Bagian 8

3 1 0
                                    




[Dihari setelah lamaran]

"Gue khawatir loh, Loe gak usah nerima lamaran Dimas. Gue masih yakin ada cowok diluar sana yang lebih dari dia"

Tika memandang sahabatnya itu, mendengar semua kekesalannya setelah dia menceritakan maksud dia menerima lamaran tadi.

"maksud kamu, mas dimas tidak tulus?"

"bukan begitu Tika, gue itu cuman khawatir sama Loe. Gimana bisa loe percaya sama cowok itu yang tiba-tiba melamar padahal kalian aja gak saling kenal"

"kamu pikir aku percaya sama dia? gak Ziah, setidaknya dengarkan penjelasanku"

Perlahan Tika menarik nafas penuh, mengumpulkan semua energinya utk berani menceritakan maksud dari keputusannya.

"Sampai sekarang, aku tidak pernah sama sekali dekat dengan seorang pria. Bahkan aku tidak berani utk berpacaran. Aku selalu berpikir bahwa aku kurang cukup utk mereka. Ziah.. kamu mungkin marah namun, aku memilih Dimas karena aku sudah pasrah dengan kehidupanku sendiri"

Wanita itu mengepal tangannya, tatapan kemarahan itu membuat lipatan terbentuk di dahi Ziah. Dia ingin sekali melempar sesuatu.

"Tika! Gue benar-benar gak percaya. Gue enggak suka dengan keputusan loe itu! Gue akan batalin pernikahan kalian sekarang juga!"

Dengan kesal Ziah berdiri hendak pergi Tika langsung menarik lengannya, tetesan tangis membasahi wajahnya, Ziah terdiam dan ikut merasakan kesedihan sahabatnya itu.

"Maafkan aku Ziah.. aku memang bodoh"

Dengan satu kali tarikan, Ziah menarik Tika kedalam pelukannya. Memeluk wanita itu dengan perasaan yang saling menyatu sama lain, Sedih.

Suara kicauan burung pada saat itu, tidak menggangu sama sekali kebersamaan kedua sahabat ini. Dengan penuh luka, Ziah berharap bisa menyembuhkan Tika walau tidak bisa bertahan lama.

"Ziah... Aku tahu jika ini salah. Aku pun takut dengan ini semua"

"Maafin gue, gue gak tahu jika loe takut Tika.."

Pelukan yang erat itu tidak terlepas, bahkan ketika mereka mencari posisi utk kembali duduk bersama.

"Aku minta maaf, seharusnya aku percaya pada diriku namun itu sulit. Aku selalu berpikiran buruk. Ziah.. aku takut sekali"

Isak tangis Tika semakin kecil, wanita itu mengelusnya memberikan sihir ketenangan yang lembut pada perempuan yang sedang ia peluk sekarang.

"Ini emang salah, tapi Loe gak harus menyerah dengan hidup loe sendiri. Gue bisa bantu, masih ada waktu utk loe pikirin"

Tika menggeleng, melepas pelukannya "tidak Ziah, aku ada alasan lain dan begitu penting dalam hidupku"

"Aku ingin sekali melihat ibuku tersenyum bahagia didalam pernikahanku, aku tidak tahu kapan ajal bisa datang dan itu tidak bisa dihindari" ucap Tika lagi.

Ziah tercengang pada penuturan sahabatnya itu, ada benarnya namun dia tidak menyangka bahwa sahabatnya akan memikirkannya sampai sejauh itu.

Tidak ada alasan kuat yang bisa membantah pernyataan itu. Kematian pasti akan datang kepada kita.

"Gue gak tahu harus ngomong apa tapi, gue hanya berharap loe bisa pikirin lagi utk loe sendiri. Apa loe siap dengan semua konsekuensinya?"

Anggukkan itu begitu kuat, Tika menunjukkan bahwa dia yakin dengan semuanya. Tetapi, Ziah bisa merasakan keraguan yang seakan tergambar pada wajah sahabatnya itu.

All with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang