Prim tiba di rumah neneknya satu jam yang lalu. Kini gadis cantik itu tengah terlelap setelah menikmati makan siang.
"Kasian kamu Prim, Harus tumbuh di keluarga yang ngga harmonis." Nenek Prim membelai rambut keriting cucunya.
Prim memang dekat dengan neneknya sejak kecil. Itu karena dahulu nenek Prim tinggal satu rumah dengan putri dan menantunya. Namun sejak rumah tangga mereka mulai retak, Nenek Prim memilih untuk pindah dan membeli rumah di sebuah komplek pinggiran kota.
Sore menjelang, Prim sudah terbangun dari tidur nyenyaknya. Namun ia tak menemukan sang nenek di dalam rumah. Prim yang masih mengenakkan seragam sekolah lantas mencari neneknya keluar rumah. Benar saja, Nenek Prim sedang berada di teras, Berbicara dengan seseorang yang tak asing bagi Prim.
"Nanon?" Panggil Prim. Orang yang sedang berbicara dengan nenek Prim pun menoleh, Benar saja orang itu adalah Nanon. Sayang sepertinya Nanon tak mengenali Prim.
"Lo kenal gue?" Nanon bertanya pada Prim.
"Lo ngga inget gue? Kita makan satu meja di kantin sekolah minggu lalu."
"Loh kalian berdua saling kenal?"Prim mengangguk mendengar pertanyaan neneknya. Ia lalu menjelaskan mengapa dirinya mengenali Nanon.
"Kita satu sekolah nek, Dan waktu itu karena kantin penuh aku jadi duduk sama dia."
"Oalah, Nanon ini tetangga nenek. Anaknya Pak Tay. Tuh rumahnya di ujung sana." Nenek Prim menunjuk sebuah rumah.
"Oh lo yang tiba tiba duduk depan gue waktu itu kan? Iya iya gue inget."Suasana mendadak canggung. Sadar akan momen ini, Nenek Prim mengajak cucunya masuk ke rumah. Tentunya setelah berpamitan dengan Nanon.
"Kamu beneran ngga mau pulang ke rumah?"
"Ngga nek. Mungkin nanti malem aku pulang buat ambil buku buku sama beberapa baju."
"Nah bawa baju ngga usah banyak banyak. Ngomongin tentang baju, Ayahnya Nanon baru buka laundry loh. Nanti coba deh kamu laundry in baju ke sana."Dari dalam rumah Prim menatap kediaman Nanon. Tak ada seorangpun yang keluar masuk selain Nanon.
"Main aja kali Prim kalo kamu emang penasaran sama Nanon. Gih sana, Tapi nanti pulangnya jangan kemaleman." Ucap Nenek Prim saat melihat anak itu terus memperhatikan rumah Nanon.
"Hah? Penasaran? Ngga kok biasa aja." Prim mengelak. Namun rona merah di wajahnya masih bisa terlihat oleh sang nenek.
***
Hari ini langit tertutup awan mendung. Prim agak malas untuk berangkat ke sekolah. Di teras rumah neneknya gadis itu mengikat tali sepatu. Gerakannya lambat, Seolah menunggu hujan turun.
Prim sudah selesai mengikat sepatu namun hujan tak kunjung turun padahal langit terlihat begitu gelap.
"Ah elah ujan kek. Males banget gue sekolah." Gerutu Prim. Akhirnya mau tak mau ia bersiap untuk pergi ke sekolah.Saat hendak mengeluarkan motor, Prim melihat seseorang keluar dari rumah Nanon. Laki laki yang berjalan menggunakan tongkat. Prim ingat sekali orang itu adalah orang yang ia temui di jalan kemarin.
"Wah beneran ayahnya Nanon ternyata. Hebat juga gue." Gumam Prim memuji dirinya sendiri karena benar menebak.
"Selamat pagi pak." Prim menyapa Tay yang lewat di depan rumah neneknya.
"Selamat pagi, Eh cucunya Bu Esther ya? Wah baru pertama kali liat saya."
"Iya pak hehehehe."Tay menatap seragam yang dikenakkan Prim. Seragam yang sama persis dengan milik Nanon.
"Kamu sekolah di Wirabrata ya? Anak saya juga sekolah disana."
"Iya pak, Namanya Nanon kan? Saya udah ketemu kemaren sama dia."
"Ngomong ngomong, Jam segini kok belum berangkat? Nanti terlambat loh."
"Hahahaha saya nunggu ujan pak, Biar ngga jadi berangkat sekolah. Tapi ngga ujan ujan."
"Loh kok gitu, Harusnya kamu bersyukur masih bisa sekolah, Jangan males gitu. Buat mereka bangga sama pencapaian kamu nanti."
"Mereka ngga bakal bangga pak. Orang sibuk sama ego masing masing. Kalo aja mereka waras dikit, Saya ngga akan kabur kesini. Yaudah saya permisi dulu ya pak, Mari."Tay terdiam mendengar penuturan Prim. Sejak awal mereka berbincang, Tay memang sudah bisa melihat kesedihan di raut wajah anak itu. Bibir Tay menyunggingkan senyum tipis. Tuhan memang punya rencana yang tak dapat ditebak. Dunia dipenuhi keunikan keunikan tersendiri, Termasuk anak anak manusia yang tercipta. Sebagian dari mereka kurang beruntung seperti Prim, Sisanya kurang bersyukur seperti Nanon.
Haloww bestie, Ditunggu votenya ya
KAMU SEDANG MEMBACA
MALAIKAT BERKAKI SATU (END)
Fanfiction"Jika diberi kesempatan aku hanya ingin bersujud memohon ampun dan membasuh kaki ayah yang hanya tersisa satu." -Nanon-