Negeri Ajaib tidak seindah yang dijelaskan di dalam buku. Seharusnya Esme sudah tahu tentang itu sejak awal.
Entah sudah berapa banyak buku-buku fiksi yang diadaptasi menjadi film dan berakhir jauh dari ekspektasinya. Esme mengira "kecelakaan" semacam itu terjadi karena kurang riset. Mungkin memang perlu ada lokasi sungguhan yang dideskripsikan dalam buku, agar orang-orang tidak salah kaprah dan membuat pembaca kecewa, dan malah menggagalkan produksi mereka.
Namun, hari ini Esme ditampar fakta pahit; bahwa turun ke bawah tanah untuk melihat Negeri Ajaib secara langsung rupanya tidak lantas membuat buku dan dunia aslinya akan terlihat sama.
Entah karena si penulis kurang melakukan riset, atau mungkin dunia khayalannya yang memberontak.
Memang benar ada makhluk-makhluk yang tidak bisa disamakan dengan manusia biasa, tetapi yang menjadi perhatian gadis itu kali ini adalah suasana yang tersebar di sekitar. Dalam radius yang tidak kecil, hawa yang tersebar rasanya dingin, beku, dan suram. Langit tak sebiru yang dideskripsikan Lewis Carroll. Awan-awan kelabu bergemul di atas, berdesak-desakan. Sekarang gadis itu mulai bertanya-tanya apakah salju yang akan turun atau malah tetesan air hujan.
Mungkin karena musim dingin.
Tadinya Esme berpikir demikian, sebelum tiba-tiba hawa ganjil tak bersahabat menyapu tengkuk lehernya.
Belum selesai pemikiran aneh-anehnya berputar di kepala, Esme kembali dikejutkan—atau disadarkan, karena mungkin sejak tadi dia melamun—dengan keberadaan seorang gadis manis berpotongan rambut pendek tak kalah manis.
Ada sebuah bando putih melintang di kepalanya, yang jelas terlihat kontras karena warna rambutnya jauh lebih gelap: hampir persis sama dengan warna arang, bedanya yang ini sedikit lebih terang. Simbol keriting hitam kecil pada tulang pipi sebelah kirinya membuat Esme mati-matian menahan diri untuk tidak mengernyit. Dia yakin pernah melihat bentuk itu dalam kartu remi.
Apa itu? Tato?
"Selamat datang di Negeri Ajaib! Senang melihatmu tiba!"
Kalau memang begini rasanya dilambungkan tinggi-tinggi ke langit, maka itulah yang mampu Esme deskripsikan. Kalimat itu memiliki kesan seolah-olah kedatangannya sudah dinanti-nanti sejak lama.
Padahal mereka belum pernah bertemu, dan Esme bahkan sangsi bahwa gadis di depannya juga berasal dari London. Karena tanpa bantuan cermin pun Esme tahu bahwa tipe wajahnya dengan wajah si gadis berambut pendek sudah jelas berbeda.
Meskipun begitu, gadis ini—yang tiba-tiba berlari menghambur padanya tanpa takut tergelincir di atas es—dan tiga orang di belakangnya muncul dari dalam sebuah bangunan megah hanya untuk menyambutnya.
Rasanya aneh.
Rasanya ... menggelitik.
"Kau baik-baik saja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ALICE: A Tale From Another Wonderland
Fantasy"Kenapa kau ingin membawaku?" "Karena setiap musim di Negeri Ajaib membutuhkan seorang Alice, Nona Sonata. Dan di musim dingin kali ini, kami membutuhkanmu." *** Esmephia Sonata kembali ke London bersama sang kakak beberapa jam sebelum dia resmi be...