Wuhan, China.
"Eh, emangnya kita boleh ke sini?" Dongping melongok was-was di sepanjang lorong, menahan Yilyu untuk tidak melanjutkan langkahnya.
"Kenapa gak boleh? Kan kita juga bakal ikut tanding besok," sahut Yilyu santai, semakin masuk ke dalam tanpa memedulikan Dongping yang menarik-narik lengan bajunya.
"Kita? Lo aja kali," ejek Dongping.
"Oi, oi!" Yilyu mendelik tajam, tidak terima.
"Gue sih besok masih bisa santai-santai hahaha." Dongping masih melanjutkan ejekannya.
"Yaudah sekarang balik santai-santai aja sana ke wisma." Yilyu mendengus, tidak berusaha menyembunyikan kekesalannya.
"Dih, sensi amat lo, Bang. Udah ayo katanya mau masuk." Akhirnya malah Dongping yang menyeret Yilyu masuk. "Lo ngebet banget ke sini mau ngapain sih emang? Mau teslap juga udah gak bisa kan," lanjutnya lagi.
Dongping penasaran. Kepalanya menengok ke samping, menunggu Yilyu menjawab pertanyaannya. Yang ditanya malah asyik memperhatikan sekeliling. Dongping mendengus sebal. Ia tidak berkata apa-apa lagi dan akhirnya mendahului Yilyu menuju pintu stadion. Masa bodoh lah.
Rasanya tadi pagi mereka masih berkantuk-kantuk ria. Menarik koper di pagi-pagi buta menuju bandara. Lelahnya pertandingan kemarin bahkan masih terasa. Kekecewaan akan kekalahan kemarin bahkan masih sesak di dada. Ah, sudah, sudah biasa. Yang jelas, perbedaan waktu ini cukup membuat pusing kepala. Sungguh menyiksa. Namun apa mau dikata, beginilah kenyataannya.
Setelah Denmark Open, mereka berdua seharusnya lanjut bermain di French Open yang diadakan di kota romantis, Paris. Namun karena sebelumnya mereka mengajukan diri untuk ikut berpartisipasi dalam Pesta Olahraga Militer Dunia alias Military World Games, akhirnya mereka harus mengundurkan diri dari French Open dan bertolak ke Wuhan.
Military World Games ini diadakan empat tahun sekali, dan tahun ini negara China yang menjadi tuan rumahnya. Selain itu, badminton adalah salah satu cabang olahraga yang tahun ini dipertandingkan perdana. Bagi mereka berdua, ini adalah momen bersejarah sehingga mereka bersikeras ikut berpartisipasi di dalamnya. Pun kalau mau diambil positifnya, anggap saja penyegaran dari penatnya tur dunia, yang mana jadwalnya berderet tanpa jeda.
"Masih rame ya ternyata." Yilyu berkomentar dari balik punggung Dongping, tepat saat ia tiba di depan pintu masuk. Dongping sempat tersentak saat bahu Yilyu menabrak punggungnya sehingga tanpa sadar bergeser dengan canggung. Sementara di dalam stadion terdengar sorak-sorai penonton tiap pemain mendapatkan angka.
"Baru lewat jam 7. Masih sore. Bahkan masih ada pertandingan yang belom beres. Tuh liat," sahut Dongping, mencoba bersikap santai sambil menunjuk ke lapangan paling ujung.
"Trus kenapa lo malah berdiri di sini bukannya masuk?" Yilyu melanjutkan perkataannya masih dengan posisinya yang berdiri di belakang Dongping. Mengintip dari balik pintu, posisi mereka berdua persis pencuri yang sedang mengintai buruannya. Alias mencurigakan.
"Gue kan gak bawa ID card, mana boleh masuk."
"Payah lo ah, bisa-bisanya ID card gak dibawa." Yilyu menghela napas.
"Lo sih, ngapain coba tiba-tiba ngajak gue ke sini?" protes Dongping. "Lagian ya, siapa coba orang yang mau makan malem aja bawa-bawa ID card?" Dongping bersungut-sungut. Tak terima disalahkan.
"Gue," balas Yilyu kalem. "Gue bawa ID card ke mana-mana."
"Yaudah lo masuk aja ke dalem, gue balik ke wisma sendiri aja gapapa," sahut Dongping asal. Setengah kesal. Setengah lelah. Dia membalikkan badannya hingga matanya bertemu langsung dengan mata Yilyu. Tidak bisa dibilang langsung juga sih, karena Dongping mesti mendongak untuk menatap Yilyu. "Minggir ah, mau balik gue."

KAMU SEDANG MEMBACA
Second Best
FanfictionIn any universe, Wang Yilyu and Huang Dongping are vowing to do the best for each other.