Bab 1, Hari - Hari Biasa

10 2 0
                                    

     Rambut bagian belakang nya di ikat, tersisa bagian rambut lain nya yang dibiarkan menggantung. Mungkin tinggal beberapa hisapan lagi untuk menghabiskan sebatang sigaret yang ia bakar dibawah payung saat hujan lebat menguasai kota di jam 11 malam.

     Hisap dan hembuskan berkali kali ia lakukan dengan tenang. Begitu api sudah terasa panas dekat di bibir, ia membuang - nya dan juga mulai berjalan masuk kedalam bangungan apartemen yang nampak tak berpenghuni.

     Setelah berada di hadapan sebuah pintu kamar, ia mengeluarkan topeng tradisional bernama Panji yang ia ganti warna aslinya dari putih ke hitam. Kemudian, ia bersiap memegang katana pendek yang sudah siap berada di belakang punggung nya. Lalu,

Cekrek! Kreeek!!!

Triing!!

"Ku - kumohon! saya memiliki keluarga di rumah!" permohonan seorang pria paruh baya sebelum lehernya di gorok.

"Ti - tidak!" jerit pemuda yang di tusuk jantung nya dengan beling.

"Dasar anjing peliharaan! Bunuh dia!"

     Terdengar jeritan dan suara menggangu seperti bantingan, benda pecah atau hantaman, saat orang itu mulai membuka katana dari sarung nya. Namun suara suara itu tidak terdengar keras sampai ke luar dikarenakan air hujan yang deras dan petir memaksa suara itu untuk tetap membisu.

     Dengan ketakutan yang terus menyelimuti pikiran, tersisa orang terakhir yang berada didalam kamar itu. Semua bawahannya telah menjadi mayat, tidak ada lagi yang bisa membantunya untuk melarikan diri.

     Meski seluruh badannya terlihat tidak karuan, dengan kedua kakinya yang mati rasa, penglihatan yang hanya mengandalkan mata kiri dan tangan kanan nya yang sudah tidak memiliki jari karena baru saja terpotong, ia masih berusaha untuk tetap hidup.

"D - demi tuhan...."
".....Saya tidak tau lagi, bagaimana jika informasi itu palsu? Kau tau? akhir akhir ini organisasi ku sudah di ambang kehancuran. Dan kau menanyakan hal itu?"

     Hanya ada satu kata yaitu 'menyerah' yang muncul dalam pikirannya, karena orang bertopeng itu benar benar tidak memberikan harapan untuk membiarkannya hidup. Ia pun menyender pasrah ke ding ding yang penuh dengan cipratan darah.

"Organisasi baru sialan..... Aw... itu yang membuat ku hancur, Ke - kenapa kau gampang...." paru paru nya terasa sakit.
"Gampang sekali.... Mempercayai.... orang lain?" diakhir ucapannya kesadarannya pun hilang.

     Melihat kesadaran pria itu yang sudah menghilang, ia lantas memasukan katana nya kedalam sarung. Tapi entah kenapa orang itu tidak langsung pergi, hanya melihat - lihat ke sekeliling ruangan tempat ia membantai.

Setelah itu ia terdiam dan menarik nafas dalam dalam sambil memejamkan mata.

"Aneh..."

     Tidak berselang lama, firasat buruknya benar. Tiba - tiba seluruh badan pria itu bergetar kencang. Wajahnya mendadak berwarna merah, kedua matanya terbuka menatap dengan tatapan kosong, urat - urat nya membesar seolah menahan amarah atau menahan rasa sakit. Meski mulut terus tebuka, satu kalimat pun tak bisa pria itu keluarkan, hanya bergumam tidak jelas.

     Kejanggalan pun terjadi di kamar itu. Seisi ruangan ikut bergetar, kelap kelip lampu cukup membuat kepala pening. Hujan masih deras dan terdengar bisikan yang mengatakan "Kematian adalah pintu kebangkitan..." secara berulang. Di tambah lagi, pria itu membentur - benturkan sendiri kepala nya ke dingding hingga menghasilkan suara keras yang membuat suasana semakin meriah.

Brak!... Brak!.... Brak!...

Di balik topeng panji itu ada wajah suram yang mengutuk para makhluk jahat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 01, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tenangkan IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang