I hope you enjoy reading this story!
•Happy Reading•
Kini Fanasya sedang berada di toilet membersihkan noda yang ada dibajunya walaupun tidak sepenuhnya bersih. Alkana menunggunya di depan toilet hingga akhirnya Fanasya keluar.
"Dasar gak jelas banget, jadi kotor kan nih seragam gue." Fanasya masih saja mengoceh sembari membersihkan seragamnya yang basah menggunakan tisu.
Alkana yang melihat itu pun langsung menyodorkan sweater berwarna hitam yang ia bawa setiap sekolah. Hanya polos namun ia meminjamkan itu dengan sangat tulus.
"Nih pake sweater gue dulu, nanti lo masuk angin pake baju basah gitu." Ucap Alkana dengan tangan yang masih di udara menunggu sweaternya diterima oleh Fanasya.
Fanasya menggeleng lalu menjawab, "Gak usah, nanti juga kering sendiri."
"Masuk lagi Fanasya, ganti." Ucap Alkana pantang menyerah dan memberikan sweaternya lagi.
Fanasya tak menjawab apapun lalu mengambil sweater yang ada di tangan Alkana dan masuk lagi ke dalam toilet mengganti bajunya yang basah.
Saat sedang mengganti baju, Fanasya berpikir mengapa Alkana menjadi begitu perhatian kepadanya, biasanya ia sangat menyebalkan. Pikirannya sudah kemana-mana akhirnya ia menyelesaikan kegiatannya dan keluar toilet.
"Udah, ayo masuk kelas." Ajak Fanasya.
"Emangnya lo gak laper?" Alkana bertanya dengan satu alis yang dinaikkan.
"Ya laper sih, tapi kan ini udah jam masuk."
"Bolos aja sih Sya, udah pelajaran terakhir ini." Alkana mengeluarkan ide buruknya.
"Hah? Seorang Alkana Abhivandya bolos kelas? Wah dunia lagi gak beres ini." Ucap Fanasya sembari melipat tangannya di depan dada dan menggelengkan kepalanya.
"Alay, udah gih lo ke rofftop aja, gue mau beli makanan lagi, nanti gue nyusul." Alkana berkata sembari terkekeh.
"Ya udah iya." Balas Fanasya lalu pergi meninggalkan Alkana.
Fanasya berjalan melewati lorong dan tangga yang sepi menuju rofftop sekolah. Setelah sampai di atas, Fanasya duduk di kursi panjang yang sudah hampir rusak sembari menikmati pemandangan langit yang hampir sore di atas sana.
Tak menunggu lama akhirnya Alkana datang dengan membawa 2 kotak nasi goreng dan 2 botol air mineral. Ia menghampiri Fanasya yang terlihat sedang menatap langit dengan tatapan kosong lalu ia duduk di sampingnya.
"Heh bengong, kesambet kuyang aja lo." Ucap Alkana yang membuat tatapan kosong Fanasya membuyar. Fanasya sedikit terkejut, namun ia berusaha untuk terlihat biasa saja.
"Apaan sih gak kaget." Fanasya berkata dengan memutar bola matanya.
"Ipiin sih gik kigit, nih makan dulu biar kuat nonjok lagi." Usil Alkana lalu memberikan 1 kotak nasi goreng itu pada Fanasya.
"Bener ya, selesai makan lo gue tonjok." Ancam Fanasya dengan menyodorkan satu kepalan tangan di depan wajah Alkana.
"Iya, tapi nasinya dimakan dulu jangan sampe ada sisa." Ucap Alkana sembari membantu membuka tutup botol air mineral milik Fanasya.
Fanasya pun langsung memakannya dengan lahap, perutnya sudah sangat kosong karena tadi ia tidak jadi makan. Suapan per suapan masuk ke dalam mulutnya hingga suapan terakhir habis dilahapnya.
Sembari makan, Fanasya menceritakan semua yang terjadi pada saat itu dari awal hingga akhir. Alkana hanya mengangguk-angguk saja dan sesekali menjawab.
Beberapa menit setelah itu hening, hanya ada suara angin yang menerpa indahnya rambut Fanasya.
"Sya, gue perhatiin kayaknya lo suka banget ngegambar ya?" Tanya Alkana mencoba memecahkan keheningan.
"Ya gitu deh, tapi gue lebih sering ngelukis sih. Kenapa lo? Tiba-tiba banget nanya kayak gitu." Fanasya menjawab dan kembali bertanya.
"Jadi gini, adik gue beberapa hari lalu itu minta diajarin gambar sedangkan gue gak bisa sama sekali gambar. Lo mau gak kalo ngajarin dia?" Alkana menjelaskan.
"Tapi lo udah coba buat ngajarin belum?" Tanya Fanasya lagi.
"Udah, tapi malah gambar gue yang diketawain." Jawab Alkana dengan kesal. Fanasya hanya tertawa kecil.
"Gini deh, nanti setiap ada tugas matematika lo gue bantuin, gimana?" Alkana mencoba lagi untuk membujuk Fanasya.
Fanasya berpikir sejenak mencoba untuk mencerna tawaran dari Alkana. Setelah di pikir-pikir akhirnya ia menyetujui tawaran Alkana.
"Oke, deal." Ucap Fanasya dengan menampilkan lesung pipinya yang manis.
Alkana menghembuskan napasnya lega lalu berkata, "Nah gitu dong, yaudah nanti lo pulang bareng sama gue."
"Hari ini banget?"
"Iya, lo gak bisa ya?"
"Bisa kok bisa."
Alkana kembali tersenyum. Senang rasanya bisa melihat Alkana menemui teman seperti Fanasya, walaupun Fanasya sedikit galak tetapi Alkana sangat menyukai galaknya dia.
Sampai-sampai Alkana berpikir kalau Fanasya lebih galak daripada bundanya.Mereka disana hanya berbincang-bincang ringan sembari menunggu jam pulang tiba. Sepertinya ini pertama kali mereka berbincang dengan waktu panjang selama satu minggu bertemu. Dan ini juga pertama kali Fanasya mulai terbuka bercerita pada orang lain selain Zeline dan Tania.
Mereka saling bercerita dan mendengarkan satu sama lain ditemani dengan indahnya langit sore dan angin segar yang menerpa surai hitamnya.
Mereka begitu asik bercerita, sampai tak terasa bel pulang sudah berbunyi sejak 15 menit yang lalu. Akhirnya mereka memutuskan untuk turun menuju kelas dan mengambil tasnya.
Alkana keluar kelas dengan bahu kiri yang digunakan untuk menggendong tasnya dan tangan kanannya untuk merangkul bahu kecil Fanasya.
To Be Continue
Holla!!! Have a nice day. See you again di chapter 10. Jangan lupa di vote oke♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Kanvas yang Telah Usai
Ficțiune adolescențiTentang seorang gadis kesepian yang mempunyai bakat melukis. Lalu datanglah lelaki yang sangat berharga dalam hidupnya, namun itu hanya sementara saja. "Fanasya, kita tumbuh sama-sama ya, biar aku bisa lihat kamu jadi pelukis." Ucap Alkana dengan se...