September, 2019.
Seoul, South Korea.Dongping tidak mengira rasanya akan sesakit ini.
Kalau kamu langsung menebak itu berkaitan dengan perasaannya, sayang sekali tebakan kamu salah. Bukan, bukan itu. Ini sesuatu yang lebih penting---yah walaupun perasaannya juga tak kalah penting sih.
Cederanya kumat. Di waktu yang tidak tepat. Padahal pinggangnya sudah dibebat. Obat penghilang rasa sakit pun sudah diembat. Tadinya dia ingin nekat, namun setelah menghitung satu sampai empat, sakit itu tak kunjung minggat. Dengan hati yang berat, akhirnya dia memutuskan untuk rehat.
Dongping menghampiri umpire---wasit yang memimpin jalannya pertandingan---dan menjelaskan kondisinya. Pertandingan yang baru berlangsung kurang dari dua menit tersebut terpaksa dihentikan. Huang Dongping memutuskan berhenti di tengah pertandingan akibat cedera dan lawannya berhak melaju ke babak kedua Korea Open 2019. Setelah saling bersalaman, Dongping dibantu Yilyu membereskan tasnya, kemudian berjalan keluar lapangan dengan tangannya yang sesekali memegang pinggang.
"Kok gak bilang dari awal sih?" tanya Yilyu sambil menyejajarkan langkahnya dengan Dongping.
"Tadi gak terlalu sakit makanya gue mau coba," jelas Dongping. "Ternyata pas diajak main malah makin berasa sakitnya," lanjutnya, tersenyum lemah.
"Yaudah ke ruang medis dulu sana."
"Terus lo mau ke mana?"
"Balik lah ke hotel. Ntar gue minta terapis buat nyusulin lo juga."
"Gue... ditinggal?"
Yilyu menatapnya lelah. "Ya lo kan mesti diperiksa dulu, makanya gue suruh ke ruang medis."
"Lo... beneran gak mau nemenin gue ke sana, Bang?"
Dongping memastikan sekali lagi. Agak heran dengan sikap partnernya saat ini. Paling gak, bisa kan nemenin ke ruang medis dulu. Kok tega nyuruh orang sakit jalan sendirian.
"Bolak-balik jadinya. Lo minta anter sama panitia aja lah."
"Lo... marah ya, Bang? Kita terpaksa kalah gara-gara ini?" tanya Dongping takut-takut.
"Apaan sih. Udah siniin tas lo, biar gue bawa balik ke hotel juga."
Yilyu menarik tas raket yang dijinjing Dongping, sengaja menghindari pertanyaan barusan, karena sejujurnya dia juga tidak tahu kenapa bersikap seperti ini. Dia bukannya marah. Dia tidak peduli juga kalau harus kalah seperti ini. Namun, Dongping yang dari awal tidak jujur padanya dan berpura-pura baik-baik saja seperti ini membuatnya jengkel. Dia pun refleks bersikap ketus. Setelah sadar akan sikapnya, dia terlalu gengsi untuk bermanis-manis kata. Kembali ke hotel sendirian memang solusi yang tepat untuk saat ini. Di lain pihak, Dongping yang kaget dengan gerakan tiba-tiba Yilyu hanya bisa menatapnya bingung, namun akhirnya membiarkan saja tasnya dibawa pergi.
"Boro-boro pamitan, nengok pun nggak. Beneran marah ya tu orang," ratap Dongping, lalu menyeret langkahnya ke arah ruang medis. Sendirian.
.
.
.
"Ping, lo kenapaaa? Mana yang sakit? Kok bisa sih?!"
Yifan grasah-grusuh menghampiri Dongping yang terbaring di ranjang. Suasana ruang medis yang tadinya hening mendadak ramai gara-gara ulah satu orang ini.
"Apaan sih, norak deh," sahut Dongping, tersenyum geli melihat muka Yifan yang panik.
"Ih, gue kan khawatir sama lo. Dasar rese'!" balas Yifan tak terima. "Seriusan, lo kenapa?"
"Cuma cedera gue yang kambuh kok, tadi sempet sakit," jelas Dongping santai, namun Yifan malah memelototinya.
"Cuma?" sahut Yifan, sedikit berteriak. Kesal dengan jawaban sohibnya satu ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/198811749-288-k734218.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Best
FanfictionIn any universe, Wang Yilyu and Huang Dongping are vowing to do the best for each other.