6. Chiko's Birthday

50 11 5
                                    

Malam telah tiba, matahari yang sedari tadi siang malu untuk menunjukkan dirinya kini benar-benar tenggelam, dan diganti oleh sang bulan yang juga malu-malu. Hujan masih belum mereda di luar, udara dingin itu masuk tanpa izin. Melewati ventilasi-ventilasi rumah yang memang difungsikan sebagai jalan masuk untuk mereka. Udara dingin mulai menjamah tubuh dua remaja yang masing-masing menggenggam secangkir coklat panas di ruang tamu itu. Bibi yang membuatkannya. Coklat panas, film kartun, dan hujan di malam hari, arhh aku ingin merasakannya.

Dua remaja itu hanya diam saja menonton TV, sambil sesekali meniup lalu menyeruput coklat panas buatan Bibi. Tak ada suara sama sekali dari keduanya, hanya suara Televisi dan derasnya hujan di luar rumah. Anya meletakkan cangkirnya di meja dan mengambil surat milik Chiko. Ia membolak-balikkan surat itu sedikit penasaran dengan apa yang ada di dalamnya. Anya mulai meraba surat itu dari ujung ke ujung, berharap mendapatkan petunjuk tentang sesuatu yang ada di dalamnya. Namun usahannya sia-sia, Anya bahkan tak bisa merasakan adanya kertas dari dalam surat itu. Anya menyerah, ia meletakkan kembali surat itu ke tempat semula sebelum ia mengambilnya. Dan sebuah ide tiba-tiba muncul di kepala Anya.

"Kenapa lo gak nginep disini aja? Siapa tau nanti malem bisa kebuka ni surat, terus kita bisa baca bareng deh,"

Chiko tidak jadi menyeruput coklat panasnya, dan segera menjauhkan cangkir itu dari mulutnya.

"Finally, pertanyaan yang daritadi gue tunggu-tunggu datang juga," Jawab Chiko sambil menyeruput coklat panasnya yang tadi sempat tertunda.

"Dih, nunggu ditanya. Kalo mau nginep mah bilang aja Bang, saya ngga gigit kok," Cetus Anya. "Yaudah tante Lisa kabarin sana, ntar nyariin lagi,"

"Oh iya juga ya. Oke wait,"

Chiko meletakkan cangkirnya di meja dan mengambil sebuah smartphone dari sakunya. Chiko mulai membuka kontak dan mencari nama ibunya di sana. Piiip... piip... piiip.... "Halo?" panggilan dari smartphone Chiko sudah terhubung dengan Ibunya, Chiko pun sedikit berbasa-basi lalu meminta izin pada Ibunya agar dibolehkan menginap di rumah Anya malam ini. Hujan masih sangat deras di luar, tentu saja tante Lisa mengijinkan Chiko untuk menginap malam ini, meskipun dia tahu jika keluarga Anya memiliki mobil. Setelah diizinkan untuk menginap Chiko pun berterima kasih lalu mengakhiri panggilannya dengan tante Lisa, dan meletakkan kembali HPnya.

"Jadi gimana? Diizinin?" Tanya Anya.

"Enggak," jawab Chiko bercanda.

"Pak... pak.... Tolong anterin Chiko pulang!" Teriak Anya memanggil sopirnya dari ruang tamu.

"Pak... hubfmbhf," Suara Anya terdengar tidak jelas karena tangan kiri Chiko tiba-tiba menutup mulutnya.

"Ssstt," Chiko mendesis. Jari telunjuknya berada tepat di bibir Chiko, sebagai isyarat agar Anya terdiam. "Gue bercanda, boleh kok boleh..." Imbuhnya.

Pria itu terlihat tergesa-gesa menuju ruang tamu tempat Chiko dan Anya berada. "Iya non, ada apa? Maaf tidak kedengaran suaranya dari belakang," Ujar Pria itu agak jauh dari tempat Anya duduk. Spontan Chiko melepaskan tangannya dari mulut Anya dan mereka berdua menoleh ke arah suara itu berasal.

"Engga pak, gapapa, Chiko gajadi pulang katanya," Jawab Anya sembari tersenyum lebar.

"Baik non, kalau ada keperluan lain panggil saya saja, saya ada di belakang,"

"Oke pak, maaf ya... Hehe, habisnya Chiko pembohong sih pak," Ujar Anya yang tidak merasa bersalah sedikitpun. Pak Sopir pun pergi meninggalkan Anya di ruang tamu.

Kurensia: dunia mimpi yang dihuni oleh elf [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang