~BAB V

2 2 0
                                    

“Siapa kau? Dan, dimana aku sekarang?!”
Pandangankuu gelap sekali.
Lalu tiba-tiba seseorang datang dan cahaya menyinarinya dari belakang.
Aku memejamkan mataku karena cahaya itu terlalu silau untuk dipandang.
Setelah aku membuka mataku lagi, aku melihat Sena di depanku.
“Bangun! Kakak pasti bangun di tengah malam lagi kan?”
Ini memang kamarku. Tidak ada yang aneh maupun mencurigakan dari Sena. Kalau begitu, apa tadi itu hanya sekedar mimpiku saja?
Aku mengangkat tubuhku dan merilekskan tanganku.
“Kau, mau kemana dengan pakaian yang rapi itu? ini hari minggu kan?”
“Aku mau pergi dengan Lina hari ini. Kemungkinan nanti aku akan pulang malam, aku juga sudah menyiapkan sarapan di meja. Jangan lupa kunci pintunya kalau kakak mau pergi juga.”
Sena berhenti di ujung pintu.
Sepertinya dia sedang menunggu sesuatu.
Ah, aku melupakan salam untuknya.
“Hati-hati di jalan ya!”
Lalu dia menutup pintuku dengan wajah memerah.
Kukira dia sedang menunggu apa, ternyata dia masih seperti biasanya.
Setelah menghabiskan sarapan, aku langsung bergegas mandi dan bersiap untuk mencari pintu yang dimaskud surat itu.
Aku mempunyai firasat buruk tentang hal ini.
Setelah akhirnya aku sampai di taman, aku mencoba membuka kotak itu.
Aku tidak mempunyai petunjuk apa pun.
Dia bilang, kunci itu akan membukakan sebuah pintu. Kalau begitu, aku cari saja pintu di taman ini.
Ya, walaupun aku bilang begitu, dimana ada pintu di taman?
10 menit aku terus-terusan mencarinya, dan hasilnya aku tak menemukan pintu apa pun itu di taman. Kedengarannya surat itu isinya hanya membual saja.
Tapi setidaknya aku harus memastikannya sendiri.
Jam di taman berbunyi setelah menunjukkan pukul 12 siang.
Rasanya aku sudah lama mencari.
Aku beristirahat di bangku dekat jam itu.
Aku membuka tasku dan mengeluarkan beberapa barang. Sayangnya aku lupa Sena sedang pergi keluar, jadi dia hanya sempat membuatkanku sarapan.
Padahal aku berniat memakan bekal di taman ini.
Saat hendak memasukkan barang ke dalam tas, kunci itu kembali bersinar seperti tadi malam.
Mungkin ini pertanda jika pintunya telah muncul di area taman.
Aku melihat sebuah penanda arah di kotak kunci itu, semacam kompas modern.
Aku mencoba menggunakannya layaknya kompas, dan benar saja, penanda arah itu benar-benar berfungsi dengan baik.
“Coba kulihat, arah ini menuju ke area taman belakang. Hmm, aku belum pernah pergi ke sana. Kenapa aku tak kepikiran untuk mencarinya di sana tadi?”
Aku memasukkan kotak itu kembali di dalam tas.
Aku takut cahaya bersinarnya bisa mengundang kecurigaan kepadaku.
“Oh, kebetulan sekali aku bertemu di sini.”
Suara itu, aku pernah mendengarnya.
Suara seorang kakek-kakek yang akan menemui ajalnya sebentar lagi.
“Ah, apa kabar pak tua?”
“Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu? Apa kau sudah bersenang-senang dengan sisa uang itu?”
Sekarang pak tua itu sedang menggodaku.
“Haha, aku takkkan menggunakannya untuk kegiatan seperti itu. Takkan pernah!”
“Mmm....kegiatan apa yang kau maksud anak muda?”
Ah sial! Kalimatku di kembalikan dengan sempurna oleh pak tua itu.
“Ka-kau tau lah. Itu lho...misalnya-“
“Hahaha! Aku cuman bercanda.”
Dia mengatakannya dengan menepuk-nepuk pundakku berkali-kali.
“Omong-omong, kenapa pak tua berada di tempat ini? Kupikir seorang ketua grup pusat akan tetap sibuk walapun di akhir pekan.”
“Aku menyerahkan semua pekerjaanku hari ini kepada Vina. Dia juga lumayan kesal saat tahu bahwa adiknya akan menginap di rumah temannya. Jadi aku takkan mengizinkannya untuk pergi menyusulnya.”
“Apa yang terjadi kalau dia menyusul adiknya?”
“Perang dunia selanjutnya akan terjadi.”
Lelucon yang buruk untuk orang tua.
Aku teringat dengan pintu itu lagi.
“Maaf, pak tua. Aku ada urusan yang sangat penting, jadi kupikir kita bisa berbicara lagi lain kali.”
“Haha, kau begitu bersemangat ya. Masih tak kusangka kau adalah ‘dia’. Ternyata yang dikatakannya memang benar.”
‘Dia’?
Aku tak begitu mendengarkan perkataannya barusan, tapi jelas-jelas aku mendengarnya.
Aku tak mau ambil pusing.
Aku bergegas menuju area taman belakang.

Setelah aku memasuki area taman belakang, tekanan udaranya di sini berubah drastis.
Bahkan warna langitnya terlihat berbeda.
Aku merasa ada yang berusaha menarikku. Aku sempat kehilangan pijakanku, tapi aku bisa berpegangan ke pohon di sampingku.
Itu pintunya.
Itu juga yang sepertinya menyeretku masuk.
Aku membuka tasku untuk mengeluarkaan kuncinya.
Kuncinya semakin bersinar setelah kudekatkan ke pintunya.
Tak salah lagi, ini pintu yang disebut di surat.
Tapi, aku mungkin takkan bisa masuk dengan tenang karena 2 orang yang bersembunyi di balik pintu itu.
Mereka berdua memakai jubah hitam dan penutup wajah.
“Serahkan kuncinya!”
“Kenapa aku harus menurutimu?! Aku bahkan tak mengenalimu!”
Suaraku tak bisa terdengar terlalu kencang karena angin yang terus-terusan menyeretku.
Jadi mereka adalah pemburu tipe penyihir. Kemungkinan mereka bisa memanipulasi udara di sekitar mereka.
“Aku tak pernah mendengar pemburu yang menggunakan kekuatannya di luar portal. Apakah itu aneh? Maksudku, aku hanya pemburu tingkat e.”
“Walaupun kau hanya pemburu tingkat e, itu tak menyembunyikan fakta bahwa kau sedang memegang ‘kunci kuno’-nya.”
Jadi mereka ini yang di sebut tangan jahatnya.
Bagaimana ini? Walaupun aku bisa mencapai pintu itu, tak ada jaminan aku bisa membukanya dengan aman.
“Distraction.”
Sekarang tekanan udaranya kembali normal.
Langitnya pun sudah kembali normal.
Aku bukan pemburu tipe penyihir, jadi tak mungkin aku bisa melakukannya. Tapi aku juga tak melihat seseorang lagi selain mereka berdua yang menungguku di depan pintu itu.
“Yuki, ini aku!”
Tunggu dulu, ini adalah suaranya pak tua. Aku ingat, aku kan sebelumnya bertemu dengannya di taman ini. Jadi tak heran jika  dia menyelamatkanku.
“Ah, seharusnya aku tak melakukan ini semua. Kupikir aku hanya sebatas melihatmu saja, tapi itu tak mungkin juga kan?”
Aku tak mengerti apa yang dibicarakan pak tua itu barusan.
Aku terlalu pusing untuk bebas dari mereka berdua.
“Pak tua, apa kau bisa mendengarkanku?”
“Heh, kau hebat juga bisa menggunakan telepati ini. Darimana kau belajar?”
“Maaf, sepertinya tak ada waktu lagi untuk menjelaskannya. Aku harus segera melakukannya sebelum mereka menangkapku.”
Pak tua itu terdengar menghela nafasnya.
“Baiklah, tapi kali ini aku menyelamatkanmu bukan karena kau seorang pemburu tingkat e, tapi sebagai pemegang ‘kunci kuno’. Mengerti?”
“Mengerti.”
Walaupun aku bilang begitu, aku juga tak paham apa yang dia bicarakan.
Tapi darimana pak tua itu tahu kalau aku memegang kunci kuno?
Itu pertanyaan terbesar bagiku saat ini.
“Setelah aku menggunakan sihir pelumpuh kepada mereka, kau segera buka pintu itu. Jangan berhenti di tengah-tengah, oke?”
“Oke.”
Mereka berdua juga sepertinya mulai bergerak untuk mencuri kuncinya dariku.
Mereka berlari ke arahku, tapi mereka berdua tiba-tiba kehilangan keseimbangan dan terkulai di tanah.
Berarti sihir pak tua itu berhasil.
Aku harus segera membuka pintunya.
“Jangn berhenti di tengah-tengah...”
Kalimat itu terlintas di kepalaku saat aku meliat sesuatu yang familiar bagiku dari 2 orang yang berniat menucri kuncinya.
Tubuhku serasa tak mau bergerak.
Aku melihat simbol pedang bermata dua.
Simbol yang sudah kulihat lama.
“Apa yang kau lakukan?! Kubilang jangan berhenti di tengah-tengah!”
Sentakannya barusan menyadarkanku.
Aku langsung membuka pintu itu dengan kuncinya.
Tubuhku serasa sedang dilahap oleh sesuatu.
Lalu aku tertidur dengan lelap.

Aku terbangun di tengah-tengah ruangan.
Aku melihat di depanku ada beberapa lilin yang meneyala dan patung-patung yang sepertinya terbuat dari tanah liat.
Aku masih bisa meraskan tangan dan kakiku.
Aku tak melihat seseorang di ruangan ini.
Aku mencoba berdiri dan berkeliling ruangan.
Di ruangan ini terdapat 3 patung yang masing-masing berbeda.
Yang paling kanan sepertinya adalah patung knight, yang tengah adalah assasin, dan yang paling kiri adalah pemanah.
Apa masing-masing patung itu memiliki semacam kekuatan?
“Kau sudah bangun?”
Aku mencari asal suaranya, tapi tiba-tiba saja seorang pria mengenakan yukata muncul di depanku.
“Ah, aku mengagetkanmu ya?”
“A-ah...iya.”
Sungguh mengagetkan.
Bahkan aku tak berekspektasi bahwa dia akan muncul di depanku.
“Jadi, siapa kau? Dan di mana ini?”
“Perkenalkan, namaku Rivilus. Ini adalah pintu yang telah kau buka. Kau bisa menyebutnya altar para dewa.”
Altar, jadi 3 patung itu melambangkan sebuah kekuatan dewa.
“Kalau kau berhasil masuk ke sini, berarti kau pemburu tingkat e. Siapa namamu?”
“Yuki Miyamizu.”
Dia terdiam setelah mendengar namaku.
“Baiklah, Yuki. Aku ditugaskan untuk mengawasi semua orang yang masu ke sini. Tapi aku hanya bertugas untuk menjelaskan semnuanya padamu, aku dilarang membantumu selagi kau masih menjalankan ritual.”
“Ritual? Untuk apa?”
“Perpindahan kekuatan.”
“Baiklah, sekarang jelaskan tata cara ritualnya.”
“Sebelum kujelaskan tata cara ritualnya, ada hal yang ingin kutanyakkan terlebih dahulu kepadamu. Apa kau siap menanggung seluruh kekuatan yang akan kau dapat setelah melakukan ritual?”
Menanggung seluruh kekuatan, berarti kalau kupikir kekuatan yang akan didapatkan akan menjadi sangat besar.
Tapi kenapa persyaratannya harus tingkat e?
“Baik, aku siap menanggungnya.”
“Satu hal lagi. Ritual ini akan sangat berbahaya. Kau bisa saja mati saaat ritual ini berlangsung, apakah kau bersedia menerima konsekuensinya?”
“Baik, aku siap menerimanya.”
“Baiklah, sekarang kau sudah bisa menjalankan ritualnya. Sekarang kau bisa duduk di lingkaran itu, aku akan menjelaskan rinciannya setelah kau duduk.”
Aku menuruti perintahnya.
Aku tanpa ragu langsung duduk di lingkaran depan 3 patung itu.
Rivilus memberikan sebilah belati di tanganku.
“Berikan darahmu di belati itu.”
Aku melakukannya sesuai perintahnya.
Seketika darahku terhisap dan muncul ukiran namaku di bilahnya.
“Selanjutnya, pakai belati ini untuk menusuk dirimu. Dimanapun boleh asalkan kau harus sekarat.”
“Ma-maksudnya...aku harus mati terlebih dahulu.”
“Secara harfiah, ya kau mati.”
Jadi ini bagian dari konsekuensinya.
Kupikir aku akan benar-benar siap menerimanya.
Tapi sudah sampai di sini, aku tak boleh mundur.
Aku mengarahkan belatinya ke leherku.
Tanganku gemetaran.
“Tak apa, ini bagian dari ritual.”
Kalau Rivilus mengatakannya, pasti ada sebabnya aku harus mati terlebih dahulu.
Walaupun sesaat aku khawatir jika aku tak bisa kembali, ada Lina yang akan menjaga Sena. Beban pikiranku berkurang sedikit.
Tapi aku tak ingin nyawaku hilang dengan mudah begitu saja.
Aku akan menyelesaikan ritualnya.
Aku menusukkan belati tiu dengan sangat kencang, hingga aku tak merasakan sakit.
Aku terkulai ke tanah dengan darah mengucur.

Saat aku mmebuka mata, aku tak berada lagi di altar.
Kemungkinan besar ini adalah alam gaib.
Seluruh tubuhku bercahaya. Aku bisa menggerakannya namun aku tak bisa menyentuhnya.
“Siapa kau?”
Aku tak bisa melihat wujudnya, tapi suaranya terasa sangat dekat.
“Yuki Miyamizu.”
“Kalau kau bisa sampai kesini, berarti tekadmu sangat kuat. Apa yang membuatmu datang sampai sejauh ini.”
“Kurasa...aku awalnya hanya penasaran dengan isi kotaknya. Namun setelah kutahu bahwa aku sedang memegang sebuah kunci yang amat penting, aku juga penasaran apa yang bisa kulakukan dengan kuncinya.”
“Jadi, kau sebenarnya juga tak tahu kekuatan dari kunci itu sendiri?”
“Kurasa...begitulah.”
“HAHAHA!”
Suara tawanya sangat menggema di telingaku.
“Kau menarik sekali. Kukira kau adalah tumbal dari sebuah grup yang haus akan kekuatan. Ternyata kau hanyalah seorang bocah yang tak tahu apa-apa. Aku salah menilaimu.”
Apa aku harus menganggapnya sebagai pujian atau tidak?
“Jadi, apakah kau siap menerima sebagian kekuatanku?”
“Ya, aku siap....”
“HAHAHA! Kau memang bocah yang unik. Kau bahkan langsung menerimanya tanpa bertanya identitas pemberinya. Kuberi tahu satu hal yang penting, kau harus mencurigai siapapun lawan bicaramu. Celahmu banyak sekali, kupikir kau akan mudah dimanfaatkan oleh seseorang.”
“Apa itu masalah besar?”
“Tentu saja, setelah ini kau menjadi pemburu hebat setingkat a bahkan s. Kau pikir berapa banya usaha grup-grup besar untuk mencari kunci kuno-nya. Mereka ingin memonopoli kekuatan pemburu di negara, bahkan dunia.”
Wah, topik pembahasannya cukup berat.
Tapi aku sedikit mengerti apa yang ia bicarakan.
“Jadi, siapa kau....?”
“Aku adalah sebuah gabungan dari kekuatan-kekuatan absolut. Sebenarnya ada banyak diriku di dimensi ini, tapi semuanya tertidur, menunggu untuk dibangunkan sesorang sepertimu. Hanya akulah yang masih mempunyai kesadaran saat berada di sini. Lalu aku akan mengukur sebepara besar kekuatanmu, sehingga kekuatan yang akan kau terima bisa cocok dan tak terjadi masalah.”
“Semacam ujian?”
“Tidak, tidak ada ujian semacam itu. Kau sudah bisa selamat sampai di dimensi ini juga adalah hal yang ajaib. Itu menandakan bahwa kau layak mendapatkan kekuatan.”
Setelah kupikir, memang ajaib jika aku tidak mati.
“Tempelkan tangamu ke bola itu.”
Sebuah bola kristal muncul entah darimana.
Lalu seperti perintahnya, aku menyentuhnya dan bola kristal itu mengeluarkan cahaya kerungu-unguan.
“Mustahil!”
Dia berteiak seperi kesurupan.
Aku tak bisa membayangkan wajahnya yang sedang berteriak itu.
“Yuki, kau...sebenarnya siapa?”
“Eh, aku tak paham maksudmu...aku ya aku.”
“Apa kau benar seorang pemburu tingkat e?”
“Ya, saat aku pertama kali tahu bahwa aku menjadi pemburu...aku mendapatkan peringkat e di tesnya.”
“Benar-benar di luar kendaliku! Apa-apaan itu!”
Sebenarnya dia marah karena apa sih?
“Memang apa yang terjadi padaku? Apa aku berbuat salah di ritual ini?”
“Tak ada yang salah dengan proses ritualmu, hanya saja aku tak membayangkan hasilnya seperti ini. Yuki, kau akan menerima gelar sebagai ‘Dark Knight’. Tapi hanya aku dan kau saja yang tahu.”
“Dark Knight? Tipe macam apa itu? Aku belum pernah mendengar ada gelar semacam itu.”
“Itu adalah gelar yang pertama dan terakhir kalinya ada di generasi pemburu pertama, yaitu saat portal pertama kali muncul di dunia ini. Aku tak bisa menjelaskannya lebih jelas, setelah ini kau akan berlatih bersama Rivilus untuk menggunakan kekuatan barumu itu.”
“Hanya itu saja?”
“Ya, hanya itu saja. Saat kau kembali ke dunia asalmu, kau akan lupa denganku ataupun yang kau lihat di sini. Kalau begitu, selamat tinggal.”
Pandanganku mengabur, lalu silih berganti hingga aku bisa melihat altar kembali.

“Selamat, kau berhasil menyelesaikan ritualnya.”
Rivilus sepertinya menungguku.
Wajahnya kelewat senang, mungkin dia tak khawatir jika aku gagal dalam menyelesaikan ritualnya.
“Sekarang, apa yang harus kulakukan?”
“Sebelum itu, mari kita pindah ruangan.”
Rivilus mengantarkanku ke sebuah tempat yang lebih luas dari altar tadi.
Tempatnya agak terang dibandingkan dengan altar, membuatku agak tenang.
Terdapat banyak macam senjata dan boneka yang terbuat dari kayu.
“Kita akan melatih kekuatanmu di sini.”
“Berapa lama latihannya?”
“Hmm...tergantung kau juga. Kalau kau cepat menguasai kekuatanmu, paling tidak hanya butuh 2 sampai 3 hari. Paling lama seminggu kalau kau memang belum terbiasa.”
Kalau aku berlama-lama di sini, Sena pasti akan khawatir denganku.
Di sini aku juga tak bisa mengirim pesan karena tak ada sinyal.
“Baiklah, aku akan melakukannya dengan cepat.”
Sepertinya aku cukup bermulut besar tadi.
Rivilus cukup santai memegang pedang dua tangan yang jelas-jelas ukuran pedangnya melebihi tubuhnya.
“Kalau kau tak bisa mengangkat pedang satu tangan, kau juga takkan bisa mengangkat yang dua tangan. Lihatlah ini.”
Rivilus memutar pedangnya di ujung jarinya.
Sungguh pemandangan yang mengerikan sekaligus menakjubkan.
Akhrinya hari pertama aku berlatih mengangkat dan mengayunkan pedang satu tangan.
Hari berikutnya aku berlatih menggunakan senjata knight, yaitu pedang dua tangan dan biasanya menjadi alat penyerangan sekaligus pertahanan.
Aku di suruh untuk memilih berbagai jenis pedang yang ada di tempat ini.
Karena dulu tipe pemburuku adalah warrior, jadi aku belum terbiasa menggunakan pedang besar.
Sebelumnya aku memilih pedang jenis gladius karena pedangnya yang pendek dan mudah digunakan.
Aku juga sempat menggunakan rapier sebagai senjataku.
Tapi kali ini aku tertarik dengan pedang yang terpajang di sudut ruangan ini.
Sepertinya pedang itu disendirikan dari pedang-pedang lainnya.
“Rivilus, kenapa pedang itu seperti dipisahkan dari lainnya?”
“Ah, itu ya. Itu adalah Claymore, alas an dia terpisah karena dia memiliki jiwa di dalamnya. Walaupun aku juga tidak tahu kekuatan apa yang akan diperoleh.”
Pedang itu berwarna hitam pekat dan mengeluarkan aura-aura menyeramkan.
Walaupun aku tahu pedang itu sangat berbahaya, tapi aku masih tertarik dengannya.
“Jadi, apa yang akan kau pilih?”
“Sepertinya aku akan memilih Claymore.”
“Apa kau yakin? Pedang itu akan menghisap jiwamu jika tak cocok. Yah, aku tak punya hak untuk melarangmu.”
Aku mengambil Claymore.
Gagangnya terasa pas di tanganku.
SSSRT.
Claymore terasa seperti sedang menghisap jiwaku.
Aku merasa beberapa kekuatanku terhisap.
Kakiku menjadi lemas, lalu aku berlutut dan menyandarkan tubuhku ke Claymore.
“Selamat Yuki, Claymore menerimamu.”
Aku tak tahu apa yang terjadi, tapi itu berita baik bagiku.
Hari ini kuhabiskan untuk berlatih menggunakan Claymore.
Lalu hari ketiga aku belajar beberapa sihir dasar dan beberapa lagi sihir tingkat lanjut.
Tak kusangka aku memiliki kekutan yang sangat hebat ini.
‘Dark Knight’ adalah kekuatan yang luar biasa.
Sejauh itu hanya itu yang bisa kusimpulkan dari latihanku bersama Rivilus.
Lalu di hari keempat aku latihan fisik.
Kata Rivilus ini hanya sekedar latihan fisik biasa.
Tapi aku merasa sedang berada di medan perang.
Dan latihan fisik itu menyudahi kebersamaanku bersama Rivilus.
Aku juga harus kembali ke tempat asalku.
Sebelum berpamitan, Rivilus memberiku sebuah cincin hitam.
Katanya cincin itu bisa mendeteksi bahaya.
Akhirnya, aku berhasil kembali.∑

KSATRIA & KEBANGKITAN (VOL I) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang