Our Beloved Summer

772 35 17
                                    

6 minggu. 5 turnamen. 1 final.

Untuk manusia ambis macam Huang Dongping, hasil tersebut sudah pasti tidak memuaskannya, namun ia pun menyadari performanya akhir-akhir ini bukanlah performa terbaiknya. Defensenya berantakan, serangannya tak lagi mematikan. Dongping jadi gemas sendiri, dan ia yakin Yilyu pun sama. Berdamai dengan cedera ternyata tak semudah mengucapkannya.

Saat ini yang paling diinginkannya hanyalah pulang ke rumah, bermanja-manja dengan kakek neneknya, dan makan es krim sepuasnya. Musim panas memang waktunya bersantai-santai, kan? Namun sayangnya hal itu tak bisa dilakukannya. Tebak karena apa?

Tugas negara menantinya.

.

.

.

Tok tok...

"Siapa?" Yilyu menyahut dari balik pintu.

"Gue." Terdengar suara yang telah dihafalnya di luar kepala, diikuti suara pintu yang terbuka. Yilyu lantas berbalik.

"Ganteng banget abangku," puji Dongping, setengah menggoda. Yilyu menghiraukannya. Sembari merapikan jas yang dipakainya, ia melangkah menuju satu-satunya meja di ruangan untuk mengambil dasinya. "Warna putih emang cocok sama lo," komentar Dongping lagi.

"Thanks, I guess?" balas Yilyu. Matanya memperhatikan penampilan Dongping yang, sumpah, baru kali ini dilihatnya. Dress biru selutut melekat pas di tubuhnya. "Lo juga, cantik," lanjutnya lagi, lebih pelan.

Dongping menggerakkan tangannya seolah-olah sedang mengibas rambutnya, yang jelas-jelas super pendek itu, dan tersenyum sombong. "Itu sih udah jelas."

"Tumben."

"Maksud lo?" dengus Dongping.

"Biasanya kan lo kucel, jarang mandi," ejek Yilyu. Tangannya sibuk merapikan dasi di lehernya.

"Enak aja, fitnah banget njir!" Dongping tak terima. Ia melengos, duduk dengan kasar di sofa seberang meja.

"Gausah pasang muka ngambek gitu deh, mending sini bantuin gue pasang dasi," perintah Yilyu.

"Ogah," sembur Dongping cepat.

Yilyu tak bisa lagi menahan tawanya. "Dih beneran ngambek."

"Lagian, udah umur segini pake dasi masih aja berantakan," sungut Dongping, "Trus selama ini lo pake dasi gimana? Nelpon nyokap?"

"Dibantuin Yaqiong," Bohong. Mana mungkin seorang Yilyu gak bisa pake dasi.

"Yaudah gue telpon Cici ya suruh ke sini." Dongping bergegas mengeluarkan ponsel dari tas kecilnya.

"Gak, gak usah." Buru-buru Yilyu menolak. "Paling lagi asyik gendong anaknya Siwei dia." Yilyu kembali beralasan.

"Terus?"

"Gue maunya sama lo." Tiba-tiba Yilyu membalikkan badannya, menatap Dongping, setengah memohon setengah frustasi.

Hening. Hanya terdengar suara detak jam di antara mereka yang saling bertatapan, saling mencari jawaban.

Second BestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang