8. Pesan tersembunyi

17 3 9
                                    

Anya dan Chiko duduk saling berhadapan dengan sebuah lentera berada di tengah-tengah mereka. Chiko mebolak-balikan kartu berwarna silver itu berulang kali sembari berharap keajaiban akan muncul dan memberi mereka berdua sebuah petunjuk, namun tak perduli berapa kali pun surat itu dibolak-balikkan, tetap saja tak ada sesuatu pun yang terjadi. Rasa panik dan cemas meliputi kedua remaja itu, bagaimana tidak? Pertempuran di atas masih belum usai, ditambah pemikiran logis bahwa manusia biasa tidak mungkin menang melawan dua ekor harimau plus tiga orang asing. Anya yang tidak bisa menenangkan diri melakukan hal yang sama dengan Chiko.

Tiba-tiba Chiko teringat sesuatu, "Eh Anya, coba bacain lagi tulisan di belakang surat yang lo pegang," Pinta Chiko.

Anya menuruti perkataan Chiko dan mulai membaca bagian belakang surat "Jangan pernah menekan tombol merah itu di luar ruangan jika kau tidak ingin mati mengenaskan. Katanya sih gitu, Kenapa?"

"Berarti kalo dipencet sekarang ga masalah kan?" Tanya Chiko

"Coba aja!" Anya sangat antusias dengan hal yang dilakukan Chiko kali ini, ia benar-benar memperhatikan Chiko yang berada di depannya.

Chiko menutup matanya dan mulai menekan tombol merah yang terdapat pada kartu itu perlahan. Jari telunjuk Chiko sudah menyentuh lingkaran berwarna merah itu dan ia mulai membuka matanya perlahan. Namun tetap tak terjadi apapun. Anya yang tadi antusias sangat kesal karena tak ada apapun yang terjadi.

"Argh... ditungguin juga, ih..." Anya melampiaskan kekesalannya dengan melempar surat itu ke lentera di depannya, lentera itu pun jatuh dan hampir membakar kertas surat yang terlihat kuno itu, untungnya tangan Anya dengan cepat mengambil kembali surat yang ia lempar, dan memperbaiki letak lentera yang jatuh.

"Argh... bikin panik aja! Kalo surat itu kebakar gimana? Ah." Omel Chiko.

"Iya, iya... maap."

Anya mengusap perlahan surat itu dan ia menemukan sesuatu, Anya kembali mengusap surat itu untuk kedua kalinya tapi tak melihat sebuah perubahan.

"Hey... Chiko, apa mungkin kalo surat ini ada tulisan rahasianya?" Tanya Anya sembari menyodorkan surat itu ke Chiko.

"Udah pasti..."

Chiko memperhatikan surat itu, sembari mengingat-ngingat pelajaran pramuka saat masih SMP. Di bawah tulisan yang dibaca Anya tadi, ada sepenggal kata yang dapat dibaca oleh Chiko, yaitu tulisan mant. Chiko berpikir keras untuk menemukan jawabannya, apakah itu sebuah kode, atau sesuatu yang lain. Dan Chiko teringat tulisan di bawah itu tiba-tiba muncul saat Anya melemparkannya ke lentera.

"Jangan-jangan..."

Chiko mulai mendekatkan surat itu ke lentera, ia mencoba sesuatu yang ia pelajari dulu saat masih SMP. Tak lama setelah Chiko mendekatkan surat itu ke lentera, sebuah kalimat tiba-tiba muncul seperti sihir.

"Yeay... sudah kuduga, akhirnya..." Ujar Chiko kegirangan karena berhasil menemukan sebuah petunjuk.

"Apa? Apa? Sudah kuduga apa?" Anya yang kebingungan spontan melontarkan sebuah pertanyaan.

"Lo inget ga dulu pas PERJARI, terus regu kita dapet teka-teki kertas kosong?"

"Iya inget. Kenapa? Eh bentar. Jangan-jangan... dibawah tulisan tadi ada pesan tersembunyi?

"Yap.. benar sekali"

"Arghh.... Kenapa ga kepikiran daritadi... apa kata tulisannya?"

"Oh yaa aku lupa mengatakan hal ini, jika kamu ingin menekan tombol merah, jangan lupa ucapkan mantra bodaciousbaloney dan tutup mata. Katanya gitu,"

"Berani coba?" Tanya Anya.

"Kalo ngga berhasil gimana?"

"Coba aja dulu!"

Mereka berdua saling menatap satu sama lain, kekhawatiran akan sesuatu yang mengerikan tiba-tiba saja muncul setelah hidup tenang selama 17 tahun. Anya dan Chiko telah membulatkan tekad mereka, bahkan mereka tak tahu apa yang akan terjadi jika mereka menekan tombol itu, namun tak ada pilihan lain, mereka telah kehabisan waktu.

"Oke kita tutup mata, terus kita baca mantranya dalam hitungan ke tiga,"

"Satu... dua... ti.."

Dak... dak... dak... dak... dak...

Terkejut dengan suara di pintu, Anya dan Chiko sontak membuka mata mereka, Chiko yang tadinya duduk membelakangi pintu kini pindah ke samping Anya.

Dak... dak... dak... dak...

"Lia... bukakan pintu, ini papa, argh..." Suara itu terdengar tak asing, seperti milik Clovis. Namun mereka berdua tidak mungkin percaya begitu saja, jika kemungkinan Clovis masih hidup ada, itu hanya jika ia memiliki senjata api, namun daritadi mereka berdua tidak mendengar suara tembakan sedikit pun.

"Anya lo ngejauh dari pintu, gue bakal buka," Seru Chiko lirih.

"Tapi, bisa aja itu jebakan,"

"Mungkin gue bisa lawan, lo doain aja dari jauh,"

Anya menurut dan segera menjauh dari pintu hingga menyentuh tembok paling ujung. Chiko yang gemetaran mendekat perlahan ke arah pintu dengan tangan menggenggam tongkat besi yang tergeletak di samping pintu. Anya memperhatikan Chiko dari jauh dengan mulut tak berhenti-hentinya berdoa. Chiko mulai memberi isyarat tangan jika akan membuka pintu, ia melipat dua jarinya yang meng-isyaratkan angka tiga, kemudian dua, dan satu.

Kini pintu terbuka, kedua tangan Chiko menggenggam erat besi itu dan menganggkatnya tinggi hingga berada lurus di atas kepala, Chiko siap menghantam apa saja makhluk yang ada di balik pintu itu, dan saat akan mengayunkan senjatanya Chiko justru terhenti dan sangat tidak percaya pada apa yang ia lihat sekarang. Makhluk yang berada di balik pintu itu jelas dan sangat pasti bahwa dia adalah Ayah Anya yang bernama Clovis. Chiko lantas membuang besi itu dan segera membawa masuk Clovis.

"Uhhuk... bagaimana dengan suratnya? Apa kalian sudah membacanya?" Tanya Clovis yang babak belur serta banyak luka cakar di tubuhnya.

"Bel-"

"Stt..." Chiko yang masih tak percaya dengan apa yang ia lihat menghentikan ucapan Anya.

"Jangan bilang kalo lo emang seratus persen yakin, ini om Clovis yang asli?"

"yaa... yakin lah,"

Karena sangat khawatir dengan keadaan Clovis saat ini Anya bergegas menghampiri Clovis yang ada di depannya, namun baru beberapa langkah dari tempat semula, Chiko menariknya dengan keras hingga Anya terjatuh.

"Lojangan coba-coba maju lebih dari ini!" Seru Chiko

Chiko yang curiga mulai mengambil kembali besi yang tadi ia lempar dan menggenggam erat tangan Anya agar tidak maju mendekat ke Clovis. Namun siapa yang kuat hanya melihat orang tersayang mereka sedang kesakitan sedangkan dirinya hanya diam menyaksikan? Begitu pula dengan yang Anya rasakan saat ini. Karena sangat khawatir pada sang Ayah, Anya pun menangis dan memberontak. Chiko yang tidak kuat pun akhirnya melepas genggamannya, Anya segera berlari menghampiri Clovis, namun saat sebelum Anya sampai ke tempat Clovis, sebuah tombak melesat dengan cepat ke kepala Clovis dan membuatnya tewas seketika.

Kurensia: dunia mimpi yang dihuni oleh elf [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang