Chapter 26

1.9K 202 38
                                    

Malam itu, mereka benar-benar dibangunkan dari tidur yang lelap. Wina rasa, dia bahkan baru memejamkan matanya selama lima menit sebelum Risti menggoyangkan tubuhnya dengan latar belakang suara kating mereka di depan pintu tenda. Menguap panjang, gadis berambut sepunggung itu membangunkan Rifka disebelahnya.

Rifka yang pada akhirnya terbangun menatap Wina dengan pandangan kosong, seakan bertanya-tanya arti kehidupan.

Wina tidak repot-repot memperhatikan Rifka setelahnya, dia hanya merapikan dan mengikat rambutnya yang bagaikan sangkar burung lalu mengambil sweater miliknya dan Rifka sebelum menyeret gadis itu keluar tenda.

Di lapangan tempat mereka berkumpul di siang hari, sudah banyak mahasiswa baru yang berbaris menurut kelompoknya. Masing-masing dari mereka berwajah mengantuk dengan kuap sebagai bukti.

Menguap itu menular, karena itu Wina sudah berkali-kali melakukannya.

“Mau, Win?” Rifka mengulurkan tangannya, di telapak gadis itu ada beberapa bungkus permen mint. “Buat ngilangin ngantuk, lagian baru bangun tidur mulut jadi gak enak rasanya.”

Menguap sekali lagi, Wina meraih segenggam permen itu, mengupas salah satunya dan memasukannya kedalam mulut. “Thanks.” Ujar gadis itu singkat.

“Mereka benar-benar bangunin kita tengah malam itu gunanya untuk apa?”

“Bukan ospek namanya kalau bukan untuk nyiksa.” Wina dan Rifka sama-sama menoleh. Dengan jaket kuning cerah, Nazwa menghampiri mereka sambil menguap, mengulurkan tangan pada Rifka yang masih belum online. “Mau permennya juga.” Ujar gadis itu terdengar malas.

Rifka merogoh kantong celana trainingnya, dan mengeluarkan segenggam permen yang lain, menyerahkannya pada Nazwa. “Gue punya gosip.” Ucap gadis itu tanpa tending aling-aling.

Nazwa mengupas salah satu permen, memasukannya kemulut dan menaikan alisnya dengan raut bertanya.

Wina menatap Rifka bingung, ingin tahu juga.

Melihat kedua temannya, Rifka berbisik. “Gosipnya belum lengkap, karena tokoh yang digosipkan belum cerita penuh. Gue cuma tahu, tadi Kak Axel nyusul Wina ke hutan, dan balik-balik dia jalannya pincang.” Menunjuk kaki Wina yang terbalut perban dibalik sepatu dan celana trainingnya, Rifka seakan-akan menuduh.

Wina meringis.

Nazwa cepat memandang gadis itu dengan tatapan tajam. “Kita baru pisah berapa lama? Empat jam? Enam jam? Kok cepat banget ada gossip yang gue bahkan gak tahu?”

“Gosip apaan!” Wina berdalih, mengalihkan pandangan dan menatap kedepan pada senior-senoir mereka yang sibuk memastikan setiap junior sudah berkumpul di lapangan itu. Tanpa sadar mencari Axel, namun tampaknya sekali lagi pemuda itu menghilang.

“Jadi ini rahasia?” Rifka memberikan tatapan tak bersalah pada Wina.

“Oh, rahasia?” Nazwa mengikuti dengan tatapan menuntut.

Wina menghela napas gemas. “Nanti! Gue ceritain nanti. Kan gak sekarang juga, Rif, Zwa. Gak kondusif.” Wina memandang senior mereka yang mendekat dengan agak panik. “Lagian lu gak balik ke kelompok lu, Zwa? Kalau ketahuan lu gabung di sini nanti jadi masalah lagi.”

Melihat Kak Amanda, Nazwa berdecak. “Lu hutang cerita.”

“Yakin, gue bakal jadi saksi buat nagih dia.” Rifka mengangkat tangannya.

Nazwa mengangguk pasti. “Gue bisa andelin lu.” Mereka berjabat tangan, kemudian gadis berambut pendek itu pergi ke kelompoknya sendiri.

Wina sakit kepala, tidak habis pikir bagaimana kedua gadis itu bisa akrab semudah ini. Kurang dari sebulan yang lalu, mereka bahkan tak saling kenal.

Clockwork MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang