25| distress

238 37 1
                                    

Setelah mengatakan banyak hal kepada Asahi, Kirei meninggalkan ruang inap Asahi, ia keluar dengan langkah yang amat berat.

"Kak, Kirei paulang ya. Makasih udah izinin Kirei bertemu Kak Asa." Kirei menemui Jihoon yang masih menunggu bersama Kakak Asahi di kursi tunggu ruang ICU.

Terlihat mata Kirei sembab, ia begitu banyak menangis saat menemui Asahi.

"Hati - hati ya Kirei. Kamu pulang sama siapa? Mau aku anter?" Jihoon terilhat khawatir dengan Kirei karena mata wanita dihadapannya itu terlihat sembab.

"Gak usah kak, Kirei bisa pulang sendiri. Kirei gak papa kok."

"Kirei gak mau ngrepotin kak Ji."

"Beneran gak mau dianterin?"

Kirei menggeleng, Jihoon mengerti. Kemudian Kirei juga berpamitan dengan kakak Asahi, Kirei berbicara dengan kakak Asahi melalui Jihoon karena Kirei tidak bisa berbahasa Jepang.

Akhirnya Kirei menginggalkan Jihoon dan kakak Asahi, ia keluar dari rumah sakit dengan langkah yang sangat berat, fikirannya dipenuhi kekhawatiran tentang keadaan Asahi.

Asahi adalah sosok yang berarti untuk Kirei, meskipun masih berstatus sebagai trainee YG tapi Asahi sangat terkenal dikalangan para fans.

Asahi merupakan salah satu alasan hidup Kirei di Korea menjadi lebih berwarna, ia dulu sering sekali menunggu di depan gedung YG hanya untuk melihat sosok Asahi dari kejauhan, dan berkat kegilaannya itu Kirei menjadi memiliki banyak teman dikalangan fans SILVER BOYS.

Kalangan fans sering sekali melakukan berbagai kegiatan sehingga hari - hari Kirei tak lagi membosankan seperti saat Kirei belum mengenal sosok Asahi.

Tapi kini orang yang ia kagumi itu sedang berbaring tak berdaya. Kenayataan bahwa penayakit yang diderita mengalahkannya.

Penyakit mereka sama, dan bahkan Kirei lebih dulu mengidap penyakit itu tapi kenapa Asahi yang harus lebih dulu kalah? Kirei telah menjalani pengobatan yang lebih panjang dari pada Asahi dan bahkan hasilnya nihil tapi dia masih bisa bertahan sampai sekarang ini. Seharusnya Asahi juga bisa bertahan lebih lama lagi.

Kirei berharap Asahi dapat melewati masa kritisnya saat ini dan keadaannya membaik sehingga ia dapat melakukan pendonoran sumsum seperti yang Jihoon jelaskan kepada Kirei tadi.

Jihoon sempat menjelaskan bahwa kemungkinan Asahi sembuh memang ada tapi dengan kondisi Asahi saat ini proses pendonoran tidak mungkin dilakukan.



Kirei menunggu sebuh bus di halte dekat rumah sakit. Ia duduk pandangannya tertunduk, badannya terasa sangat berat.

Kirei hanya melamun menatap kedua sepatu putih yang ia gunakan. Kakinya ia gerakkan tak menentu.

Tiba - tiba cairan merah pekat menetes mengotori salah satu sepatu putihnya.

"Aish!"

Entah kenapa Kirei kali ini kesal mendapati hidunganya sedang mengelurkan darah segar. Cairan itu terus menetes tanpa henti, Kirei terus mendiamkannya ia sedang tidak ingin berurusan dengan penyakitnya itu.

Seseorang perempuan seumuran dengan Kirei yang duduk disebelahnya menyadari sebuah cairan merah terus menetes, ia ragu bagaimana harus mendekati dan membantu wanita yang sedang tertunduk disebelahnya itu.

"Emm.." Wanita asiang itu menepuk bahu Kirei pelan membuat Kirei mengangkat kepala menghadapnya.

"Astaga!" Wanita asing itu kaget bukan main dengan darah yang mengucur dari hidung Kirei, ia langsung mengambil tisu yang ada didalam tasnya.

"Kamu gak papa?" Kepala Kirei didongakkan menghadap keatas oleh wanita asing itu. Kirei hanya diam dia pasrah, ia benar - benar sedang malas meladeni penyakitnya.

Wanita Asing itu menyumpal hidung Kirei yang mimisan dengan tisu, kemudian ia membersihkan darah yang tercecer disekitar wajah Kirei.

Kirei menyenderkan dirinya, ia menutup matanya merasakan tenaganya yang terasa perlahan menghilang.

"Kamu gak papa?" Wanita asing itu kembali bertanya.

Kirei hanya mengangguk, ia merasa masih baik - baik saja meskipun tubuhnya sudah terasa tidak enak.

Tak berapa lama bus yang ditunggu Kirei datang. Kirei berdiri dengan susah payah, wanita disampingnya lagi - lagi membantunya kebetulan bus yang mereka tumpangi sama.

Wanita itu memapah Kirei masuk kedalam bus, bahkan ia juga membayar ongkos kirei sekalian saat dia membayar dengan kartu bus.

Kirei tetap diam, ia kemudian duduk menyenderkan kepalanya pada kaca bus yang sudah sedikit ia buka supaya Kirei bisa merasakan hembusan angin.

Wanita asing tadi duduk di sebelah Kirei, sungguh dia sangat baik. Walaupun ia tak mengenal Kirei tapi ia menghawatirkan keadaan Kirei saat ini. Wajah Kirei yang mulai terlihat pucat pasi membuat wanita asing itu tak dapat mengabaikannya.

Bus mulai berjalan, Kirei merasakan setiap hembusan angin yang menerpa wajahnya. Kepala yang mulai terasa pusing membuat Kirei memejamkan matanya sambil bersender pada kaca bus, tisu masih tersumpal pada hidungnya.

Jalanan cukup macet membuat perjalanan dengan bus terasa lebih lama. Bus terus menyusuri jalan kota Seoul menuju halte yang dekat dengan rumah Kirei.


Tiga puluh menit yang terasa sangat lama bagi Kirei, ia perlahan membuka matanya yang terasa sangat berat, kemudian memencet tombol mereh untuk berhenti tepat di halte tujuannya.

Kirei berdiri sambil terhuyung, wanita disebelahnya ikut berdiri ia membiarkan Kirei lewat untuk keluar dari bus. Wanita asing itu tidak bisa ikut turun untuk mengantar Kirei karena halte ini bukan merupakan tujuannya.

Sebelum benar - benar turun Kirei membungkuk sebagai ucapan terimakasihnya kepada wanita yang sedari tadi bersamanya.

Tidak mungkin Kirei tidak mengucapkan terimakasih, Kirei juga sadar sedari tadi wanita itu menolongnya jadi wajar jika Kirei berterimakasih padanya.

Terlihat wanita itu tersenyum kearah Kirei, Kirei juga memaksakan dirinya untuk senyum. Kemudian ia benar - benar turun dari bus itu.

Kirei harus berjalan lima menit dari halte bus dimana dia berhenti untuk sampai dirumahnya. Tubuhnya sudah sangat berat, ia seperti sudah tak sanggup lagi berjalan tapi apa boleh buat ia harus sampai dirumah.

Kirei memaksakan dirinya untuk terus berjalan selangkah demi selangkah, tubuhnya sungguh sudah terasa tidak enak, wajahnya sangat pucat, ia sungguh sudah tak memiliki tenaga lagi.

Siapapun yang ada disana tolong Kirei sebelum ia benar - benar ambruk.

Tak menyerah Kirei terus berjalan, fikirannya dipenuhi dengan perkataan dokter tentang kondisinya ditambah lagi soal Asahi, memikirkan itu semua membuat kepalanya semakin pusing.

"Lo kuat Kirei, sebentar lagi lo sampek rumah." Batin Kirei menguatkan dirinya sendiri.

Lima belas menit berlalu, Kirei sampai didepan pintu rumahnya. Untuk kondisi normal Kirei dapat sampai dirumahnya dalam waktu lima menit tapi dalam kondisi seperti ini ternyata ia menghabiskan waktu tiga kali lipat.

"Kirei pulang," Kirei membuka pintu rumahnya hendak masuk.

Kepalanya semakin terasa pusing, badannya sudah terasa tak karuan dan pandangannya mulai memburam dalam sesaat.

Sayup - sayup Kirei dapat melihat sang ibu berlari kecil kearahnya. Tubuh Kirei sudah bersandar pada pintu rasa - rasanya sebentar lagi dia akan ambruk kelantai.

Dan benar saja dalam hitungan detik kegelapan sudah mengambil alih dirinya.

"Kirei? Nak?!!"

ASA HI 'SILVER BOYS' ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang