9. Plan

27 21 15
                                    

Kelas sudah dimulai sejak bermenit-menit yang lalu. Kini di dalam ruangan hanya ada suara guru yang sedang menerangkan dan--suara itu!

"Gila lo! bisa diem gak sih?!"

Keysa memutar tubuhnya dan berbisik kepada lelaki yang sedari tadi menggoyang-goyangkan kursi yang tengah ia duduki menggunakan kakinya.

"APA?!"

"Oh Devan? Silahkan, kamu mau menjawab soal ini?"

"Eh enggak Bu, ini Zakey yang mau jawab katanya." Ia menunjuk bangku di depannya. Keysa yang ditunjuk langsung membulatkan mata tak percaya. Sekali lagi ia menoleh ke belakang menunjuk dirinya sendiri dan dilihatnya laki-laki itu sedang tersenyum puas. Melihat ekspresinya sekarang, Key ingin sekali mematahkan leher lelaki itu dan melemparkannya ke Sungai Amazon sekarang juga. Membiarkan jiwa dan raganya menjadi santapan siang megalodon.

Kenapa si brengsek itu ada di tempatnya Tanu? Pikir Keysa. Mungkin Keysa akan mengira bahwa Devan mengancam Tanu untuk membunuhnya jika dia tidak menukar tempat duduk hanya karena ia akan mengganggu dirinya. Key tidak tahu saja, jika Tanu diiming-imingi coklat oleh Devan agar mau berpindah tempat dengannya.

"Oh iya, silahkan Key, ayo cepet ke depan. Soal ini cukup mudah."

Mudah mulutmu!. Batinnya.

Oh Tuhan, tolong berikan ujian pada Keysa sekarang juga yang beraninya berkata dalam hati, namun menciut untuk mengatakannya. Pecundang sekali.

"Ayo Sayanggg, cepetan maju!!!"

Tahu-tahu Rafa menyahut dengan lagaknya yang sok imut. Ya ampun, Keysa bergidik ngeri membayangkan betapa repot dirinya jika mempunyai suami seperti dia. Lihat saja, matanya yang berkedap-kedip seperti lampu disco membuatnya berpikir apakah ada semut dalam matanya? Ah sudahlah, kenapa pikirannya jadi melayang kemana-mana.

Dalam hati Key menggerutu. Dengan terpaksa ia maju ke depan dan mengambil spidol dari guru. Keringat dingin mengucur dari leher dan seluruh tubuhnya. Tangannya bergetar dan jantungnya berpacu tidak wajar. Bagaimana dia akan menjawab soal susah itu? Otaknya tidak terlalu pintar untuk memecahkan rumus-rumus yang ada di hadapannya sekarang.

"Ayo, satu orang lagi, silahkan jawab soal ini!"

Jefry. Laki-laki itu rupanya juga berada dalam ruangan yang sama dengan Keysa. Ia maju dengan percaya diri dan memecahkan soal yang ada di hadapannya secepat kuda berlari. Namun, Keysa yang berdiri di sebelahnya masih saja berkutat dengan variabel dan angka. Ia melirik gadis itu setelah dirasa jawabannya sudah tepat. Sementara di belakang, Devan hanya terkikik menertawai Keysa yang sekarang mematung bergetar.

...♡...

"Bos kenapa lo sampe telat? Gak biasanya lo gini." Seorang lelaki yang tengah duduk diatas bangku pun bertanya kemudian meneguk air soda didalam botol berwarna hijau itu.

"Tadi dia kena musibah." Singkat Yudi membuat lelaki yang bertanya tadi menyemburkan air yang ada di mulutnya terkejut.

"WAH MUSIBAH? MUSIBAH APA, DI? KOK BISA SIH?" Lelaki itu terperanjat kaget sembari mengelap mulutnya yang basah akan cipratan air yang ia semburkan tadi.

"SIALAN! Jorok banget sih lo!" Yudi yang berhadapan dengan leleki itu menutup mata menahan emosinya agar tidak meledak. Pasalnya semburan lelaki itu tepat mengenai wajahnya yang pas-pasan itu.

"Eh sory sory, Di. Soalnya gue kaget banget dapat kabar si bos kena musibah. Jarang-jarang dia dapet musibah, biasanya kan dia yang nyiptain musibah buat orang lain, ya nggak?" Lelaki itu kini mengambil selembar tisu untuk mengelap wajah Yudi yang malah mendapati pelototan dari sang empu.

Devano [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang