Chapter 14

2.6K 293 14
                                    

Amanda tengah menjelaskan tentang prosedur yang akan mereka lalui dan barang-barang apa yang akan mereka bawa untuk ospek luar ruangan mereka besok. Itu adalah dua hari ospek terakhir. Makrab katanya sih.

Tapi sejak Wina akhirnya kembali dari kamar mandi, gadis itu seakan linglung. Meski dari pertemuan besar di aula utama hingga ke pertemuan kecil kelompoknya, Wina tidak bisa menemukan Axel dimanapun--bukan berarti dia mencari seperti yang berulang kali dia yakinkan pada hatinya saat dia menatap podium di depan.

"Ingat untuk tidak menggunakan perhiasan apapun ya." Amanda memberitahu.

"Yah, padahal niatnya saya mau bawa cincin buat nembak Nata." Ridan nyengir saaat teman-teman yang lain menyorakinya.

Wina masih belum terbiasa dengan panggilan Nata, jadi awalnya gadis itu tak menyadari bahwa yang ditunjuk Ridan adalah dia, sampai Rifka menyonggolnya dan ikut-ikutan nyengir. Seakan terlepas dari lamunnya yang tak berkesudahan, Wina pun memutar matanya dengan acuh.

Ridan yang melihat reaksi Wina itu mengangkat sebelah alis, "gue serius, Nat. Niatnya gue mau nembak lu pas makrab."

"Cie,.. cie,..." Dan teman-teman mereka kembali bersorak. Itu cukup berisik, tapi karena Amanda cukup menikmati itu dia bahkan tak repot-repot untuk meminta mereka diam.

Rifka yang duduk di samping gadis itu kemudian mencondongkan tubuh dan berbisik di telinga Wina. "Kalau Ridan beneran nembak, terima aja Win. Lumayan, doi ganteng anaknya juga asik, daripada sama Kak Axel, dia kan udah punya pacar."

Sontak Wina menolehkan kepalanya, memandang Rifka dengan bingung dan sedikit ketakutan. "Gue gak suka kok sama Kak Axel." balasnya berbisik ditengah teman-temannya yang masih menyoraki dia dan Ridan.

Rifka menegakan duduknya dan mengedikan bahu. "Gue liat yang di toilet tadi."

Membulatkan mata, Wina mengigit bibir.

***

Wina menusuk-nusuk baksonya, nafsu makannya hilang. Di depan gadis itu, Rifka dengan senang hati memakan mie ayamnya. Sejak pengakuan gadis itu bahwa dia melihat Wina dan Axel bersama, Rifka tak ada mengungkit-ungkit kejadian itu, seakan dia tak pernah mengungkapkannya. Tapi itu justru membuat Wina tak tenang, ada rasa bersalah sekaligus tak nyaman. Lagipula, Rifka mungkin tak mengatakan apapun, tapi bukan berarti gadis itu tak menunggu Wina menjelaskan.

Wina bisa menangkap semua sinyal yang keluar dari pori-pori gadis itu!

"Hoy! kok belum pada pulang?"

Wina menegakan bahu, terkejut dengan sapaan seorang gadis yang kemudian sudah duduk di samping Rifka. Nazwa, dengan senyum cerah yang berbinar-binar dari matanya. Mengelus dada, Wina menyipitkan mata pada gadis itu. "Bisa gak, datang gak usah ngagetin?"

Rifka menaikan alisnya, dan meneguk jus jeruk. "Dia gak ngagetin kok, Win. Lu nya aja yang dari tadi ngelamun. Gue biasa aja tuh."

Nazwa nyengir dan mengangguk-ngangguk. Memesan jus mangga muda macam ibu-ibu hamil yang lagi ngidam, gadis itu kembali menatap Wina dan Rifka. "Jadi, kenapa kalian belum pada pulang? Malah nongkrong di sini. Kurang apa seharian di kampus?"

Mengingat tempat mereka berada sekarang adalah di kantin belakang FISIB, tak salah juga Nazwa berpikir begitu.

"Terus lu sendiri? Kenapa belum pulang?" Wina kembali menusuk-nusuk baksonya.

"Gue tadi habis nungguin Kak Axel--"

Wina terbatuk, tersedak oleh angin.

"--buat minta tanda tangan." Nazwa menatap Wina curiga. "Kenapa lu Win? Dengar nama Kak Axel langsung keselek gitu."

Clockwork MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang