20

304 48 2
                                    

       Tahun tahun berlalu begitu cepat, Kini Nanon berada di Tahun terakhir masa SMA. Sebentar lagi dirinya akan melangkah ke jenjang perguruan tinggi. Hari ini, Hari pertama ujiannya.

       "Kamu ngga sujud dulu di kaki ayahmu Non? Om bisa nunggu kamu sebentar kok. Ayo minta restu biar ujiannya lancar." Ucap Off. Ia memang berencana mengantarkan Nanon ke sekolah hari ini.

       "Duh ngga usah om, Aku buru buru. Aku mau mengulas rangkuman di sekolah nanti sebelum ujian. Ayo Om berangkat. Yah, Aku pergi dulu ya."

        "Iya, Hati hati ya nak. Semoga lancar ujiannya. Baik baik bawa mobilnya ya Off." Pesan Tay. Ia tersenyum pahit saat Nanon menolak permintaan Off. Namun tak apa, Hal itu bukan sesuatu yang baru bagi Tay.

         Dari ambang pintu Tay menatap Nanon bercanda dengan Off di dalam mobil sebelum akhirnya mobil berjalan meninggalkan rumah orang tua tunggal yang hatinya patah itu.

          "Pulang sekolah perlu om jemput ngga?"
          "Boleh om kalo ngga ngerepotin. Soalnya pulang cepet juga selama ujian. Oh iya om abis ujian aku ada karyawisata. Mungkin 2 atau 3 hari."
           "Oh iya kah? Yaudah nanti kita beli barang barang keperluan kamu."

           Nanon tersenyum lebar mendengar penuturan Off. Ia memang selalu mendapat perlakuan khusus jika bersama Off dan Gun. Perlakuan yang tak mungkin ayah kandungnya berikan. Off selalu memberi apapun yang Nanon minta. Sementara Gun memberinya kasih sayang bak seorang ibu. Hidup Nanon sempurna bersama mereka.

           Sayang karena sikap Off dan Gun yang sedikit berlebihan, Nanon jadi tutup mata dan menolak sadar kalau ia masih memiliki seorang ayah yang amat menyayanginya. Yang akan mengorbankan apapun bahkan dirinya sendiri demi kebahagiaan Nanon.

          Nanon tumbuh menjadi anak yang kurang bersyukur. Ia menganggap kehadiran Tay dihidupnya hanya sebagai beban yang tak seharusnya ada.

***

       Sementara itu bertahun tahun bertahan dengan penyakit paru paru yang diderita membuat tubuh Tay perlahan menyerah. Ia semakin sering batuk dan mengeluarkan darah. Namun entah Tay yang handal menutupi atau Nanon yang kelewat tak perhatian, Nanon masih menganggap ayahnya sakit batuk biasa.

       Tak bagi masalah bagi Tay jika Nanon tak perhatian padanya. Lagipula tak mungkin anak yang sudah mematikan ayahnya sendiri dalam cerita khayalnya, Mengkhawatirkan dan menanyakan keadaan sang ayah.

       "Semoga aku masih bisa liat Nanon wisuda nanti." Gumam Tay. Ia menatap bingkai foto yang memperlihatkan foto wisuda Nanon saat SD dan SMP, Tentu dengan Off dan Gun di sisinya. Tay tak pernah hadir dalam acara penting putranya. Bukan karena ia tak mempedulikan putra semata wayangnya, Namun karena ia tahu kehadirannya hanya membuat Nanon malu.

       Tay berharap suatu hari Tuhan membukakan pintu hati Nanon agar mau menerima ia sebagai ayahnya. Menceritakan pada orang orang kalau ada sosok laki laki bernama Tay Tawan yang sangat menyayanginya. Entah kapan harapan itu akan terkabul, Mengingat hati nurani Nanon masih terbungkus batu keegoisan.

       Ingatan Tay kembali pada saat tadi pagi. Ia sempat melihat wajah Nanon yang sungkan untuk meminta restunya. Meskipun tak dendam, Tay tetap manusia yang merasakan sakit hati. Namun tak mengapa, Mungkin Nanon merasa aneh jika hanya bersujud pada satu kaki.

        Berbicara tentang kaki, Tay teringat akan permintaan Nanon saat kecil. Anak itu memintanya untuk menggunakan kaki palsu setelah anak anak lain mengolok oloknya. Saat itu Tay sempat membeli kaki palsu, Namun justru terasa sakit dan susah untuk bergerak. Tay lebih nyaman berjalan dengan satu kaki dan dua tongkat yang menyangga badannya.

         "Apa yang akan terjadi kalo suatu hari kamu tau Off yang ngilangin nyawa ibu kamu Non? Apa kamu masih bisa tersenyum selebar itu padanya? Ayah harap saat kamu tau nanti, Kamu ngga membenci Off, Dia udah berusaha keras untuk menebus kesalahannya."


Piw piw vote dulu sebelum lanjut ya

MALAIKAT BERKAKI SATU (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang