Seorang gadis yang baru saja menginjak umur ke-17 berlari tergesa-gesa dengan raut wajah bahagia, terlihat dari senyumnya yang tak pernah luntur sejak ia melangkahkan kaki keluar dari rumahnya. Gadis itu berhenti berlari tepat di depan gerbang rumahnya menyambut seseorang yang sangat ia rindukan yaitu teman masa kecilnya yang saat ini berkunjung ke rumahnya untuk mengisi liburan sekolah mereka. “Ka Hanum apa kabar?” Sapa gadis berumur 17 tahun itu kemudian temannya menjawab. “Aku baik. Bagaimana denganmu? tinggal di Jakarta pasti sangat menyenangkan?” Melati gadis berumur 17 tahun itu tersenyum membalas jawaban sekaligus pertanyaan teman yang lebih tua satu tahun darinya. “Tentu saja, tapi tidak semenyenangkan saat aku tinggal di Semarang,” ucapnya sedih. Hanum yang tidak mau melihat temannya sedih langsung merangkul temannya dan mengusap punggungnya dengan lembut, ia tahu temannya sedih terlihat dari senyumnya yang tiba-tiba luntur.“Melati, kamu gak mau ngajak aku masuk?” celetuk Hanum menyadarkan melati yang tiba-tiba melamun. Melati yang sadar akan kesalahannya merasa malu bahwa ia lupa menawari tamunya masuk sedangkan Hanum tersenyum geli oleh tingkah malu-malu temannya.
🐇🐇🐇
“Sekarang ayo cerita, apa yang membuatmu tiba-tiba bersedih, tadi ?” pertanyaan itu terucap dari bibir Hanum saat melati membawanya ke kamar pribadinya. Sedikit terdengar helan napas dari melati. “Aku betah tinggal di sini aku juga suka belajar di sekolahku sekarang,” Melati menghela napas kembali sebelum melanjutkan ceritanya. “Tetapi entah kenapa itu tidak membuatku bahagia, ka Han.” Curhatnya kepada Hanum.
“memangnya apa yang membuatmu tidak bahagia? Bukannya kamu memiliki banyak teman di sekolah barumu?” Melati menggeleng keras sebagai jawaban lalu Hanum kembali bertanya, “loh kenapa? Kamu anak yang baik, rajin, cantik lagi, itu tidak akan sulit untukmu mencari teman,” ujar Hanum. “Seharusnya kamu bahagia.”
“Kaka memang benar, aku memang punya banyak teman di sekolah, tapi kebanyakan dari mereka mau berteman dengan aku hanya karena status sosialku sebagai anak tunggal dari seorang Rektor di kampus ternama dan bundaku yang berprofesi sebagai Dokter, selain itu tidak ada yang menjadi teman benar-benar teman seperti Ka Hanum.” Ucap Melati sedih. Lalu kembali bercerita, “Punya orang tua kaya raya, pinter tapi tidak membuat aku benar-benar bahagia.” Ceritanya lagi kali ini dengan mata berkaca-kaca. “Gak boleh gitu, harusnya kamu bersyukur punya orang tua hebat seperti mereka.” Melati mengangguk menyetujuinya.
Tangan jenjang Hanum pun terulur begitu saja untuk mengenggam tangan Melati saat aura kesedihan terpancar dari raut wajahnya seolah memberi kekuatan agar melati merasa sedikit tenang. “Aku di sini kesepian ka, ayah selalu sibuk ngurusin kantor dan kampusnya sedangkan bunda selalu sibuk sama pasien-pasiennya, aku di sini Cuma di temenin sama bibi yang kerja di rumah.” Adunya, di iringi Isak tangis.
“jujur kalo ada pilihan aku mau sekolah di mana, jelas aku akan memilih sekolah di Semarang bersama kaka,” ucap Melati terdengar merengek membuat Hanum terkekeh geli dengan perubahan ekspresi temennya yang gampang berubah. Tadi ia menangis sembari bercerita dan sekarang bergelayut manja di lengan Hanum.
“Sudah jangan sedih lagi, soalnya setelah lulus sekolah aku berencana untuk belajar di Jakarta,” ucap Hanum membuat melati cukup terkejut sekaligus bingung. “maksud kaka? Ka Hanum bakalan kuliah di sini juga bareng aku.” Tebak Melati yang di balas anggukan oleh Hanum. “Lebih tepatnya di kampus ayah kamu kalo keterima.” Mendengar itu sontak membuat melati senang bukan kepalang dan langsung menyerang temannya dengan sebuah pelukan. sungguh ini kabar yang sangat bahagia untuk Melati sebab ia akan memiliki teman yang akan menemaninya bermain, belajar dan melakukan hal-hal yang menyenangkan lainnya. Ya, meskipun ia harus menunggu 6 bulan lagi untuk menunggu kelulusan mereka berdua dan Melati tidak masalah akan hal itu.
“Ka Hanum, memang kaka mau kuliah jurusan apa?” Tanya Melati tiba-tiba. “Aku pengen jadi guru,” ucap Henum mengutarakan keinginannya. “kenapa harus guru? Ka Hanum.” Kecewa Melati saat mendengar keinginan Hanum karena setau Melati seorang Hanum bercita-cita Sebagai pelukis atau Arsitek. “Ayo jawab kenapa?” Melati nampak tidak sabar mendengar jawaban temannya yang tiba-tiba berubah haluan ingin menjadi guru.
“Ya, karena menjadi guru itu sangat menyenangkan menurut aku, selain kita membagi ilmu yang kita punya untuk orang banyak, kita juga ikut berjasa untuk mencerdaskan anak bangsa dan dengan itu jiwa Nasionalisme aku sebagai anak bangsa tersalurkan.”
Melati terlihat kagum dengan penuturan Hanum, Hanum memang sangat cocok menjadi guru dengan sipatnya yang penyabar dengan pemikirannya juga yang luas.
Selesai...
__________________________________________________Harta, Tahta, kecerdasan dan status sosial tidak menjamin seseorang untuk bahagia, lalu bahagia itu apa?
Bahagia adalah di mana kita bisa bersyukur dengan apa yang kita miliki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Isi Waktu
De TodoIni bukan squel cerita Novel yang penuh drama yang berkepanjangan, cerita ini adalah kumpulan Cerita pendek dengan sejuta kisah yang biasa terjadi di sekitar kita atau mungkin yang biasa kita alami. Romance, Humor, Spritual dan tingkah Abshur ada da...