Winter/8

1.2K 183 0
                                    


Flashback : October - September
Author pov°

"Kenapa harus aku?" Minjeong menolak mentah mentah permintaan Winter.

Apa maksudnya? Menggantikan Winter.

"Minjeong, ku mohon." Winter menggenggam tangan Minjeong dengan erat.

"Tidak! Kau akan sembuh! Kau yang akan berjalan bersama kekasihmu!" Minjeong menarik tangannya dengan kasar.

Winter tersenyum lirih dan memandang keluar jendela, "Stadium tiga? Memegang semangkuk kecil ice cream saja tanganku sudah bergetar tak sanggup."

"Tidak, Winter! Jangan menyerah!" Minjeong menggenggam erat tangan Winter, begitu erat. Dia tak ingin kehilangan saudari kembarnya.

"Aku tak pernah menyerah, Minjeong." Winter membalas genggaman tangan Minjeong dan tersenyum.

"Tapi tak ada yang bisa di perjuangkan, aku akan terjebak disini. Aku hanya berusaha bertahan hidup tapi tidak bisa berpergian dengan Karina."

Minjeong menggeleng, tangisannya pecah. Dia menyayangi saudari kembarnya.

"Ku mohon Minjeong. ." Winter mengelus puncak kepala Minjeong.

"Karina adalah gadis yang baik, dia adalah sosok yang cantik dan memiliki senyum yang menawan. Aku tak bisa melihat dia harus kehilangan."

"Winter ku mohon. ."

"Aku akan berusaha, Minjeong. Akan ku usahakan."

~

Minjeong pov°

Ku pegang buku yang berisi tentang Karina dari Winter, saudara kembarku.

Pada akhirnya, aku menyetujuinya. Permintaan saudaraku adalah permintaan yang ia mohon mohon sejak dua hari yang lalu padaku.

Winter mengidap kanker otak dan di ketahui saat sudah stadium dua. Gadis itu sering Tremor, memegang benda ringan saja sering berjatuhan dan terjatunya dari tangga membuat keadaannya tak semakin baik.

Aku merasa buruk tak dapat menjaganya, aku memilih untuk berada di Busan bersama nenek tanpa tau kondisi saudariku.

Kak Giselle memberitahuku, Winter sakit. Tak ada harapan untuk sembuh, duniaku seketika runtuh.

Aku mendatangi Winter, aku marah. Aku kecewa, padanya dan padaku. Padanya, karena tak memberitahuku. Padaku, karena aku yang payah tak bisa mengetahui apapun tentang saudariku yang tengah di ambang sekarat.

"Hallo!" Aku tersentak kaget, menyembunyikan dengan cepat buku yang ku pegang.

Aku terdiam, Karina di hadapanku. Dia sangat cantik. Aku pernah bertemu dengannya, saat masih sekolah dasar. Sudah lama sekali, dia tak banyak berubah.

"Hei!" Dia memukul pundakku, aku tersadar dan memalingkan wajahku darinya.

"Winter!"

"Iya." Aku sahut tapi tak berani menatapnya.

Dia berkacak pinggang, dia marah padaku karena tak menatapnya.

Aku menghembuskan nafas perlahan dan menoleh kepadanya. Tersenyum tawa dan menggenggam berani tangannya, "ayo, jalan."

Di saat dia sibuk bercerita tiba tiba saja dia berseru menunjuk semangat sebuah stand ice cream. Kami mendatangi stand ice cream itu.

Dia menatapku bingung, aku juga sama. Apa ada yang salah?

Ia tertawa mencoba bersikap biasa saja, "kenapa?" Tanyaku.

Dia menggeleng senyum berkata jika sudah lama aku tak memakan ice cream cokelat.

Aku menerima ice cream cokelat pemberian paman itu.

"Aku menyukai ice cream cokelat tapi itu terlalu manis, yang manis hanya Karina."

Aku teringat cerita Winter malam tadi, pantas saja Winter begitu mencintai kekasihnya. Karina sangat cantik.

"Karina, sebagaimanapun aku memakan ice cream cokelat yang manis ini ternyata tak mempengaruhi apapun. Karina memang yang paling manis."
Ucapku, dia tertawa begitu juga aku.

Winter aku bingung, aku tak bisa bahagia di atas penderitaanmu.


[To be continued]

Winter✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang