18

265 45 2
                                    

        "Ayah, Tolong setrikain baju aku ya. Besok mau dipake soalnya." Nanon berpesan pada Tay saat laki laki itu baru menyelesaikan pekerjaannya di malam hari. Jam sudah menunjukkan pukul 00.15 namun demi Nanon, Tay menyanggupi permintaan tersebut.

          Ada sepasang seragam yang harus di setrika. Sementara Nanon bersiap untuk tidur, Tay juga bersiap untuk menyetrika baju putra kesayangannya.

          Hening menemani Tay selama ia menyetrika baju Nanon. Tak butuh waktu lama baginya untuk menyelesaikan pekerjaan itu. Baju dan celana yang sudah licin tersetrika siap untuk digantung agar tak kusut kembali.

          Entah karena kelelahan atau karena kondisinya memang sudah parah, Tay terus terbatuk hingga dadanya terasa sakit dan sesak. Keadaan semakin kalut saat Tay batuk hingga mengeluarkan darah dari mulutnya.

           Sialnya, Darah itu sedikit mengenai seragam putih milik Nanon. Kepanikan Tay bertambah dua kali lipat. Ia mungkin hanya akan melihat kemurkaan Nanon besok pagi.

          Benar saja, Esok paginya Nanon marah pada sang ayah karena noda merah di seragamnya. Ia tak mau mengerti apa yang terjadi. Yang Nanon tahu, Sekarang bajunya kotor dan ia harus memakai baju itu hari ini juga.

         "Non, Ayah minta maaf. Kamu pake jaket aja ya ke sekolahnya."
         "Hah? Ayah becanda ya?! Aku bakal dapet masalah kalo pake jaket ke sekolah! Lagian ayah kenapa ada acara luka di tangan segala sih. Biasanya juga ngga. Ayah ceroboh banget seriusan. Ngga ada satupun yang beres kalo ayah yang ngerjain."

           Tay berbohong, Darah itu bukan keluar dari luka di tangan. Ia tak mengatakan yang sebenarnya dan membiarkan Nanon marah. Tay tak mau Nanon tahu kalau semalam batuknya memburuk bahkan hingga muntah darah. Telapak tangannya yang tak mampu menampung darah mengakibatkan darah menetes ke seragam Nanon.

          Pagi ini, Nanon berangkat sekolah dengan perasaan kesal pada ayahnya, Tanpa ia tahu kalau baju yang dikenakkan disetrika dengan penuh perjuangan, Bahkan ditengah rasa sakit yang ayahnya derita.

***

          Selama berada di kelas Nanon berharap tak ada satupun orang yang menyadari ada noda darah di bajunya. Sayang harapan tinggal harapan, Frank yang menemukan tetesan darah di baju Nanon sontak bertanya apa yang sudah terjadi.

         "Ah itu, Gue... Gue semalem mimisan. Gue setrika baju ini tadi malem dan kepala gue mendadak pusing dan darah mimisan gue netes di baju."

         Nanon masih menutupi kenyataan bahwa ayahnya masih hidup. Ia bahkan mengarang cerita hanya untuk meyakinkan teman temannya kalau darah yang menetes di baju, Darah miliknya sendiri.

         "Tapi lo sekarang baik baik aja kan Non?"
         "Yea, I'm fine. Kantin yuk, Laper nih."

          Chimon menatap Nanon dan teman temannya yang berjalan keluar kelas. Sudah sebulan sejak kejadian bunuh diri Prim, Dan semuanya mulai kembali normal.

         "Ternyata lo belum tobat juga Non." Chimon bermonolog sebelum akhirnya ia berdiri dan pergi ke atap gedung sekolah.

           Hal itu sudah menjadi rutinitas Chimon. Berdiam diri di rooftop selama jam makan siang, Menatap langit berharap ia bisa berkomunikasi dengan sepupunya.

         "Prim, Usaha lo buat nyadarin Nanon sia sia. Malin kundang itu masih bertahan sama perannya. Dan temen temen masih anggep kalo Nanon anak yatim piatu. Kalo lo masih disini gue yakin lo bakal nampol muka Nanon pake sepatu sih. Yakin banget. Lo apa kabar? Udah ngga ada yang gangguin lo lagi. Nenek baik baik aja. Tapi dia masih sering nanyain lo. Kita ngga ngabarin nenek karna takut nenek kenapa napa. Nenek mikir lo beneran keluar kota sama tante Lidya. Kita dosa ngga ya Prim boongin nenek?"

***

         "Terima kasih ya Pak Tay. Seneng banget ngelaundry di sini, Baju saya jadi bersih banget. Ngga kalah sama usaha laundry yang gede."

         "Terima kasih kembali ya karena ibu sudah percayain pakaian ibu buat saya cuciin. Kepuasan pelanggan selalu saya prioritasin apalagi pelanggan saya tetangga sendiri."

          Tay tersenyum saat pelanggan itu pamit pulang. Ini bukan kali pertama ia mendapat pujian seperti itu. Orang orang yang sudah pernah mencucikan pakaian di tempat Tay rata rata akan kembali karena puas dengan hasil kerja laki laki tersebut.

          Keterbatasan tak menghalangi Tay untuk bekerja demi menghidupi putra semata wayangnya. Alih alih berpangku tangan menunggu belas kasih, Tay lebih rela terjaga tengah malam, Berkutat dengan detergen dan panasnya suhu setrika.

          Entah apa yang akan ia dapat suatu hari nanti jika saat ini saja kerja kerasnya tak pernah mendapat kata 'terima kasih' dari Nanon. Ucapan yang sederhana namun selalu Tay harapkan bisa keluar dari mulut Nanon. Agar ia tahu kalau Nanon bersyukur memilikinya sebagai seorang ayah.

        


Jangan lupa vote, Thank you

MALAIKAT BERKAKI SATU (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang