بسم الله الر حمن الر حيم
اسلام عليكم ورحمة الله وبركاتهMalam telah tiba dan kini awan gelap benar-benar menyelimuti bumi. Ia terdiam di balik jendela besar kamarnya, menyaksikan rintikan hujan yang ditampar keras oleh angin. Perlahan, suara gemuruh saling bersautan dan kilatan cahaya di langit sesekali terlihat menampakan diri, seolah berkata kalau ia juga bisa membelah bumi karena sudah muak dengan para penghuninya.
Terdengar sebuah ketukan pintu yang membuatnya menatap ke arah sumber suara.
"Ya, turun." Suara mbak Dita kini tertangkap oleh indra pendengarannya.
"Iya, Mbak," jawabnya dengan singkat. Ia bergegas memakai khimar yang sempat ia lepas.
Ia menuruni anak tangga satu persatu, mendapati sanak saudaranya yang sedang berkumpul di ruang keluarga menikmati waktu bersama dengan menonton televisi. Sedangkan Ayah dan om Bayu, seperti biasa, mereka sibuk meghabiskan waktu dengan cara mereka, mengobrol.
"Mbak, Ayasha mana?"
Ayasha yang hendak mengambil camilan di atas meja makan, Ia urungkan. Ia lebih memilih menghampiri om Bayu yang nampaknya sedang mencari keberadaannya.
"Kenapa, Om?"
"Sini." Titahnya yang membawa Ayasha ke ruang tamu.
"Duduk dulu, Kak." Kini, Ayah yang memintanya pada Ayasha.
Ayasha duduk di samping om Bayu, sedangkan sang Ayah, duduk di hadapannya yang dipisahkan oleh sebuah meja. Wajah keduanya nampak serius. Suasana kembali terasa aneh saat Ibu datang dengan membawa dua gelas kopi milik Ayah dan Om, yang kemudian ikut duduk di samping Ayah.
"Kamu sudah tahu kedatanan om Bayu ke sini?" tanya Ayah yang memecah keheningan.
Ayasha terdiam dengan bingung. Ia menggelengkan kepalanya, tidak tahu.
"Kamu benar-benar tidak sedang ta'aruf dengan sesesorang?" om Bayu kembali bertanya mengungkit pertanyaan yang sempat tadi tanyakan.
"Bagaimana dengan Abizar?"
Wajar saja om Bayu bertanya seperti itu. Pasalnya, sudah beberapa hari mereka menginap di sini, tapi tak pernah mendengar dari Hana atau pun Rasyid mengenai kelanjutan hubungan antara Abizar dan Ayasha. Dan keduanya pun tak pernah mengungkit masalah itu lagi.
Ayasha memberikan pandangan pada Ibunya yang sedang menatapnya dalam diam. "Jawab saja, Om hanya bertanya." Hanya itu yang dilontarkan oleh sang Ibu.
"Tidak, Om." Jawabnya dengan lemah.
"Om hanya ingin memastikan, karena Om ingin menyampaikan sebuah amanah."
Amanah? Ayasha masih terdiam, ingin mendengarkan amanah yang ingin disampaikan oleh Om-nya itu?
Ayasha sempat melemparkan pandangan pada om Bayu, namun om Bayu malah terlihat sedang menetap ke arah Ayah. Ayasha tidak mengerti dengan kode-kode diantara mereka. Dan itu membuat Ayasha hanya diam.
"Amanah apa?" Ayasha melemparkan pandangannya pada om Bayu dan ayah. Sepertinya hanya mereka yang tahu mengenai amanah yang akan disampaikan oleh om Bayu.
"Beberapa hari yang lalu, ada teman Ibumu datang ke rumah. Bukan hanya teman Ibu, Dia juga tetangga om Bayu di Yogya. Bisa dibilang, kalau om Bayu sangat mengenal keluarganya." Sebuah kalimat pengantar dari Ayah yang bisa Ayasha tebak, ke arah mana pembicaraan ini menuju.
"Dan lelaki itu ingin mengkhitbahmu."
Bertepatan dengan suara petir yang menyambar dari luar, perkataan itu sama-sama membuatnya kaget. Namun wajahnya, tetap terlihat tenang.
Karena Ia sudah tak kaget saat mendengar hal ini. Ditambah lagi, usianya hampir menginjak seperempat abad.
"Terus, Ayah bilang apa?" hanya pertanyaan itu yang Ayasha lontarkan.
"Ayah hanya bilang, untuk meminta datang kembali ke sini dan berbicara langsung padamu."
Ayasha nampak terdiam, Ia tidak tahu harus mengambil sikap seperti apa. Otaknya benar-benar membeku.
"Apa Aya harus menerimanya?" Nada suaranya terdengar pasrah. Sebuah pertanyaan yang membuat ketiganya saling menatap, diam.
"Ayah dan Ibu tidak memaksamu untuk cepat-cepat menikah, Ayah hanya menyampaikan sebuah amanah." Segera Rasyid menambahkan.
"Apa Aya harus menerimanya?" Ayasha kembali mengajukan pertanyaan yang sama.
"Itu semua tergantung kamu, karena yang akan menjalani kehidupan, ya, Kamu." Jelas om Bayu.
"Apa Ayah setuju, jika Ayasha menerimanya?" Ayasha menatap ke arah Ayah yang masih belum merespon.
"Ayasha akan menyetujui apapun keputusan Ayah." Ayasha menambahkan.
Rasyid masih terdiam menatap anak perempuannya yang tanpa sadar kini sudah beranjak dewasa.
"Ada seorang lelaki yang datang untuk mengkhitbah anak perempuan Ayah, apakah Ayah akan merestuinya?" Ayasha kembali bersuara ketika tak dapat respon apa-apa dari Ayah.
"Insyaa Allah, Dia memiliki sopan santun dan akhlak yang baik. Untuk masalah akhlak dan agamanya, Ayah, Ibu dan om Bayu, merasa sangat bahagia jika dia bisa menjadi imam untukmu. Itu yang membuat om Bayu tak ragu untuk membawanya ke sini."
Ayasha menatap ke arah om Bayu. Seulas senyuman Ia berikan pada Om yang begitu sangat Ia sayangi. Karena sedari kecil, Ia begitu dekat dengan Bayu. Bahkan saat Ayasha dalam keadaan terpuruk, dia juga menjadi salah seorang yang merangkulnya. Ia tidak tahu, harus berbuat apalagi supaya bisa membalas kebaikan Om-nya yang satu ini.
"Ingat, Ya. Ini bukan sebuah permintaan dari Ayah, Ibu atau bahkan dari Om. Ini hanya sebuah amanah. Jadi, jika kamu memang tidak ingin, kami tidak akan memaksa."
Bayu kembali menekan sebuah kata amanah. Karena Ia tahu, Ayasha adalah tipikal anak penurut. Semua orangtua pasti senang jika memiliki anak seperti Ayasha. Begitu pun dengan Hana Dan Rasyid. Namun, rasanya bahagianya kadang berubah menjadi rasa bersalah sekaligus Iba.
Hana, Rasyid, Bayu bahkan Dessy selalu bilang pada Ayasha, 'Jika memang kamu tidak ingin, bilang saja. Kamu perlu mengungkapkan apa yang kamu rasakan." Namun, Ayasha hanya tersenyum sembari menatap mereka yang membuat mereka terdiam.
"Insyaa Allah, besok, mereka akan datang ke sini. Bertemu denganmu, membicarakan masalah ini."
Ayasha hanya menganggukan kepalanya begitu mendengar kabar dari Ibu. Karena Hana tahu, Ayasha paling tidak suka dengan yang namanya serba dadakan. Ia paling membenci itu.
"Kamu juga kenal kok sama orangnya." Tambah Hana yang membuat Ayasha mengerutkan keningnya.
🌻🌻
Bagaimana cerita di part ini?
See you 🤗
جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast
SpiritualPerempuan ini hidup dengan penuh luka dibatinnya, hatinya sudah seperti remasan kertas yang sangat sulit untuk kembali rapi. Ia sudah berupaya untuk menyembuhkan lukanya. Tapi tetap saja, bekasnya masih terlihat dengan jelas. Di usianya yang hampir...