10

1.9K 33 4
                                    

Siang ini aku datang ke kios Kahfi membawakan makan siang untuknya. Memberikan senyuman kepada seorang wanita paruh baya yang sedang menunggui anak laki-lakinya memotong rambut.

Aku meletakkan rantang yang sudah disiapkan Ibu mertua di atas meja kecil, di samping kursi bambu. Hari ini, dengan senang hati aku membantunya memasak. Meski hanya mengupas bawang dan memetik sayuran. Karena hal itu, aku jadi menuai banyak pujian dari para netizen, tentu saja karena aku melakukannya sambil melakukan live di akunku. Keren bukan?

"Ayo makan!" Aku memeluk pinggang Kahfi dari belakang.

"Haish...." Dia begitu terkejut hingga sisir yang dipegangnya terjatuh. "Apa yang kau lakukan?" Dia menggeram, dengan setengah berbisik.

Aku melirik wanita itu dari pantulan cermin, matanya melotot sebentar, lalu berkedap-kedip melihat adegan kami. Bibirnya dimiringkan kesana kemari. Aku tersenyum, dan memutar tubuh tanpa melepaskan suamiku.

"Kami ini pengantin baru. Ibu tidak keberatan melihatnya, kan?" sapaku penuh senyuman.

Dia juga membalas senyumanku, meski hanya terpaksa. Mungkin merasa risih. Aku tak peduli. Lagipula, itu bukan urusannya. Kecuali, kalau suaminya yang sedang kupeluk saat ini.

.

"Ada-ada saja tingkahmu. Kenapa kau melakukan itu?" protesnya, saat mereka sudah pergi.

"Tidak ada. Aku hanya ingin memelukmu saja. Apa tidak boleh?"

"Tidak perlu di tempat umum juga, kan? Dasar barbar."

"Cepat makan! Ada campur tanganku di masakan ini. Rasanya pasti lebih istimewa," ucapku bangga.

"Ikut campur apanya? Kalau hanya memetik sayuran, tidak akan mengubah rasa masakan Ibuku."

"Aha, kau menonton siaranku rupanya. Kau lihat komentar-komentarnya? Aku menantu yang baik, bukan? Kau pasti begitu bangga memiliki istri sepertiku."

"Kau begitu bangga pada dirimu sendiri, ya? Siapa sekarang yang narsis, ha?" Aku tergelak.

Sesaat kemudian, matanya mulai liar menyisir setiap tempat. Kepalanya celingak-celinguk mencari sesuatu, lalu menatapku dengan mata menyipit. Kurasa dia mulai menyadari sesuatu.

"Apa?" tanyaku, salah tingkah.

"Kembalikan!" perintahnya.

"Tidak mau!" Aku langsung bangkit untuk menghindar, namun dengan cepat tangannya menarikku hingga jatuh ke pangkuannya.

"Ampun Kahfi!" Aku meronta.

"Berani sekali kau, ya. Cepat kembalikan."

"Sudah kubuang." Dia terus memelukku dalam pangkuannya.

"Aku tak melihatmu membuangnya. Dimana kau sembunyikan, ha? Kau ingin aku mencarinya sendiri? Apa kau menyembunyikannya di dalam bajumu, ha?"

"Kahfi! Kau mulai nakal. Ini pelecehan namanya." Aku tertawa geli saat dia meggelitiki tubuhku.

"Cepat kembalikan. Kau benar-benar tidak takut dengan ancamanku, ya? Ke sinikan wajahmu. Biar kupatahkan rahangmu itu."

"Kau curang, Fi. Egois. Mau enak-enak sendiri."

"Oh, ya? Jadi tetap tidak mau menyerah, ha? Akan kucari sendiri saja."

"Baiklah, baiklah. Akan kukembalikan!" Dia melonggarkan pelukannya, kemudian kurogoh sebungkus rokok dari kantong celanaku.

Aku berbalik arah, dan memasukkannya ke dalam kerah bajunya. "Ambil ini! Dasar pelit. Kau puas?"

"Dasar gadis nakal. Kau pikir baik melawan kepada suami, ha? Dasar liar."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 14, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

L I A R Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang