Winter/3

1.9K 236 14
                                    


13 Juli 2020

"Karina!" Winter berteriak memanggilku.

Aku enggan berbalik, aku sedang kesal padanya.

Saat tadi aku mengirim pesan padanya jika aku ingin mengajaknya jalan, dia menolak. Dia bilang dia sedang sibuk.

Aku memahaminya dan memilih jalan sendiri tapi tak di sangka, aku bertemu dengannya. Dengan mantannya, Winter tengah tertawa bersama mantannya.

Banyak yang bilang, dia adalah mantan terindahnya Winter. Mereka juga berpisah dengan cara yang baik baik.

"Karina!" Aku tertarik begitu saja, aku menatapnya dingin.

Winter menghela nafas panjang setelah terdiam cukup lama mengatur nafasnya yang memburu.

"Kenapa pergi?"

"Apanya?"

"Kenapa pergi dan marah?"

Saat itu aku sangat ingin memukul Winter atas ketidakpekaannya.

"Pikirkan sendiri!" Aku menghempaskan tangannya begitu saja dan berbalik.

"Karina!" Nafasku tercekat, tubuhku menegang.

Aku terjatuh di atas Winter. Sejenak melamun mencerna apa yang terjadi saat ini hingga aku mendengar ringisan Winter, Aku menjauh dan menatapnya khawatir.

"Winter?" Aku membantunya untuk duduk sedangkan dia masih meringis.

"K-kakiku. ." Aku melihat kakinya, dia terlihat sulit menggerakkan kaki kirinya.

Seorang pesepeda tadi melewatiku, Winter sempat menarikku tapi tampaknya kakinya baru saja di lewati oleh pesepeda itu.

Pesepeda itu meminta maaf berkali kali dan Winter selalu mengatakan dia baik baik saja. Aku merasa bersalah seketika. Ini salahku yang tak berhati hati.

Tak lama sebuah taksi datang, pesepeda itu yang memanggilnya. Dia juga yang membayar ongkos ke rumah sakitnya.

Sebelum pergi, aku berterima kasih padanya dan juga meminta maaf atas kelalaiannyaku.

~

Dokter bilang, winter mengalami cedera di kaki kirinya dan untungnya tidak terlalu serius. Mungkin dalam waktu empat Minggu, cedera itu akan sembuh.

Aku masih terdiam lamun di sofa ruang tamu, aku sudah pulang. Winter juga, dia di jemput oleh Giselle kakaknya.

"Anak ayah, kenapa murung?" Ayah datang membawa segelas susu cokelat dan sepiring biskuit cokelat. Menaruhnya di atas meja dan duduk di dekatku.

"Bagaimana Winter, dia baik baik saja?" Tanya ayah. Jika ayah tau pasti ayah di beritahu oleh Ayah Winter. Aku jadi malu.

Aku menunduk, tak bisa menjawab pertanyaan ayah. Aku benar benar malu, aku sadari tadi sifatku sangat kekanak-kanakan.

"Hei hei, anak ayah tidak bersalah oke?" Ayah merangkulku. Aku bersandar pada dada bidangnya.

"Cemburu itu wajar, Karina sayang Winter. Winter juga sayang pada Karina." Ucap ayahku.

"Sebenarnya Winter ingin berbicara langsung padamu tapi Giselle melarang keras dia untuk keluar menemuimu." Ayah terkekeh sedangkan aku masih diam.

"Bukan Giselle marah tapi dia tak mau Winter kenapa kenapa." Lanjut ayah mungkin dia takut aku salah paham.

"Winter bertemu dengan Lee Chaeryeong dan kekasihnya." Kepalaku mendongak seketika menatap ayah.

Ayah tersenyum lembut padaku dan mengusap nyaman rambutku, "Winter memang sibuk tapi dia tak sengaja bertemu Lee Chaeryeong dengan kekasihnya. Mereka berbincang sebentar, Kekasih Lee Chaeryeong saat itu pamit untuk membeli minuman sebentar." Jelas ayah membuat kedua mataku memanas. Aku benar benar bodoh karena bersikap kekanak-kanakan.

"Karina?" Aku hanya diam saat ayah memanggilku, aku menangis.

"Lain kali jika bertengkar atau ada kesalahpahaman, di bicarakan. Jangan kabur. Karena apa yang di liat secara sekilas dengan mata tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya."



[To be continued]

Winter✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang