04: Genderang Perang

4 0 0
                                    

Lelah. Sudah hari keberapa ya ini? Tau deh, udah gak ngitungin. Sudah berhari-hari di setiap harinya lagi dan lagi Thea kembali berurusan dengan buku scoresheet dan memperhatikan pertandingan dengan teliti. Bagusnya, Thea sudah berkembang cukup baik. Ia sudah cukup santai, tidak lagi panik, dan tidak ada lagi kesalahan-kesalahan dalam mengisi scoresheet.

Tapi, rasa-rasanya Thea mulai bosan menonton pertandingan lagi dan lagi. Sudah hampir di tahap mual bahkan. Untung saja ada Revan ya, jadi nggak bosen-bosen amat.

Hujan turun lagi dan itu artinya kembali mengepel dan mengipasi lapangan. Kali ini Thea dan Revan sama-sama memegang alat pel. Mereka mengepel lapangan dengan posisi berhadapan.

"Semangat dong!"

"Iye daritadi juga semangat gue, kak," jawab Thea dengan tidak ramah.

Thea merasa seperti ada yang melambai-lambai dari arah tribun, tempat para penonton. Thea memicingkan matanya, sepertinya betul gerombolan cewek-cewek itu melambai padanya.

Oh, itu gerombolan Nita dan kawan-kawannya. Hhmm, dengar-dengar Nita ini juga lumayan dekat loh dengan Revan.

Dari lapangan, Thea mengisyaratkan tanya pada gerombolan itu. 'Apa? Kenapa?' mulutnya berucap tanpa suara.

Nita menjawab dengan berbisik yang tentu tidak dapat di dengar oleh Thea dikarenakan jarak mereka yang jelas jauh. Nita di atas sana dan Thea di bawah, di lapangan. 'Mau foto sama dia.' Nita menunjuk Revan sambil menjukkan ponselnya. Thea tentu paham maksudnya.

"Kak, ada Nita noh. Minta foto ama elu dah kayanya," kata Thea pada Revan yang masih berhadapan dengannya. Berusaha terlihat biasa saja walau rasanya ingin menjambak Nita sebenarnya.

Revan menoleh ke belakang ke arah Nita kemudian dengan cepat kembali menoleh dengan wajah datar.

Kembali tersenyum begitu menatap Thea, "Nanti kita foto di sana, ya?" Revan menunjuk banner event yang memang disediakan untuk photobooth.

Thea agak melongo. Kan yang minta untuk foto bareng Revan itu Nita, kenapa jadi Thea yang diajak foto sama Revan? Walau begitu, diam-diam Thea tertawa kemenangan dalam hati.

'HEHEHEHEHHEHEHE dia maunya foto ama gue,' ujarnya dalam hati merasa puas.

***

Hari itu hujan tak kunjung mereda, pertandingan benar-benar tak dapat berlangsung hingga tengah hari. Sialnya, saat itu seharusnya sedang diberlangsungkan pertandingan SMA tetangga, SMA Garuda. Yang tidak lain dan tidak bukan adalah musuh bebuyutan SMA Harapan.

Gedung atas sudah penuh dengan para supporter dari SMA Garuda. Thea dan beberapa lainnya yang sedang berada di tenda juri agak bergidik ngeri. Pasalnya, dari tatapan mereka terlihat jelas sekali jika mereka benci dengan SMA Harapan. Beberapa dari mereka mulai terlihat tidak sabar menanyakan kapan pertandingan akan berlangsung.

"Buta kali matanya, orang jelas-jelas ujan!" dumel Thea dengan suara pelan.

"Ssstt dah jangan kenceng-kenceng. Ntar malah baku hantam," sahut Ayumi, kakel kelas 11 yang juga sedang bersamanya di tenda juri.

Jika mengingat kejadian tahun lalu, lebih mengerikan. Pertandingan yang seharusnya berlangsung dengan aman justru menjadi ricuh karena ulah supporter yang anarkis. Thea kurang tahu apa penyebab awalnya, yang pasti keadaan menjadi kacau saat para supporter dari SMA Garuda tiba-tiba menyerbu turun dari gedung penonton. Hal itu mengakibatkan tim basket dari SMA Garuda mendapat teguran serta peringatan.

Kan kasihan? Padahal supporter yang ricuh, tapi tim basket yang sedang bertanding berusaha mengharumkan nama sekolah justru yang terkena imbasnya.






So, I Married With My ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang