Bab 7

493 30 2
                                    

Selamat membaca~

Ini waktu yang pas, Guntur membuka bagasi mobil untuk menyimpan barang belanjaan mereka. Bening, melangkahkan kakinya mundur. Driver ojol sudah menelponnya menanyakan dimana ia berada.

1,2,3 lari!!!!!

Guntur terkejut melihat Bening yang melesat jauh, tapi apalah arti wanita itu berlari. Sangat lamban. Bahkan, hanya beberapa menit, Guntur sudah bisa mengejarnya.

Guntur menarik lengan Bening, memeluk perutnya dan mengangkatnya dikarenakan perbedaan tinggi badan yang sangat signifikan.

"Mau ke mana?" tanya Guntur dengan suara rendah, pertanda bahaya.

Bening masih berusaha untuk melepaskan pelukan Guntur, sedangkan ponselnya terus berdering. Guntur merampas ponsel itu dari genggaman Bening.

"Halo Pak, maaf. Sepertinya saya tidak jadi memesan jasanya Bapak. " Bening terus saja menggeliat, berusaha menghentikan apa yang dilakukan lelaki itu. Guntur terus mengetatkan pelukan mereka. Membuat Bening makin tidak karuan.

"Saya akan bayar kerugian Bapak, saya akan bayar. Mohon maaf ya Pak." Selesai Guntur berbicara, ia membalikkan tubuh Bening menghadapnya. Guntur menyeringai.

Bening terkesiap melihatnya.

"Ja-ng-an me-la-ri-kan di-ri." Guntur mengucapkan dengan pelan dan lambat. Selepasnya, Guntur membopong Bening. Bersyukurlah, basement sangat sepi sehingga tidak melihat drama yang dilakukan Bening.

Guntur melempar Bening ke jok mobil dan memasangkan seatbelt.

"Ingat, jangan melarikan diri Bening." Guntur meninggalkan Bening untuk beralih ke sisi satunya.

Guntur duduk di sisi Bening, menjalankan mobil dalam keadaan senyap.

Setelah sampai, Guntur membukakan pintu mobil. Mempersilahkan Bening.

"Jangan menatapku seperti itu."

"Terlanjur sudah di RUMAHMU, mari kita berbicara."

"Baik, tapi bukankah akan mengasyikkan jika kita meminum teh terlebih dahulu." Bening tertegun, Guntur tahu jika ia tidak menyukai kopi dan minuman manis lainnya. Hanya teh minuman kesukaan Bening.

Guntur mempersilahkan Bening. Sedangkan Bening berusaha untuk mengusir kenangan yang muncul saat ia memasuki rumah ini. Kenangan yang menyakitkan dan menyesakkan. Yang ia lakukan hanyalah mencoba untuk bernafas dengan baik dan menyembunyikan rasa takut dan sengsaranya dengan wajah datar tanpa ekspresi.

Guntur meletakkan teh di hadapannya. Bening hanya menatap lelaki itu, menunggu apa yang akan dilakukan oleh Guntur selanjutnya.

"Cobalah santai sedikit Bening." Guntur mencoba memecahkan suasana yang tidak mengenakkan.

"Sampai kapan? Sampai kapan kau bersikap egois, Guntur." Bening berusaha menahan laju air mata yang ingin menyeruak keluar.

"Dulu, kau memanggilku dengan sebutan Kakak, sekarang hanya Guntur. Tidak apa, kalau seperti ini malahan bagus. Seperti suami istri yang sebenarnya."

Lagi, Bening menatap Guntur lekat. Meringis dan tersenyum pilu.

"Kapan kita seperti suami istri, kapan?" suara Bening semakin lirih. "Berhenti bersikap egois, Guntur. Sampai kapan?"

Rahang lelaki itu mengetat. Melihat Bening yang semakin terisak, begitu sulitkah untuk ia dan Bening bersatu kembali.

"Kau tahu, kau sangat egois Guntur! Untuk apalagi kita bersama? Untuk apa?! Untuk memuaskan egomu? Atau kau ingin tubuhku lagi, kau ingin memperkosaku lagi?" Bening menarik nafas panjang, "Aku tahu selama ini kau mengancam Kak Monika. Apa salahku, apa salahku Guntur, apa! Aku hanya ingin kita berpisah dengan baik-baik, aku akan pergi dan tidak akan pernah terlihat olehmu lagi."

SEBENING CINTA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang