5. Salah Paham

47 32 18
                                    

_____

Aku pikir, semuanya akan baik-baik saja hingga cerita ini usai, namun sepertinya perkiraanku itu salah besar.

-Zavan-
_____

Devano, merupakan nama yang diberikan ayahnya ketika ia baru saja terlahir ke dunia sebagai seorang laki-laki. Di dalam ruang ICU, Willy--ayah Dev menemani istrinya berjuang sekuat tenaga hanya untuk buah hati tercintanya. Menggenggam segunduk harapan, dengan terus berdoa kepada Tuhan. Ia menangis tanpa suara ketika mendengar suara tangisan buah hatinya. Di luar, kerabat yang sedari tadi terduduk di kursi, tiba-tiba berdiri saat mendengar suara bayi tersebut. Mereka tersenyum, sebelum kemudian menumpahkan air mata yang berlomba-lomba untuk keluar dari tempat asalnya. Mereka menangis bahagia.

Devan terlahir dengan menyandang status prematur, maka tak heran jika saat itu berat badannya tidak mencapai 2 kilo gram pun. Ia terlahir dengan usia 28 minggu dalam kandungan, itu sebabnya selama satu bulan ia harus dirawat di ruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit) untuk mendapatkan perlakuan khusus di inkubator.

Sedangkan di dalam ruangan yang dipenuhi suara tangisan bayi tersebut, wanita yang telah meregang nyawa demi keselamatan sang bayi jatuh tak sadarkan diri dengan tersenyum, diiringi air mata yang keluar dari matanya.

Willy lantas terkejut dengan apa yang dialami istrinya. Ia panik seperti orang linglung. Ia langsung merengkuh kepala istrinya yang seluruhnya pucat pasi. Dirinya berkali-kali bertanya kepada tiga dokter yang berada disana, namun tidak ada satu pun yang menjawab pertanyaannya. Mereka hanya bisu, diam ditempat seperti patung kuno yang lapuk.

Kemudian Willy melepaskan rengkuhannya beralih menatap satu persatu dokter tersebut dan bertanya sekali lagi tentang apa yang terjadi dengan wanitanya. 

Akhirnya salah satu dari mereka menjawab. Namun bukan jawaban itu yang Willy ingin dengarkan. Bahkan Willy berani bersumpah untuk tidak mengharapkan pernyataan itu keluar dari mulut dokter tersebut. Jika jawaban dokter itu akan menusuk hatinya dengan berutubi-tubi, ia tidak akan menanyakan hal itu satu kali pun. Ia akan menganggap semuanya baik-baik saja.

"Maaf, Pak. Kami sudah berusaha sebaik mungkin, tapi istri Anda tidak bisa kami selamatkan."

Ia luluh lantak dalam sekejap mata ketika dokter wanita itu menjelaskan secara detail apa yang telah terjadi. Seperti gumpalan daging yang dilempar dari ketinggian, ia hancur sehancur-hancurnya. Ia sekuat tenaga mencengkram kepalanya dan menutup telinganya, seolah usaha tersebut akan membuatnya tuli atas pernyataan dokter tadi. Detik berikutnya ia menghapus air mata yang mengalir di pipi dan beranjak dari posisinya. Willy kembali memeluk istrinya dengan dada yang teramat sesak.

"Nggak, Sayang... kamu capek kan udah berjuang buat ngelahirin anak kita? Sekarang dia telah terlahir ke dunia ini dengan selamat dan sehat. Lihat dia, gagah dan tampan seperti ayahnya. Kamu boleh tidur kalau kamu masih capek, tapi setelah itu bangun ya, katanya kamu udah nggak sabar buat gendong anak kita. Sayang.." ia membelai surai wanitanya dengan lembut dan penuh kehati-hatian.

Pria itu terus menangis, menangkupkan kepalanya diantara tangan istrinya. Rasanya jika waktu bisa diulang, dengan suka rela ia akan menggantikan posisi istrinya untuk pergi. Memilih meninggalkan semua orang daripada dibunuh oleh rasa sedih berkepanjangan.

Sekarang di dalam kepalanya hanya ada suara tawa wanita itu dan perbincangan mereka kemarin lusa soal nama yang akan diberikan kepada anaknya kelak. Dalam rekaman itu, ia terlihat sangat bahagia dengan tawanya yang begitu lepas,  seolah ia telah menemukan sebuah batu berlian besar yang akan membuat hatinya puas ketika bayi itu terlahir.

Devano [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang