Kimi menatap Mamanya dan Abra bergantian dengan kening berkerut. Abra seperti biasa sudah rapi dan keren, yang membuatnya berbeda adalah tas ransel di sampingnya.
"Kamu mau kemana?"
"Pagi Kimi," sapa Abra tanpa menjawab pertanyaan Kimi, menepuk-nepuk kursi di sampingnya.
"Kamu mau kemana?" tanya Kimi curiga dan memaksa.
"Aku mau balik dulu ke rumah. Kalau kuliahku udah mulai aku balik lagi."
Kimi memandang Abra tajam.
"Tinggal di sini?" tanya Kimi tanpa senyum walaupun sejak tadi Abra sudah menebar senyumnya.
"Kalau kamu nggak ngusir aku, aku akan tinggal di sini. Oh ya jangan berantakin kamarku, aku akan kembali!" ucap Abra dengan senyum lebar mengacak poni Kimi yang berjejer.
"Kamu udah bikin aku naik darah pagi-pagi," sewot Kimi.
Abra dan mama tertawa lepas.
"Jadi kamu takut kutinggal pergi huh? Lalu Gava?"
Kimi melirik sengit Abra dan menginjak kaki Abra yang berada di sampingnya. Kimi tak peduli dengan pekikan kesakitan Abra. Pagi ini dia sudah badmood tingkat dewa karena patah hati.
Soal Gava Kimi juga bingung, bukan dia merasa sok cantik atau apa. Kemarin dia memang merasa sedih luar biasa bahkan sampai tadi pagi. Tapi melihat Abra mau pergi ninggalin dia lagi rasanya juga ada yang kosong.
Kimi merasa dirinya labil dan nggak berprinsip. Bisakah satu hati berisi dua cinta? Serakah sekali! Kimi memejamkan matanya, mencoba mencari jawaban tapi tak ketemu juga.
Kimi tahu dia amatlah tidak beradab, memiliki perasaan untuk dua orang. Bahkan masih bimbang untuk keduanya, karena perasaannya berubah-ubah setiap waktunya. Dia benar-benar labil dan merasa bersalah. Harusnya dia tak begitu, dia tak punya hak memperlakukan dua cowok dengan semena-mena dan merasa memiliki mereka.
Kimi menyandarkan kepalanya di jok mobil masih dengan perasan bersalh yang semakin besar. Walaupun dia tak tahu bagaimana perasaan Gava yang sebenarnya untuk dia tapi tetap saja rasa bersalah menjalar di dirinya karena perasaan yang dia miliki.
"Kenapa?"
Kimi menoleh ke arah Abra dan tersenyum tipis masih dengan kepala bersandar di jok mobil.
"Aku merasa jahat, maaf."
"Padaku?" tanya Abra tak mengerti maksud Kimi.
"Ya, mian haeyo."
Abra tersenyum, dari dulu sampai sekarang Kimi tetaplah Kimi. Gadis dengan perasaan sangat sensitif.
***
Kini masuk ke dalam sekolah dengan wajah ditekuk karena melihat Gava yang sedang bicara dengan cewek di pintu gerbang. Masuh di atas motor besarnya Gava bicara dengan sekretaris OSIS yang terkenal lemah lembut seperti putri Solo.
Kimi menggelengkan kepalanya keras. Sisi baiknya berkata untuk tidak memiliki perasaan seperti itu, sisi jahatnya bilang hal itu wajar, namanya juga masih muda, hal biasa jika menyukai lebih dari satu orang.
Kimi berhenti seraya menepuk-nepuk kepalanya. Biar dua orang yang ada di dalam dirinya berhenti membuatnya bingung.
"Kamu sakit?"
Kimi terlonjak kaget mendengar suara Gava dan sentuhan di bahunya.
Kimi menilik sekeliling sedang melihatnya dengan tatapan menunggu.
Kimi menggeleng lalu ngacir pergi menulikan telinganya, dekat dengan Gava jantungnya nyaris lepas.
"Ada apa?" tanya Kila heran melihat Kimi ngibrit ke dalam kelas sampai dia haus ikut lari mengejar Kimi.
YOU ARE READING
Be My Boy
Teen FictionSERI 1 Apapun demi menjadi pacar orang paling tampan dan most wanted di sekolah akan Kimi lakukan. Ngalah, nurut, menguntit sudah menjadi kebiasaan Kimi. Semua demi kebahagiaannya! Mengganggu Gava adalah kebahagiaan tersendiri untuk Kimi. ...