Kimi semakin ketakutan saat Gava makin dekat sampai dia bisa bisa melihat bola mata Gava yang berwarna coklat bening.
Kimi sampai menahan nafas, matanya melebar seketika saat Gava dengan gerakan cepat menutup bibirnya dengan tangan Gava yang lebar lalu Gava mengecup punggung tangannya sendiri.
Bibir mereka hampir saja menempel satu sama lain. Tapi tangan lebar Gava menjadi pembatas, dia memang hanya ingin menggertak Kimi saja.
"Masih nggak mau bilang?"
"Nggak ada yang nglarang kamu nafas lho," lanjut Gava dengan satu sudut bibir terangkat.
Kimi mengatur nafas karena masih berdebar, diliriknya ke sekeliling kantin. Kila dan penghuni meja gerombolan Gava sedang menatapnya penuh minat. Sial!
"Iya aku sayang."
"Sayang siapa?"
Kimi mencebik sebal, kalau dulu dia bakal dengan senang hati bilang sayang. Tapi sekarang rasanya berat. Apalagi tahu kalau Gava itu cuma mau bales dendam. Temen-temen gengnya aja udah menatap minat dengan wajah menahan tawa.
"Sayang siapa?"
"Kamu!"
"Kamu siapa?" tanya Gava lagi dengan mendekatkan wajahnya lagi.
"Ya kamu! Ih jangan deket-deket!"
Kimi mendorong tubuh Gava menjauh.
"Wah sekarang mulai nakal pegang pegang dadaku."
Kimi langsung salah tingkah menarik tangannya. Sialan! Kimi dikerjain tapi nggak bisa berkutik, Kila juga nggak bisa diharapkan sama sekali.
Gava tersenyum tipis mengacak poni Kimi. "Ya udah makan siomaynya, aku balik ke temen-temen dulu. Sampai jumpa pulang sekolah."
Kimi merasa lega Gava sudah kembali ke habitatnya. Kila malah berseru riang bilang berkali-kali kalau Gava itu sweet.
Kimi yang kesal langsung pergi meninggalkan Kila begitu saja. Rasa laparnya berubah jadi dongkol dan pengen nangis.
Kimi menelungkupkan kepalanya di atas lututnya yang ditekuk. Matanya memanas dan pandangannya mulai kabur.
Gava sudah keterlaluan menurut Kimi. Diusapnya pipinya yang basah asal.
"Jangan nangis. Maafin aku."
Tubuh Kimi mendadak kaku mendapat pelukan dari belakang. Bagaimana bisa Gava tahu dia di sini? Tempat ini hanya Kimi yang tahu, tempat tersembunyi dan jarang dijamah siswa lain karena jauh dari peradaban.
"Jangan nangis, please."
"Aku nggak nangis," kilah Kimi.
Gava mengangguk tanpa melepas pelukannya. Senyumnya merekah melihat Kimi sudah kembali jutek padanya.
"Lepas ih, kalau dilihat guru berabe jadinya."
"Berarti kalau nggak dilihat guru boleh ya?"
"Apaan sih?"
Kini mereka berhadapan tapi Kimi tak berani menatap langsung Gava.
"Jangan nangis lagi ya, maaf aku keterlaluan."
"Nggak mau maafin?" tanya Gava lagi.
"Gimana caranya biar dapet maafmu?"
"Putusin aku," jawab Kimi cepat tanpa pikir lagi.
Dia nggak mau dipermainkan gini terus. Sikap Gava yang manis seperti ini membuat hatinya kembali bergetar. Tapi dia tahu Gava si ketua OSIS nan populer nggak mungkin menyukainya.
"Ok, kalau itu bisa bikin kamu maafin aku."
"Hal tersulit yang pernah aku putusin selama hidupku ya permintaanmu. Melepasmu, sedangkan aku nggak menginginkan."
Hening menyelimuti mereka, tak ada yang bicara tak ada juga yang beranjak pergi.
"Bukan cuma kamu yang selalu ngikutin aku, akupun juga. Tiap hari ngikutin kamu pulang pakai bus. Nunggu-nunggu kamu datang ke kelasku dan ngelihat wajahmu."
Gava tertawa pelan mengingat tingkah konyol Kimi padanya. Tapi ada sakit juga karena dia tahu Kimi hanya main-main padanya. Mana ada siswa berprestasi yang rela dianggap gila oleh teman-temannya hanya untuk mendekatinya. Rasanya itu mustahil.
"Aku tinggal nggak pa-pa kan? Atau mau balik bareng ke kelas bareng?"
Kimi masih memilih diam, hatinya terasa gamang dan dia kembali tak sanggup menahan air matanya. Kenapa jadi seperti ini?
"Tinggalin aku sendiri!"
Gava dengan berat hati meninggalkan Kimi sendiri. Di nggak mungkin memaksakan kehendaknya. Niat hati ingin membuat Kimi benar-benr mengingatnya tapi dia tak menyangka akan membuat Kimi menangis.
Perlahan Gava mundur dan meninggalkan Kimi sendiri, tangannya mengepal kuat di dalam sakunya.
Kimi tak bisa lagi menahan tangisnya, tangisnya kembali pecah. Dia memilih pulang dan bolos sekolah.
Seharian di dalam kamar, diam tak tahu harus berbuat apa. Mamanya kerja, Abra pergi nggak tahi kemana. Dia sendiri di kamar menatap nanar langit-langit kamar.
Apa cinta semenyakitkan ini?
Suara ketukan di pintu menyadarkannya fari tatapan kosongnya. Dibukanya pintu kamar dan menmperlihatkan sosok Abra yang mengerutkan dahinya.
"Siapa yang bikin kamu nagis?"
Kimi sontak memeluk Abra dan kembali menangis di pelukan Abra. Menumpahkan semua sedihnya.
Kimi menceritakan semua yang terjadi dan tentang perasaannya yang mulai berbeda.
Abra mengusap kepala Kimi pelan seiring rasa sesak di dadanya yang terasa.
"Kamu suka sama Gava?"
"Sepertinya."
"Jangan nangis lagi, aku akan bikin dia cinta sama kamu."
"Memang bisa?"
"Percaya padaku?"
Kimi mengangguk pelan.
"Sepertinya aku gila."
Abra mencoba tersenyum dan menyentil hidung Kimi.
"Gila karena cinta?"
"Lain kali jangan suka main-main dengan perasaan, kehendak Tuhan siapa yang tahu. Dia sang ahli membolak-balikkan perasaan."
"Aku nyesel," ucap Kimi dengan menarik ujung kaos Abra.
"Ya udah kita makan es krim di luar gimana? Soal Gava tenang aja, ada Abra di sini."
Kimi mengangguk antusias dengan ajakan Abra, dia memang butuh yang manis-manis dan dingin biar hatinya happy.
Hanya sebuah pelukan tulus tapi mampu menjerat hatimu yang kosong.
23032014
Ketika menikmati es krim greentea dan oreo cheese bersama dia dan dia yang memberi warna baru.

YOU ARE READING
Be My Boy
Fiksi RemajaSERI 1 Apapun demi menjadi pacar orang paling tampan dan most wanted di sekolah akan Kimi lakukan. Ngalah, nurut, menguntit sudah menjadi kebiasaan Kimi. Semua demi kebahagiaannya! Mengganggu Gava adalah kebahagiaan tersendiri untuk Kimi. ...