bagian 5

5 3 0
                                    





[BUKAN PLAGIAT DAN JANGAN PLAGIAT]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[BUKAN PLAGIAT DAN JANGAN PLAGIAT]

[AUTHOR MASIH BELAJAR MENYUSUN NASKAH YANG BAIK>3]

Memasuki bulan ke 5 dalam kehamilanku, mas Dimas menggenggam tanganku sambil melihat ke arah monitor USG disana.

Dia nampak sangat serius mendengar penjelasan dokter, aku juga sangat bahagia mendengar bayi kami sehat.

Aku sangat cemas jika gangguan makan ku memengaruhinya, aku selalu mencoba mengeluarkan emosi buruk ku agar tidak stress.

Aku berharap dengan mencobanya, bayi kami akan baik-baik saja. Stress yang aku alami menjadi alasan mengapa aku tidak sanggup utk hamil namun, aku melihat mas Dimas sangat senang mendengar kehamilan ku jadi aku harus mencoba lebih baik lagi.

Seusai itu, dokter memberikan resep obat dan kami lalu mengambilnya di apotik rumah sakit.

"Tika, kita belum makan siang. Apa kamu mau makan siang diluar?"

"Iya mas, boleh" mas Dimas lalu menyalakan mesin mobil dan kami beranjak keluar dari halaman rumah sakit.

Mas Dimas masih menggenggam tanganku, aku takjub melihatnya menyetir dengan satu tangan.

Tak cukup jauh restoran yang akan kami singgah, sayangnya aku bisa melihat dari luar betapa ramainya didalam.

Tapi, tidak apa-apa. Selama aku bisa tenang dan fokus pada mas Dimas, aku tidak akan merasa cemas.

Segera kami berdua duduk dan memesan makanan, kuputuskan utk menyamakan makananku dengan punya mas Dimas. Aku saja tidak selera makan sekarang.

Sebelum makanannya datang, staf nya membawa kami minum. Semua masih baik-baik saja hingga dering itu terdengar.

"Tika, saya harus mengangkat ini. Apa kamu tidak apa-apa jika saya tinggal sebentar?"

Aku tidak bisa bilang tidak, bagaimana jika itu adalah telpon yang penting. Namun, aku tidak bisa ditinggal sendiri. Akan tetapi, itu sama saja aku egois pada mas Dimas.

Aku lalu mengangguk mengiyakan kemudian, mas Dimas keluar dari restoran. Tapi aku lega karena masih bisa melihatnya dari luar kaca transparan ini.

Aku melirik ke sekeliling ku sedikit, banyak sekali para wanita pekerja kantoran yang datang bersama teman² mereka. Aku sangat iri pada mereka yang berhasil mendapatkan pekerjaan, mengingatku pada satu kegagalanku saat interview kerja.

Satu hal yang aku akan ingat selalu bahwa aku ditolak karena tampakku yang tidak cantik. Disemua hal, entah pekerjaan, percintaan bahkan kasih sayang orang tua.

Aku selalu gagal dimata mereka, aku jadi kepikiran jika bagaimana aku akan gagal di mata mas Dimas.

"Aku kemarin di ajak sama suami aku namun, aku gak datang"

"Ih.. sayang banget deh. Suami kamu pasti dilihatin banyak orang"

2 orang yang berada di belakangku, suara mereka terdengar jelas dari belakang.

"Iya, untung suami aku tidak marah. Namun dia padahal sudah berharap agar aku datang menemui rekan kerjanya dipesta kemarin malam"

"acara pestanya gak terlalu seru juga sih, namun apa boleh buat"

dan dua wanita di belakangku lalu mengubah topik mereka, dari yang aku dengar adalah sepertinya wanita itu menyesal tidak datang, jika aku mengingat mas dimas pernah juga mengajakku untuk acara makan malam bersama rekan kerjanya namun aku tidak ikut.

mungkinkah aku juga mengecewakan mas dimas saat itu? apa mungkin mas dimas juga malu karena tidak membawa aku ke acara itu?

jika begitu, aku pasti sudah membuatnya kecewa. ini salahku tidak bisa mengontrol emosiku yang tidak percaya diri dan membenci diriku sendiri. aku selama ini selalu berada dirumah dan tidak ingin ke berkumpul di keramaian sebab, aku selalu mendapat komentar buruk.

kueboluuuuuuu

Sesuai makan siang, kami kembali kerumah. Tetapi, mas Dimas harus ke kantor karena ada urusan mendadak.

Dia terlihat buru-buru masuk ke mobil, sepertinya itu benar-benar sangat penting.

Karena ini sudah jam 2, aku biasanya akan tidur siang namun, setelah melihat dapur sedikit berantakan tidak mungkin aku membiarkan saja.

Rumah kami tidak terlalu besar, jadi aku juga tidak terlalu capek jika membersihkan rumah.

Karena cuman aku dan mas Dimas yang tinggal, mas Dimas sempat mengusulkan ide utk pindah kerumah yang lebih besar.

Sebab rumah ini hanya punya dua kamar, tapi ruang tamunya lumayan besar.
Rumah ini juga punya halaman belakang walaupun tidak juga luas seperti rumah mama.

Namun, kami masih membicarakannya.
Sebab kami masih harus mengurus hal lainnya, terutama pada bayi kami.

Mas Dimas masih berusaha mencari rumah sakit yang cocok untuk persalinan nanti, dia ingin ada dokter khusus yang menangani ku. Padahal aku tidak terlalu mementingkan itu, asal aku bisa mengejan dengan baik sampai persalinan selesai.

Bukankah itu semua tergantung pada sang ibu?

Aku langsung mengusap semuanya dengan teliti, semua barang kususun kembali pada tempatnya.

Juga tidak lupa mengisi bumbu dapur yang sisa sedikit.

kueboluuuuuuu

"Aku pulang"

Terdengar dari pintu depan, mas Dimas lalu berjalan ke arahku yang sedang menyiapkan makan malam.

Dia dengan kebiasaannya mengecup kening ku dan mengecup perutku yang sudah membuncit.

"Aku siapkan makan malam dulu" ucapku dan kembali fokus pada kerjaan ku tadi.

Namun, mas Dimas tiba-tiba mencegatku "Tika, ada yang saya katakan"

"Ada pesta utk penghargaan pada manager marketing baru dikantor malam ini, apa kamu mau ikut?"

Aku terpaku sesaat, dan mengingat kembali tentang siang tadi. Aku tidak menyangka akan terjadi persis namun, aku harus berkata apa pada mas Dimas jika aku masih belum bisa.

Aku melihat raut wajahnya yang terlihat berharap padaku, sama seperti ketika hari itu dia mengajakku.

Tapi, dia menggeleng "tidak apa-apa jika kamu tidak mau ikut"

Kemudian tanpa berucap apa² lagi dia beranjak ke kamar, nampak sekali dia kecewa.

"Mas, biarkan aku siapkan bajumu utk pesta" kataku sembari berteriak dan dia seketika berbalik.

"Tidak perlu, aku tidak akan pergi"

"Maksud kamu mas?" Oh tidak, apakah mas Dimas marah padaku? Namun, dia tidak kelihatan marah?

"Aku tidak bisa pergi jika kamu tidak pergi juga, aku tidak bisa meninggalkanmu sendiri dirumah" jawab mas Dimas dan dia masuk kedalam kamar.

Ini salahku, jika saja aku tidak sedang hamil dia pasti akan pergi kesana. Salahku lagi karena menolak ajakannya, sebenarnya aku masih ragu utk ikut. Tapi, jika sudah begini keadaannya, aku tidak bisa menolak lagi setidaknya ini utk mas Dimas.

Kumatikan kompor dan langsung masuk kedalam kamar juga. Mas Dimas sudah menggenggam handuknya hendak mandi, dia melihatku bingung karena masuk dengan tergesa-gesa.

"Mas, aku akan siapkan pakaian kita. Aku akan ikut denganmu jadi, jangan di batalkan"

Semua pasti akan berjalan dengan baik, benarkan? Apapun untuk membuat mas Dimas bangga padaku dan tidak mengecewakannya.

[BUKAN PLAGIAT/JANGAN PLAGIAT]

[COMMENT AND VOTE AS YOU LIKE]

All with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang