- • Blonde Girl • -

149 30 96
                                    

Dalam lembaran pertengahan Petualangan Alice di Negeri Ajaib—untuk persisnya Esme tidak ingat pasti—disebutkan bahwa sosok karakter yang mengenakan setelan jas, topi tinggi, dan dilengkapi dengan dasi kupu-kupu memiliki nama Mad Hatter

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dalam lembaran pertengahan Petualangan Alice di Negeri Ajaib—untuk persisnya Esme tidak ingat pasti—disebutkan bahwa sosok karakter yang mengenakan setelan jas, topi tinggi, dan dilengkapi dengan dasi kupu-kupu memiliki nama Mad Hatter. 

Namun, tokoh fiktif bernama Mad Hatter tidak dijelaskan atau digambarkan memiliki jam saku mewah yang bebas dikeluarmasukkan dari saku bagian dalam jas.

Dan, Esme mengernyit, terus menatap sosok pemuda yang duduk di bingkai jendela kamarnya seolah tak kenal rasa takut, dia terlihat terlalu waras untuk disebut gila¹.

Selama Esme memberikan tatapan tajam, pemuda di sana hanya bisa diam di tempat. Duduk canggung pada bingkai jendela, diterpa angin malam musim dingin yang menggigit, sedangkan si pemilik kamar asyik duduk bergelung selimut di atas ranjang. Tanpa henti menembakkan tatapan tajam penuh tuntut akan penjelasan.

Esme meraih botol minumnya yang tergeletak, lalu meneguk isinya tanpa mengalihkan pandangan. Cokelat panas yang hampir tidak panas lagi mengalir di sepanjang kerongkongannya dan itu membuat fokusnya semakin kuat.

Siapa tahu, dalam beberapa teguk lagi, sosok pemuda bertopi tinggi itu akan hilang dari pandangannya.

Siapa tahu, yang dia alami dalam beberapa jam terakhir hanyalah mimpi belaka.

"Apa kau akan terus menatapku begitu?"

Mata Esme terus memicing. "Jangan bicara padaku."

"Yah," pemuda itu angkat bahu, kembali menghadap ke luar jendela dan membiarkan angin beku membelai wajahnya. "Tanpa banyak menebak pun aku tahu ada banyak pertanyaan di dalam kepalamu. Saranku, jangan menahannya selama kau ada kesempatan untuk bertanya."

Esme merapatkan bibir. Enggan bertanya.

"Omong-omong," pemuda itu menoleh dan Esme bisa melihat betapa pucat wajahnya, "kau tidak kedinginan?"

"Aku lahir ketika dunia diguyur salju," jawab Esme santai. "Kenapa harus merasa kedinginan sekarang?"

Netra merah rubi di sana berkedip kalem. Dalam hitungan detik yang panjang dia balas menatap mata Esme dengan tatapan yang—entah mengapa—mampu membuat Esme menciut dan semakin menenggelamkan diri ke dalam selimut tebal. Ketika dia menghela napas tanpa aba-aba, Esme tersentak kecil tanpa alasan yang jelas.

Bangkit dari tepi jendela, pemuda itu menjulurkan tangan untuk menarik bingkai jendela sampai tertutup rapat. "Mungkin kau berpikir begitu, tapi aku tidak diminta untuk membawamu dalam keadaan beku," katanya.

Selesai berurusan dengan jendela, si pemuda aneh balik badan, beradu tatap dengan Esme yang mengernyit hebat.

Mereka lalu terdiam. Berhenti bicara dan membiarkan dua pasang mata saling mengutarakan isi pikiran tanpa suara sedikit pun.

Tentu saja, atensi Esme tertarik pada ucapannya. Mustahil tidak.

"Membawaku?" tanyanya curiga. "Kau ... benar-benar pedofilia?"

ALICE: A Tale From Another WonderlandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang