahui bahwa bos hanya akan menjattuhkan barang berupa material dari tubuhnya dan beberapa batu sihir.
Ukiran naga di pegangannya juga terlihat aneh.
Aku tak pernah mendengar ada bos berupa naga di portal. Bahkan di portal tingkat a pun aku tak pernah mendengarnya.
Kunci itu tiba-tiba bersinar saat sedang kulihat.
Agak mengejutkan bagiku.
Ukiran naganya juga bersinar.
Aku terpikirkan sesuatu, aku mencoba mengecek kembali kotaknya.
Akhrinya aku menemukan sepucuk surat di bawah busa yang menampung kuncinya.
Tulisan tangan di surat itu terlihat sangat kuno. Bahkan ada cap darah di ujung suratnya.
“Salam kenal bagi orang yang sedang memegang ‘Kunci Kuno’ ini. Namaku Sylias, aku adalah pemegang kunci ini sebelum kau. Aku ingin menjelaskan tentang seberapa hebat kunci ini. Sebelum itu, aku harus memastikan bahwa kau adalah pemburu e. Kalau misalnya kau berada di tingkat d keatas, percayalah, kunci itu takkan berfunsgi. Kenapa aku bisa tahu tentang hal itu? Karena aku adalah pemburu tingkat s.”
Tunggu dulu, dia bilang dia adalah pemburu tingkat S?
Tapi aku tak pernah mendengar nama Sylias.
Apa oranng yang menulis surat ini hanya bergurau saja. Rasanya sangat mencurigakan membaca surat ini.
Aku harus melakukannya. Aku tak boleh setengah-setengah membacanya.
“Dan aku adalah cucu dari pembuat kunci itu. Jadi aku segala hal mengenai kunci itu. aku tahu ini aneh, tapi kau harus percaya kepada kunci itu. Waktuku tak banyak lagi untuk menjelaskannya. Catatlah koordinat yang kuberikan di bawah ini, lalu kau bisa membuka pintu yang ada di sana dengan kunci ini. Aku percaya kepadamu yang sedang memegang kunci ini, kau harus melakukannya. Sudah banyak nyawa yang dikorbankan demi menjaga kunci ini agar tak jatuh ke tangan orang jahat. Sudah ya, aku pamit dulu. Ini koordinatnya.”
Memang benar ada sebuah koordinat yang tertulis di bagian bawah surat ini.
Setelah kutelusuri di mesin pencari, aku menemukan koordinat yang pas dengan koordiat yang tertulis di surat.
Koordinat itu adalah taman yang kukunjungi kemarin.
Aku tak tahu persis di mana letak pintunya yang dimaksud itu. Mungkin aku bisa menggunakan waktu luangku besok untuk mencarinya. Aku punya firasat bahwa aku harus segera menemukannya.
Setelah membaca surat yang panjang ini, aku merasa haus.
Aku menyalakan lampu dapur dan mengambil gelas.
Bebrapa saat kemudian aku mendengar decitan dari pintu kamarnya Sena.
Mungkin Sena sedang tidur sambil berjalan?
Sosok Lina yang tiba-tiba muncul itu membuatku tersedak.
“Eh, maaf. Aku tak bermaksud membuatmu terkejut.”
Wajahnya sangat lucu ketika ia merasa kikuk.
Bahkan pipnya juga merona saking malunya.
“Jadi, apa kau kesulitan untuk tidur? Pasti Sena berisik ya kalau sedang tidur.”
“Hehe, dengkurannya memang sangat berisik, tapi bukan itu alasanku tidak bisa tidur. Aku merasakan sesuatu yang aneh saat aku memasuki apartemen ini.”
“Aneh? Apa maksudnya?”
“Eh, bukan berarti aku menganggap apartemenmu itu gimana-gimana ya!”
“Hahaha, aku tidak merasa terganggu kok. Malahan aku merasa senang kalau kau memberitahuku sesuatu yang aneh itu. Walaupun aku tak bisa apa-apa, setidaknya aku tak ingin Sena terluka.”
“Kau kakak yang baik ya. Andaikan kakakku juga sama sepertimu.”
“Memang apa saja yang dilakukan kakakmu itu? sepertinya kalian berdua tak terlalu akrab.”
“Kakakku itu pemburu yang lumayan hebat juga. Dia juga bertanggung jawab sebagai wakil kapten di grupnya. Pasti itu membuatnya setiap hari kelelahan.”
“Heh, kakakmu ternyata hebat juga ya. Dia pasti orang yang sangat penting bagi grupnya dan keluarganya.”
“Walaupun kami tak terlalu akrab, dia memang satu-satunya keluarga yang kupunya selain kakekku. Jadi nasib kita sepertinya sama juga.”
Sesaat, Lina tersenyum dengan gembiranya.
Itu adalah senyum tulusnya yang pertama kali kulihat.
“Jadi, apa yang kau katakan aneh tadi?”
Ekspresinya menjadi kaget.
“Ah, bukan hal penting juga kok. Aku rasa itu tidak akan mengancam kehidupan di sini. Aku rasa seperti ada kekuatan yang tersegel.”
“Mungkin itu cuman firasatmu saja. Kau harus cepat-cepat tidur juga lho.”
“Baiiik!”
Dia mengatakannya sambil meragakan tangannya seperti sedang memberi hormat kepadaku.
Lalu dia mendekat kepadaku.
“Kakaknya Sena, bolehkah aku bertanya kepadamu?”
“Asalkan pertanyaanmu masih bisa kujawab, aku akan mendengarkannya.”
“Asyiik, kalau begitu, dengarkan permintaanku ya?”
Aku mengangguk dengan angkuh.
“Minggu depan, kau mau ya kuajak pergi jalan dengan kakakku?”
“Jalan? Dengan kakakmu?”
“Kau tahu, kakakku itu sangat keras kalau sudah menyangkut tentang laki-laki. Jadi kupikir aku bisa mengubah pandangannya jika dia jatuh cinta kepada laki-laki. Tapi...”
“Tapi?”
“Semua yang kuajak langsung pergi. Kakakku memang tidak bisa diharapkan, hiks.”
“Hehe, sepertinya susah juga ya.”
“Ne, kamu mau kan? Kumohon....kumohon ya?”
Dia memintanya dengan ekspresi yang tak bisa kutolak.
“Kau curang lho Lina. Mana bisa aku menolak permintaan gadis yang sangat kesusahan ini. Lagipula jadwalku untuk seminggu ini kosong semua kok.”
“Yeay, terima kasih ya kakaknya Sena!”
Waw, wajahnya terlihat lebih gembira.
“Eh, Lina....sebenarnya aku agak terganggu dengan panggilanmu kepadaku. Bagaimana kalau kau panggil aku kak Yuki saja? Terlihat lebih mudah didengar kan?”
“Hmmm....baiklah, ini juga sebagai tanda terima kasihku ya. Lalu, ini nomor ponselku. Kau bisa menghubungiku jika ada masalah.”
“Baik, bos!”
Kami berdua tertawa sampai-sampai kami tak memperhatikan bahwa sudah larut malam.
Lalu kami masuk ke kamar masing-masing.
Di depan pintu Lina berterima kasih lagi kepadaku.
Dia juga berterima kasih karena dia bisa berteman dengan Sena.
Sepertinya malam ini aku akan bermimpi dengan indah.∑
KAMU SEDANG MEMBACA
KSATRIA & KEBANGKITAN (VOL I)
Teen FictionKisah ini bermula Ketika peristiwa 'aneh' itu terjadi, ekosistem dunia mulai berubah seiring berjalannya waktu dan mulai menjadikan beberapa orang memiliki kekuatan yang dianggap spesial (beberapa orang menganggapnya aneh) setelah adanya ledakan mis...