6

1.6K 16 0
                                    

Mataku menatap sinis kepadanya.

"Kau bicara apa?" tanyanya datar. Tangannya meraih koper besar di atas lemari.

"Kau sudah mendengar pertanyaanku."

"Kau menuduhku, hanya karena dia menatapku?"

"Oh, shit. Kau bahkan tahu dia sedang menatapmu. Kalian saling berpandangan di hadapanku, ha?"

"Hentikan omong kosongmu, Key. Kau terlihat seperti seseorang yang sedang cemburu."

"Kau benar! Aku tak ingin kau akrab dengan keluarga itu, apalagi dia."

"Jangan berlebihan. Aku bahkan tak pernah bicara padanya."

"Semoga saja itu benar. Kau tak ingin aku membuat masalah baru lagi, kan?"

"Cepatlah! Kau bilang tak ingin berlama-lama di sini."

"Oke! Ini sudah sangat cepat."

"Kau yakin semua barang-barangmu muat di kamarku?"

"Kamar kita. Jangan serakah, Fi. Sekarang itu juga kamarku."

"Terserah kau saja."

.

Aku bernyanyi riang dengan irama musik 'Senorita'. Mengikuti tiap bait lirik yang dibawakan oleh Camila Cabello dan Shawn Mendez. Tubuhku ikut bergoyang dengan irama yang berasal dari mobilku.

Kahfi tampak tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala sembari mengemudikan kendaraan. Membawaku pulang ke rumah yang begitu aku impikan.

"Kau terlihat sangat senang. Suasana hatimu sedang baik rupanya," ucapnya.

"Tentu saja. Aku merasa seperti baru terbebas dari penjara." Dia tertawa.

"Apa lagi rencanamu selanjutnya?"

Aku mengangkat bahu, tak tahu harus menjawab apa. Aku sudah merasa cukup puas bisa terbebas dari semua masalahku, dan lagi-lagi itu karena Kahfi.

"Kau tidak ingin kita berbulan madu, Fi? Kita bisa ke Paris kalau kau mau."

Dia kembali tertawa. "Aku tak punya paspor."

"Bagaimana kalau Bali?"

"Kau sudah sering ke sana."

"Papua?" Dia semakin tertawa. "Kau mentertawakanku, Fi. Aku serius. Ini pernikahan sungguhan. Kau bahkan selalu mengelak saat aku membicarakan malam pertama."

"Kita sudah melewatkan dua malam. Tak ada lagi yang namanya malam pertama."

"Kau masih meragukanku? Sudah kubilang kau bisa langsung membuktikannya."

"Haish... hentikan cerita seperti itu. Kau sungguh tidak punya malu."

"Hello...my dear. Kau sungguh kekanakan. Atau kau masih membayangkan bisa menikmati tubuh gadis ingusan itu? Kau masih berharap bisa kembali padanya?"

"Diamlah, Key. Bicaramu semakin tak karuan."

"Dia pasti sangat shock begitu tahu kau langsung menikah setelah dicampakkan. Apa dia berpikir kau akan datang lagi dan mengemis-ngemis cinta kepadanya? Oh, my God. Dia pasti terlalu banyak menonton sinetron." Aku tertawa geli.

"Kau sudah puas?"

"Ayolah, Fi. Kalian memang tidak berjodoh. Jangan terlalu menyalahkanku."

Dia menghela napas. Kurasa dia tak bisa lagi membantahku dengan ucapan apapun.

Setahuku Kahfi memang tidak pernah menjalin hubungan serius dengan siapapun. Hanya ada beberapa wanita saja yang mencoba mendekatinya. Entah mereka berpacaran atau tidak, yang jelas gadis-gadis itu tak pernah menerimaku sebagai temannya Kahfi.

L I A R Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang