- • Lost and Found • -

146 26 85
                                    

Peter menggertakkan gigi untuk yang kesekian kali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Peter menggertakkan gigi untuk yang kesekian kali. Dia jarang berdiri diam di tempat dengan perasaan campur aduk, dan kali ini dia melakukannya karena sang adik tak kunjung mengangkat telepon. Dalam lubuk hati yang paling dalam, Peter masih bisa memaklumi kenapa telepon dari ibunya "agak sulit" untuk diangkat Esme, tetapi kalau sampai teleponnya tidak diangkat juga tandanya sudah gawat.

Selain Peter dan ibunya, ada Feodora yang duduk di sebelah Clara. Mencoba untuk membantu lewat usapan lembut pada lengan bibinya itu.

Resah karena melihat Peter terus-menerus mencoba sambungan ulang, Feodora akhirnya bertanya, "Masih tidak ada jawaban?"

"Jangankan dijawab, tersambung saja tidak," decak Peter. Lagi-lagi mendengar pesan bahwa nomor yang dituju tidak aktif. Penuh kegusaran dia menyugar rambut pirangnya ke atas, kemudian berakhir dengan berkacak pinggang. Tatapannya kini lurus ke arah jendela yang sedang dihantam hujan salju berangin. "Tidak ada cara lain selain memeriksanya langsung."

"Jangan coba-coba." Feodora mendesis. Tidak terlihat senang sedikit pun. "Aku tidak ingin sepupuku menghilang karena mencari sepupuku lainnya yang hilang."

"Fe, kau tidak bisa selamanya mengandalkan polisi."

"Justru kau harus mengandalkan polisi. Itu pekerjaan mereka. Kau pikir mereka dibayar untuk apa? Makan donat sambil membayangkan adegan kejar-kejaran tapi malas melakukan aksi nyatanya setiap hari?"

Peter menghela napas berat. Bernegosiasi dengan orang yang sedang kalut memang bukan hal yang mudah. Clara yang tangannya diusap, tetapi malah Feodora yang berkoar-koar. Entah siapa yang sebenarnya khawatir di sini.

Hanya lewat ekor matanya, Peter tahu bahwa ibunya tengah menatapnya lamat-lamat. "Peter."

"Bu, aku tidak bilang—"

"Menyerahkan dirimu ke tengah cuaca buruk juga bukan rencana yang akan ibumu ini setujui," tekan Clara.

Peter harus menahan diri untuk tidak berdecak lidah karena dia bisa mendengar getaran pada suara ibunya yang sedang mencoba kuat. Oh, siapa pun tolong jangan salahkan Peter yang sekarang mengerling jengkel. Percayalah, dia sudah tidak tahan lagi.

"Bu, ponselnya mati." Peter menarik napas panjang. Tidak sempat terpikir olehnya bahwa kata-kata itu terasa menyakitkan untuk diucapkan. "Esme selalu membawa bank dayanya ke mana-mana. Kalau baterai ponselnya habis, seharusnya dia bisa mengisinya segera. Kalau sampai ponselnya mati karena dingin, berarti ...."

"Berarti antara jatuh di tengah jalan, atau dia sedang berada di tempat yang terlalu dingin." Feodora menambahkan, lirih suaranya.

Di bawah tatapan tegar merangkap rapuh ibunya, Peter menyugar rambutnya lagi. Kali ini dia memutuskan untuk duduk di sofa yang kosong, tepat di sebelah ibunya. Tadinya dia berniat untuk duduk di sebelah Feodora saja, tetapi sepertinya yang lebih membutuhkan dukungan emosional adalah Clara.

ALICE: A Tale From Another WonderlandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang