~ Bagian 23: Tidak Akan Pernah ~

21K 3.3K 456
                                    

Akhirnya selesai ngetik. Maaf yah telat banget update. Serius lagi pusing banget di real life 😴

Vote di part sebelumnya tembus 600 vote lebih. Aku seneng banget. Komennya juga tembus 100. 😭 Makasih yah. Kalian emang The Best 💞

Selamat membaca. Kalau ada typo, silahkan tandai. Aku nggak ada waktu buat cek ulang. Dan makasihhh 🥰

_____

Chaiden cukup terkejut saat Alesha tiba-tiba memeluknya. Tapi rasa terkejut itu dengan cepat menghilang. Entah bagaimana rasa sesak yang Chaiden rasakan saat membahas mendiang ibunya menghilang begitu saja. Dia tidak bisa menjelaskan kenapa tapi pelukan ini terasa pas dan nyaman. Tidak pernah ada seseorang yang memeluknya seperti ini. Dia ingat jelas, pelukan terakhirnya sudah bertahun-tahun yang lalu. Itu adalah hari dimana ibunya akan pergi ke kuil.

Chaiden masih berperang dengan pikirannya. Bingung harus membalas pelukan itu atau tidak. Hal yang membuatnya menyesal karena tidak lama kemudian Alesha melepas pelukan mereka. Dia melihat mata biru Alesha yang menatapnya ragu-ragu. Ada ketakutan dalam matanya. Seolah dia baru saja sadar melakukan sebuah kesalahan. Dan segera saja Chaiden menyadari bahwa Alesha sedang gugup. Hal itu membuatnya mengulas senyum tipis. Selama beberapa detik Alesha masih terlihat ragu. Hingga kemudian dia balas tersenyum. Dengan senyum itu, Chaiden merasa Alesha terlihat lebih cantik.

Chaiden membungkuk. Dia bisa merasakan tubuh Alesha yang menegang saat dia mendekatkan wajahnya di samping wajah gadis itu. "Kau tahu, kita akan terkena skandal jika seseorang melihat kau memelukku tadi," bisik Chaiden pelan. Tepat di dekat telinga Alesha.

Alesha terbelalak. Dengan cepat dia melangkah mundur dan melihat keadaan sekitar. Dia merasa begitu lega karena tidak melihat seorangpun berada di sekitar taman. Saat dia kembali menatap Chaiden, dia merasa begitu jengkel melihat seringai jahil di bibirnya. Entah kemana perginya kilatan sedih dalam mata Chaiden tadi.

"Tidak lucu!" kata Alesha kesal.

Chaiden tertawa pelan. Matanya bersinar geli melihat respon Alesha atas godaannya. Dia tidak tahu bahwa menggoda Alesha selalu begitu menyenangkan. "Sebenarnya, itu tidak terlalu buruk," ucap Chaiden seolah tidak peduli dengan kekesalan yang Alesha tunjukkan. "Jika kita terkena skandal, kita hanya harus menikah, kan?"

Alesha menyipitkan mata. Dia tahu Chaiden masih menggodanya. "Ini sudah malam. Sebaiknya kau segera pulang!"

"Kau yang menahanku tadi." Chaiden menjawab dengan santai.

"Itu memang benar," gumam Alesha tanpa sadar terdengar menggerutu. "Tapi sekarang aku mengusirmu. Pulang sana!"

"Kau adalah orang pertama yang berani mengusir seorang pangeran dari kerajaannya sendiri."

"Aku merasa terhormat," jawab Alesha yang masih kesal.

Chaiden menikmati kekesalan Alesha padanya. Dia masih tersenyum geli sebelum kemudian berkata dengan lembut. "Terimakasih."

"Apa?" Alesha mengerjapkan matanya kebingungan.

"Aku tidak pernah membahas tentang mendiang ibuku dengan siapapun sebelumnya. Dan tidak pernah ada yang mencoba menghiburku selama ini." Senyum geli di bibir Chaiden benar-benar hilang. Saat ini raut wajahnya kembali datar.

Alesha mulai paham. "Itu karena sebelumnya kau tidak memiliki teman," ucap Alesha.

Chaiden mengangkat bahu acuh. Wajahnya kembali datar. "Orang-orang yang mendekatiku biasanya memiliki tujuan tertentu. Termasuk mereka yang ingin berteman denganku."

Apa yang Chaiden katakan memang benar. Selama ini tidak ada yang benar-benar tulus ingin berteman dengannya. Mereka hanya mau berdekatan dengannya karena dia adalah seorang pangeran. Jika dia adalah seseorang tanpa gelar. Chaiden jamin orang-orang itu tidak akan sudi berdekatan dengannya.

OPPORTUNITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang