Chapter 5

3.2K 337 19
                                    

"Lu kenapa telat?" Rifka, dengan rambut hitamnya yang membuat pangling memberikan sebotol air dingin pada Wina.

Wina meraih botol itu dengan satu tangan, sementara yang lain sibuk mengusap keringat di wajah dengan tisu. Menenggaknya habis, mata gadis itu memandang lurus ke depan podium tempat Axel duduk di antara senior lainnya. "Ketiduran." Jawab gadis itu singkat, tidak bisa menjelaskan bahwa dia kelelahan karena di hukum kemarin. Rifka juga mengalaminya, tapi gadis itu bahkan tak terlambat.

"Besok mau gue bangunin?" Ridan, yang duduk di depan Rifka tiba-tiba berbalik. Melemparkan cengiran yang terkesan menggoda.

Mengalihkan perhatian pada pemuda itu, Wina memandangnya dengan sangsi. "Pake apa? Gedor-gedor jendela kamar gue pagi-pagi, gitu?" Bisiknya, takut kakak senior yang di depan sana menyadari mereka tidak memperhatikan. Bisa-bisa dia di hukum lagi.

"Tadinya sih cuma mau nelpon, tapi kalau lu minta disamperin gue sih gak nolak. Apalagi kalau diminta nginep, wuih langsung setuju gue!"

"Modus mulu lu!" Rifka mendorong wajah Ridan kembali ke depan, tapi cowok itu malah tertawa dan menoleh lagi.

"Kenapa? Rifka juga mau disamperin?" Goda Ridan, menaik turunkan alisnya kepada Rifka.

Gadis berambut panjang itu berjengit. "Ogah!"

"Ya udah, kalau gitu gue kerumah Nata aja."

Wina terdiam sejenak, awalnya tak menyadari kalau yang dimaksud pemuda itu adalah dia. Sampai dilihatnya Ridan tersenyum menatapnya. Wina mengalihkan pandangan, dan kembali menatap Axel di depan sana yang sekarang tengah berbicara pada senior laki-laki yang berdiri di pintu masuk. "Gue juga gak mau, rumah gue gak butuh satpam." Ujarnya pelan, memperhatikan senior yang diajak Axel berbicara tiba-tiba melangkah menuju mereka.

"Yah sayang banget, padahal kalau gue jadi satpam lu pun, gue rela kok gak digaji. Buat Nata--"

"Gimana kalau latihan jadi satpam fakultas dulu?"

Baik Rifka dan Ridan terkejut mendapati senior mereka sudah berdiri di samping Ridan. Tangannya terlipat di dada, sementara wajahnya garang. Wina ingat senior ini, namanya Riko. Dia salah satu komdis yang menghukum Wina tadi pagi. Gadis itu pun menelan ludahnya dan menunduk.

"Bosan ya dengar seniornya ngoceh-ngoceh di depan?" Lanjut Riko, suaranya tenang. Tapi entah kenapa rasanya menakutkan. "Apa kita ganti aja para senior dengan kalian bertiga? Lumayan, jadi kami bisa istirahat. Pasti yang lain juga penasaran kalian ngobrolin apa, dari pada dengerin kakak kelas di depan yang ngoceh-ngoceh gak jelas kan?"

Wina semakin menundukan kepalanya, menyadari ruangan itu tiba-tiba hening. Senior yang sejak tadi memberi wejangan di depan bahkan ikut bungkam, dan puluhan pasang mata sekarang melirik ke arah mereka dengan ingin tahu. Malu banget! Wina rasanya mau sembunyi saja dibawah bangku.

"Kok diam? Tadi padahal kayaknya seru banget ngobrolnya."

"Maaf, Kak." Rifka mencicit di sebelah Wina. Sementara Ridan masih menutup mulutnya, Wina mengutuk pemuda itu yang membuat mereka jatuh dalam kondisi ini!

"Lho, kenapa minta maaf?  Saya gak nyalahin kalian kok." Nada Riko masih tenang, tapi di dalam hati Wina semakin gelisah. Ini tenang sebelum badai namanya! "Oh! Apa Kalian mau di depan aja? Ya udah, kalau begitu kalian bertiga ke depan biar yang lain bisa dengar lebih jelas apa yang sejak tadi kalian diskusikan. Masalah negara mungkin?"

Wina mengangkat kepalanya dengan terkejut. "Saya juga, Kak?" Ujarnya spontan.

Riko tidak menjawab, tapi tatapannya seakan mengatakan, 'apa pertanyaan itu perlu dijawab?'.

Clockwork MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang