4

2.1K 21 0
                                    

Aku menoleh ke belakang, dan kulihat laki-laki berambut lurus lagi lebat itu, tengah berdiri menatapku.

"Kak Key serius?" tanya Sifa tiba-tiba.

"Hush. Jangan sembarangan!" bantah Ibunya.

Aku hanya bolak balik memandang mereka secara bergantian, lalu mengangkat bahu. Kuserahkan padamu, Fi.

.

Kahfi mengantarku keluar hingga menuju ke mobil. Meminta aku menunggu, karena dia akan berbicara pada Ibunya. Padahal apa susahnya tadi, ia hanya tinggal menyambung saja ucapanku. Atau ada ritual khusus, yang aku tidak boleh tahu?

Oh, ya ampun. Dia membuatku menjadi pusing saja. Kupikir membicarakan sesuatu itu adalah hal yang sangat mudah. Hanya mengatakan kami akan menikah, sudah. Dasar lamban.

Aku terpaksa pulang, setelah dia menjanjikan pasti datang malam ini. Yeah, ternyata dia masih takut dengan ancamanku. Tentu saja dia akan kehilangan muka di depan Papa, jika aku sampai benar-benar mengatakan bahwa aku sedang hamil.

Selama ini, Papa adalah salah satu orang yang diseganinya. Yang sejak dulu selalu memberikan kepercayaan penuh padanya, untuk selalu melindungiku. Bukan malah 'memakan', bahkan sampai menghamiliku.

"Kau benar-benar menjebakku, Key!" umpatnya lagi, sebelum aku pergi.

"Aku hanya menyelamatkanmu dari drama patah hati, si alan," balasku tak mau kalah.

.

Seperti sebuah persidangan, kami duduk saling berhadap-hadapan di ruang tamu. Kahfi benar-benar datang sesuai janji. Meski tanpa kehadiran Ibunya.

"Jadi, sejak kapan kalian mulai menjalin hubungan?" tanya Papa tanpa berbasa-basi. Kurasa aku mulai paham, sifat siapa yang sedang menurun padaku saat ini.

"Sama sekali tidak pernah, Pak," sahut Kahfi dengan tegas.

Wat de... haish! Benar-benar ku-rang a-jar kau, Fi. Membuatku malu saja. Aku seperti kehilangan muka saat sekilas melirik wajah Erik. Si alan. Terlihat senyum seringai di sudut bibirnya. Dia pasti mentertawakanku setelah acara ini.

Kulihat dahi Papa mengernyit. Merasa bertolak belakang dengan pernyataan konyolku saat itu.

"Kalian sedang mempermainkanku?" Papa menatap tajam ke arahnya. "Kahfi?" Sepertinya Papa tak sabar menunggu jawaban.

"Aku dan Keyra tak pernah memiliki hubungan apa-apa. Seperti yang anda ketahui selama ini, Pak. Aku hanya menjalankan permintaan anda untuk selalu menemani dan melindunginya."

"Hem...." Papa mengangguk-angguk, tanda mengerti. "Lanjutkan!"

"Aku dengar anda telah memberikan restu untuk menikahkanku dengan Keyra. Untuk itu, aku memberanikan diri datang menemui anda. Jika anda benar-benar tidak keberatan dengan keadaan keluargaku saat ini, ijinkan aku melamar Keyra untuk menjadikannya seorang istri."

Oh, man! Wow. Dia keren sekali. Apa itu Kahfi? Aku tidak salah dengar? Dia melamarku dengan mulutnya sendiri?

Dengan jantung yang tiba-tiba berdebar dengan kencang, aku langsung menoleh ke arah Papa. Sedikit tegang. Namun sejurus kemudian dia tertawa dengan sangat kuat. Meski tak ada yang terdengar lucu dari kata-kata Kahfi.

"Kau benar-benar berani, Kahfi," ucapnya di sela-sela tawa. "Tiba-tiba saja aku jadi teringat dengan Ayahmu. Seorang laki-laki tegas dan juga penuh wibawa. Juga bertanggung jawab tentunya. Kurasa ini untuk pertama kalinya Keyra tidak salah dalam memilih jalan hidupnya. Oke, oke. Aku tak perlu berpikir lama-lama lagi untuk menerimamu. Menikahlah. Kuserahkan putriku padamu." Dia kembali tertawa dengan bahagianya.

L I A R Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang