bagian 9

5 1 0
                                    





[MASIH DALAM PENGEMBANGAN, AUTHOR MASIH BANYAK BELAJAR, THANK YOU]

[BERIKAN KOMENTAR, AUTHOR BUTUH ITU]

Kalau gue pikir² lagi, mungkin lebih baik kalau gue bicara berdua dengan Dimas. Gue takut Tika bisa terluka Krn kata² Dimas nanti, gawat banget jika benar Dimas itu brengsek.

Usai makan, gue langsung minta pada Tika. Untung aja dia mau walau dia kesel sama gue.

Gue benar² harus mastiin pria ini, walau dia kelihatan kalem tapi gue selalu percaya satu hal kalau semua cowok itu jahat.

Mereka busuk dengan pemikiran akal mereka, sama kayak orangtua gue.

"Langsung ke intinya saja, kenapa loe mau nikah Ama sahabat gue?"

Gue bisa lihat Dimas langsung menatap gue, kayaknya dia lagi coba mikir cara jawabnya.

Gue gak akan percaya semua omong kosong loe nanti.

"Saya percaya bahwa Tika adalah orang yang tepat utk saya persuntingkan. Dia wanita yang baik dan sopan, saya tahu kamu tidak akan percaya ini tapi saya sudah menyukai Tika sejak saya pindah"

Benarkan? Apa dia coba menghasut Gue dengan kata² cinta itu?! Tipikal semua cowok brengsek, bilang aku cinta kamu~
Basi banget.

"Emang benar. Tika itu kayak bidadari, dia baik banget, gue gak pernah ketemu manusia sebaik dia. Tapi, kenapa loe suka sama sahabat gue, loe kan punya tampang ganteng, kenapa gak suka kayak Cici gitu?"

Kaget sumpah tapi luar biasa banget. Dimas  seserius itu hingga dia ubah gaya duduknya , bahkan lebih kaget lagi gue lihat dia naruh tangannya ke atas meja.

Dia udah kelihatan kayak bos² gitu tapi, gue gak boleh lengah.

"Saya mencintai wanita yang menjadi sahabatmu. Saya tidak pernah jatuh cinta hingga saat ini, saya tidak bisa menjelaskan mengapa tapi saya benar-benar serius dengan perasaan saya"

Gue kira udah selesai tapi Dimas mengangkat tangannya, dia masih mau ngomong.

"Saya minta maaf jika ini sangat mendadak dan tiba-tiba. Saya mengerti kekhawatiranmu terhadap Tika tapi saya ingin anda tahu bahwa saya bertanggungjawab atas semua yang saya lakukan, mempersunting Tika adalah tanggung jawab besar bagiku dan saya ingin mengambil kesempatan itu untukku sendiri"

Gue langsung terdiam, gue gak pernah dengar kata² kayak gitu. Gue gak percaya ini tapi gue merasa cowok ini benar² serius dengan kata² itu semua. Gue merasa dia benar² suka pada Tika.

"Saya merasa bahagia karena Tika menerima lamaran saya dengan kata lain Tika telah menerimaku. Suatu kehormatan untuk saya bisa memegang tanggung jawab yang dia berikan, tidak akan pernah saya mengecewakan sahabatmu Ziah."

"Jadi, kumohon restui maksud saya ini, saya tidak memaksamu utk percaya pada saya namun, saya adalah orang yang bertanggungjawab bahkan pada perasaan saya sendiri"

Ini gila, gue gak bisa percaya dia begitu aja tapi omongan cowok ini benar-benar sangat kuat. Gue gak tahu kenapa namun, gue rasa cowok ini bukan seperti cowok² lainnya.

Gue merasa kepercayaan diri yang kuat darinya, gue gak bisa nolak jika udah kayak gini. Hawa cowok ini bukan main-main.

"Gue tidak akan mudah percaya Ama loe Dimas tapi, jika memang kau serius pada Tika, gue harap loe pegang kata² loe"

"Tentu saja Ziah"

Dari jauh gue melihat ke arah Tika, gue tadi nyuruh dia duduk disana. Gue harap senyuman gue bisa menjadi pertanda buat dia kalau gue udah restuin ke kalian.

Gue benar-benar sayang banget sama Loe Tika, gak sanggup gue nyerain loe ke Dimas. Apalagi loe punya masalah batin dengan cowok. Gue khawatir banget.

"Gue restuin kalian berdua, gue ingin loe buktikan ke semua orang termasuk Tika kalau loe itu pantas jadi suami, ngerti loe?"

"Terimakasih Ziah"

[Selesai]

Malam telah tiba, sekuat tenagaku aku mencoba menjelaskan kepada mas Dimas apa yang telah terjadi pada pesta itu.

Suaraku bahkan terbata-bata. Aku masih mengingat setiap hawa menakutkan itu, bahkan sentuhan tangan itu begitu jelas terekam pada diriku.

Begitu menjijikkan, aku tak tahan lagi. Sudah cukup bagiku mengalami hal serupa ketika aku duduk di bangku SD.

Kira-kira bagaimana jika hal lebih buruk terjadi jika aku tidak lari? Bagaimana jika pria itu menyentuh area tubuhku yang lain dan aku hanya bisa terduduk panik??

Aku mohon hentikan semuanya. Aku begitu takut. Bayangan gelap pria itu seakan mengikuti aku.

"Tika, tatap saya"

Cengkraman tangan itu menjadi sensitif, aku langsung menghindar jauh dari itu.

Tak kusangka ku biarkan pikiran itu menguasai alam sadarku. Mas Dimas disana menatapku, wajahnya begitu terkejut aku menghindar darinya.

"Mas..maafkan aku"

Hentakan cepat datang dan pelukan itu terbang kepadaku. Mas Dimas langsung memelukku "tenangkan dirimu Tika, hanya kita berdua disini"

Aku tidak berkata-kata, sungguh aku begitu lega walau nafasku masih tersengal-sengal.
Keringat dingin membasahi kedua telapak tanganku, terimakasih mas Dimas.

Aku tidak menyangka bahwa hari seperti ini datang lagi, aku bahagia sebab waktu telah berubah sekarang. Aku harap aku bisa menyembuhkan luka pada diri kecil ku di kala SD.

Hari dimana aku hanya bisa terbaring lemah saat aku sadar aku hampir mati di tangan seorang pria bejat.

"Sudah cukup hari ini, saya akan mengurus setelahnya. Mari kita ke kamar dan istirahat"

"Mas, apa yang akan kamu lakukan?"

"Kamu tidak perlu khawatir untuk itu, saya melakukan apa yang harus dilakukan"

mas Dimas langsung menarikku, aku tidak tahu apa yang terjadi padanya namun sepertinya dia jadi marah. tapi, apa dia marah padaku atau karena kemarin?

kehamilan ini semakin menyusahkanku, mas Dimas jadi harus membantuku untuk berbaring. syukurlah ranjang kami tidaklah terlalu pendek jadi aku hanya butuh perlahan utk duduk.

dia hanya tersenyum padaku lalu mas Dimas mematikan lampu. kini juga ikut berbaring disampingku, aku ragu-ragu untuk bertanya padanya.

"tidurlah Tika, kamu tidak perlu takut. saya akan menyelesaikan semuanya"

senyuman itu membuatku semakin ragu, aku tidak ingin mas Dimas melakukan sesuatu yang jahat nanti, walau aku juga marah atas kejadian kemarin tapi kekerasan bisa membuatnya semakin jadi menjadi, aku hanya ingin semua selesai dengan tenang.

"mas, kamu tidak akan memukul orang kan? aku tidak suka itu"

Mas Dimas hanya tersenyum saja kemudian mengelus kepalaku. Dia tidak menjawab apapun, dan membuatku menjadi bingung.

Aku biasanya melihat pasangan yang kesal ketika pasangannya tidak menjawab dirinya namun, di posisi ku sekarang aku tidak merasakannya, entah apa yang mereka sebut perasaan yang terjadi pada pasangan itu.

Yang kupikirkan bahwa mas Dimas ingin menghentikan pembicaraan ini, jika aku terus bertanya dia bisa marah.

Sama seperti biasanya ketika aku bersama ayahku tapi, yang aku lihat pada mas Dimas adalah sebuah senyuman. Dimana wajah datar dan bentakan itu?

Berikan dukungan pada author:
Follow Ig agar tahu sinopsis episode selanjutnya 📍

Silahkan vote jika mau, berikan saran dan kritik agar author sadar diri.

Terimakasih banyak atas kunjungan kalian❤️❤️🦋





Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

All with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang