"Jangan dengarkan mereka yang membuatmu jatuh, kamu punya dirimu sendiri untuk kembali berdiri, di saat tidak ada yang bisa kamu percayai, kamu masih memiliki hati."
-ADG-
°•°•°•°•°•°
Masa MPLS telah usai, kini anak-anak sudah mulai pembelajar seperti biasa, siswa kelas sepuluh sudah mulai membeli LKS di koperasi sekolah. Dan mungkin sudah saling akrab dengan teman sekelas.
Kali ini di koperasi Chandra yang mendapat tugas membantu bu Elena, sebab memang sangat membeludak, entah kenapa mereka seperti kompak menyerbu koperasi, dari sisi luar Rafael nampak menerobos antrean, ada beberapa yang protes. "Selamat pagi Bu Elena, Fael mau ketemu Chandra nih ada panggilan dari mas Bayu, hehe. Gapapa kan bu? Saya udah bawa temen buat gantiin Chandra nih, " Bu Elena kemudian memanggil Chandra.
"Nih ada upah buat Chandra, terima kasih sudah bantuin ibu," Chandra tersenyum dan menerima pemberian dari Bu Elena. "Temen Fael nih bu, anak PMR yang kebetulan lagi ga bertugas, sebentar ya Fael panggilin. Mprit! Sini. Hehe, nah ini bu namanya Prita. Kalau begitu Fael sama Chandra pamit ya."
Setelahnya dua anak itu berlalu dari sesaknya koperasi, menuju ruang sekretariat, "Chan, nyamperin Ardhan, Alan sama Atlas dulu, trio A tuh gada di kelas," Chandra menghela napas. "Tinggal di chat aja elah, susah amat."
"Lagian ya, Ardhan biasanya dia lagi di kelasnya Mas Bayu, Alan di kantin, Atlas kalau ga di ruang band, di perpus, atau di kelasnya siapa itu gue lupa namanya, sandrina?" Lanjutnya. "Sandra, eh mereka tuh apaan? Saudara?" Chandra mengedikan bahunya, kemudian menarik tangan Rafael, "Nyamperin Atlas dulu.
Sementara itu di ruang seni lukis, "Cha, menurut kamu aku harus apa? Bingung sumpah, pusing tau ga," Acha menepuk pelan bahu laki-laki yang tengah duduk di kursi sampingnya menghadap kanvas berisikan coretan abstrak. "Kamu harusnya sabar, kamu tau kan? Adik-adik kamu mereka itu masih butuh orang tua, walaupun mungkin kamu pikir ga adil buat kamu, tapi Ar, seenggaknya kamu lebih dewasa daripada dua adik kamu."
"Seandainya berita itu kesebar, apa iya aku masih bisa buat bilang gapapa, Cha?" Acha menarik bahu yang semula kokoh itu kedalam pelukannya, suasana sudah sendu sepagi ini. Acha sendiri tidak menyangka bahwa seseorang yang menurutnya gila, justru mengalami hal seberat ini. Ardhan seolah terlihat paling aktif seperti tanpa beban.
Acha bertekad, akan selalu memberikan support, ketika hari dimana Ardhan akan banyak terluka tiba dan ketika semua orang akan menjauh dari laki-laki itu atau bahkan posisinya sebagai anggota ortom sekolah di berhentikan.
Dan tanpa sepengetahuan mereka, di balik pintu seseorang mengepalkan tangannya erat, membuat gadis di sampingnya bingung. Ketika ia hendak menghampiri Ardhan dan Acha, dengan sigap ia justru di tarik menjauh.
"Kak, mending jangan ganggu dulu, kayaknya lagi sedih, kakak bisa minta penjelasannya nanti," laki-laki itu mengambil ponsel dari saku celananya, menelepon seseorang di seberang sana.
"Halo, assalamu'alaikum mas Bayu. Atlas ga bisa ikut rapat pagi kak, kalau pulang sekolah nanti bisa."
"Waalaikumsalam. Apa alasannya yang bisa saya terima?"
"Atlas di suruh Pak Retno buat bantuin beliau jagain anak padus, bantuin latihan maksudnya, gimana mas? Boleh ga Atlas izin?"
"Oke, ntar rapat sore jangan bolos, awas bolos!"
"Siap mas! Matursuwun."
Atlas kembali menaruh ponselnya, kemudian laki-laki jangkung itu menarik lengan gadis yang sedari tadi ikut bersamanya, sebenarnya memang Atlas dapat amanat dari Pak Retno, gadis itu Cyra yang merupakan adik kelasnya, mencoba mendaftar paduan suara dengan kali ini adalah latihan pertama bagi Cyra.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑺𝒆𝒎𝒆𝒔𝒕𝒂 𝑨𝒕𝒍𝒂𝒔 | only 24h
Fanfiction𝑺𝒆𝒎𝒆𝒔𝒕𝒂 𝑨𝒕𝒍𝒂𝒔 "tentang mencintainya dalam 24 jam" "Only 24H" sudut pandang Atlas Dananjaya, tidak banyak tutur kata atau kalimat panjang tercipta, hanya tentang semesta yang tertutup rapat, tentang perjalanannya bersama senja mencari pel...